Keislaman

Menyoal Polemik Janda Nikahi Pemuda Pengangguran, Begini Realita Nabi SAW saat Dipersunting Khadijah

Selasa, 5 November 2024 | 10:37 WIB

Menyoal Polemik Janda Nikahi Pemuda Pengangguran, Begini Realita Nabi SAW saat Dipersunting Khadijah

Nabi Muhammad SAW. (Ilustrasi: NU Online).

Pernyataan salah seorang calon wakil gubernur (cawagub) di salah satu daerah dalam sebuah kampanye pilkada menuai polemik di masyarakat. Pasalnya, ia mengatakan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan sosial hendaknya para janda yang kaya menikahi pemuda pengangguran. Hal itu diungkapkan ketika dirinya menghadiri relawan sekaligus launching salah satu program andalannya, program kartu janda.


Ia menganalogikan janda kaya yang menikahi pemuda layaknya kisah Khadijah saat mempersunting Nabi Muhammad SAW. 


Pernyataan itu sontak menuai beragam tanggapan negatif dari berbagai kalangan masyarakat. Sebagai seorang publik figur, tak elok jika demi pemerataan kesejahteraan, sebuah identitas sosial dijadikan objek guyonan, apalagi pernyataan itu disampaikan saat dirinya menjadi bakal calon pemimpin di suatu kepala daerah. 


Hendaknya seorang calon mampu mengelola komunikasi dengan tidak menyinggung satu identitas sosial. Realitas menunjukkan, bahwa banyak para publik figur di negeri ini termasuk calon kepala daerah yang berkontestasi dalam pilkada, karena tidak cermat mengelola komunikasi, akhirnya gagal dan bahkan ada yang berujung pada ranah hukum dengan berakhir di penjara. 


Meskipun dirinya telah mengklarifikasi pernyataan seraya meminta maaf atas kekhilafannya, seluruh elemen masyarakat tetap menyayangkannya. Permintaan maaf memang sudah dilakukan, namun hukum sosial dari masyarakat tampaknya tidak begitu saja reda, apalagi yang dipercandakannya adalah soal privasi agama. Hal inilah yang kemudian mendamparkan nilai sebagaimana Dananjaya (1986) sebutkan, bahwa dampak perilaku yang bertolak belakang dengan norma agama tidak begitu saja dapat menghilang dari hukum sosial kemasyarakatan, meskipun yang bersangkutan sudah menyesalinya. 


Masa Muda Nabi SAW


Pernyataan bahwa Nabi Muhammad disaat masa mudanya tidak mengenal dunia usaha, apalagi pengangguran, jauh dari realita yang sebenarnya. Justru di saat muda, Nabi SAW dikenal sebagai pribadi yang punya etos kerja yang baik, dapat dipercaya, dan menjadi pengusaha yang sukses. Dan karena atas dasar itulah dalam sejarah, Khadijah yang pada masa itu sebagai saudagar, janda yang kaya, menaruh perhatian kepada Nabi SAW. 


Keinginan Khadijah mempersunting Nabi tidak datang begitu saja, tetapi melalui berbagai pertimbangan dan pengamatan yang begitu matang. Pribadi Nabi yang jujur, dapat dipercaya, dan mampu mengelola bisnis dengan baik menjadikan Khadijah teguh untuk mempersuntingnya. 


Dikisahkan, Nabi SAW terlahir dalam keadaan yatim (ditinggal ayahnya Abdullah Abdul Muthalib). Di usia 6 tahun, Nabi yatim fiatu karena ditinggal wafat ibunya, Aminah. Ia kemudian hidup sebatangkara dan akhirnya berada dalam asuhan kakeknya, Abdul Muthalib. Namun, curahan kasih sayang dari sang kakek tidak bertahan begitu lama, cuma bertahan 2 tahun, karena setelah itu sang kakek pun wafat. 


