• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 24 Juni 2024

Kota Bandung

Begini Pandangan Gus Ghofur dan Gus Ulil Terkait Fatwa Larangan Salam Lintas Agama 

Begini Pandangan Gus Ghofur dan Gus Ulil Terkait Fatwa Larangan Salam Lintas Agama 
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil). (Foto: NU Online Jabar)
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil). (Foto: NU Online Jabar)

Bandung, NU Online Jabar
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) memberikan pandangannya terkait persoalan salam lintas agama, khususnya dalam perspektif fiqih yang menurutnya kerap menimbulkan perbedaan pendapat.


Menyikapi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal salam lintas agama, Gus Ghofur menjelaskan bahwa, dalam konteks tersebut MUI menganggap kalimat assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh adalah sebuah doa yang kemudian dianggap sebagai ibadah.


Menurutnya, dalam perspektif fiqih sendiri ini merupakan persoalan yang rumit. “Doa itu ibadah, tapi fiqihnya sendiri itu ada persoalan yang rumit,” kata Gus Ghofur dalam Halaqah Ulama menyikapi Fatwa MUI soal salam lintas agama di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (11/6/2024) kemarin.


Gus Ghofur mengatakan, terkait persoalan ayat-ayat mutasyabihat (ayat yang maknanya belum jelas) dalam fiqih, sebaiknya semua pihak menahan diri agar tidak saling mengkafirkan dalam menyikapi perbedaan. 


"Perbedaan antara MUI dan Kementerian Agama sebaiknya dianggap biasa saja. Karena dalam MUI dan Kementerian Agama itu hidup dalam satu ruang yaitu pemerintah. Kita bisa mencontoh perbedaan Fatwa Al-Azhar dan Arab Saudi dalam hal ini. Al-Azhar lebih longgar dalam memberikan fatwa dibandingkan pemerintah Saudi," pungkas Gus Ghofur.


Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) menegaskan bahwa salam lintas agama yang diucapkan saat seseorang berpidato adalah wujud dari upaya memupuk persaudaraan kebangsaan.


Gus Ulil menyebut bahwa persaudaraan kebangsaan atau ukhuwah wathaniyah merupakan salah satu dari trilogi ukhuwah (persaudaraan) yang dikemukakan Rais Aam PBNU 1984-1991.


“Salah satu cara untuk memupuk persaudaraan kebangsaan dunia kebijakan yang ditempuh oleh negara adalah mengadakan salam lintas agama,” ungkap Gus Ulil.


Gus Ulil juga menekankan pertimbangan mengenai bentuk negara. Ia mengatakan, jika seseorang sudah menerima bentuk negara maka harus juga menerima konsekuensinya dalam hidup bernegara.


“Nah, bagi saya, kita punya hajat di Indonesia ini, yaitu hajat kita memupuk persaudaraan kebangsaan, ukhuwah wathaniyah. Yaitu mengucapkan salam, memang salam yang dibicarakan dalam kutipan Al-Qurthubi tadi itu salam 'asalamualaikum' tetapi salam lintas agama itu kan kalau mau diteliti satu persatu ya intinya salam,” terang Gus Ulil. 


Gus Ulil juga mengungkapkan bahwa sebagian besar para ulama IsIam dan para tokoh di dunia IsIam juga menerima berbagai konsekuensi dari diterimanya bentuk negara bangsa (nation state).


“Konsekuensinya antara lain yang paling penting adalah menyangkut kedudukan hukum fiqih bukan syariat, bukan kedudukan hukum fiqih di dalam negara bangsa,” tambahnya.


Namun, Gus Ulil juga menjelaskan bahwa tidak semua hal yang disahkan oleh negara ini sudah pasti sah. Sebab, umat Islam juga bisa saja menawar apabila kebijakan-kebijakan yang diputuskan ada yang berlawanan dengan ajaran-ajaran Islam.

Sumber: NU Online


Kota Bandung Terbaru