Kemudian dalam usia 8 tahun, Nabi SAW berada dalam asuhan pamannya, Abu Thalib. Mengingat Abu Thalib merupakan seorang yang tidak begitu berkecukupan dalam hal ekonomi, maka dalam kisaran usia 9-10 tahun, terpaksa Nabi ikut meringankan beban pamannya dengan terjun menggembala ternak (kambing) milik orang lain. Saat menginjak usia 12 tahun, Nabi remaja ikut berdagang bersama pamannya ke Syam. Sepulang dari Syam Nabi merasa ketagihan untuk tetap berdagang dan terus melakukannya dengan bekerja kepada saudagar-saudagar Makkah hingga usianya menginjak 17 tahun. 


Di usia 18 tahun, Nabi SAW yang sudah beranjak dewasa, kemudian belajar mandiri dan berwira usaha sendiri meskipun tidak cukup modal karena harus menanggung kebutuhan hidup keluarga pamannya. Namun Nabi mempunyai etos kerja, mempunyai strategi bisnis yang baik, dan memiliki semangat usaha yang luar biasa yang beliau pelajari dari pengalamannya bekerja sama dengan para saudagar di Makah. 


Sadar dengan tidak adanya modal yang cukup namun punya keyakinan etos bisnis yang baik, Nabi dewasa mulai mendatangi pedagang-pedagang kecil yang ada di Makah untuk menawarkan diri menjualkan barang-barang dagangan mereka. 


Singkat cerita, karena punya etos kerja yang baik, jujur, dan tidak sedikit pun pernah merugikan pemilik barang, maka seketika itu pribadi Nabi terkenal di seantero kota Makah. "Kalau menitipkan barang dagangan sama Muhammad, bayarannya jelas tidak akan berkurang. Juga kalau menitipkan modal sama Muhammad maka bagi hasilnya jelas dan mampu berkembang dengan baik," demikian pernyataan yang disematkan orang Makah kepada Nabi pada masa itu. Dan karena atas dasar perjalanan inilah, kemudian Nabi diberi gelar al-Amin (dapat dipercaya). 


Gelar al-Amin yang disematkan orang kepada Nabi SAW berdasarkan pertimbangan trade record bisnisnya itu kemudian menjadi viral di Makah hingga akhirnya informasi tersebut sampai kepada saudagar kaya, Khadijah. 


Sebagai seorang perempuan yang sudah matang dalam berusaha, Khadijah tidak begitu serta merta percaya akan gelar al-Aminnya Nabi SAW. Ia baru percaya sesudah berita al-Amin terus menerus viral dan dirinya menjalin beberapa kali kerja sama usaha dengan Nabi SAW. 


Dikisahkan, Khadijah memulai kerja sama dengan Nabi SAW saat Nabi berusia 21 tahun. Kerja sama pertama adalah kesepakatan Nabi untuk memperjualbelikan barang dagangan milik Khadijah hingga ke negeri Bahrain. Sepulang dari Bahrain keuntungan yang dihasilkan Nabi SAW berlipat ganda. 


Meskipun kerja sama pertama menjanjikan, tampaknya Khadijah belum sepenuhnya percaya bahwa Nabi SAW benar-benar dapat dipercaya, maklum saja ia merupakan saudagar yang sudah makan garam dalam hal berusaha, dan punya hitung-hitungan yang matang dalam setiap tindakan. Bagi Khadijah, keberhasilan pertama kerja sama bersama Nabi SAW belum cukup dan belum menjadi jaminan, harus ada pembuktian yang lain. 


Belum cukup pada kerja sama pertama, Khadijah pun berlanjut pada kerja sama tahap dua. Di tahap ini, Nabi SAW memperjualbelikan dagangan Khadijah ke negeri Yaman. Mengingat etos kerja Nabi SAW menjadi satu identitas, maka hasilnya pun tidak jauh berbeda seperti pada kondisi kerja sama tahap pertama. Nabi SAW tetap berhasil membawa keuntungan yang lebih besar. Begitupun kerjasama pada tahap ketiga dengan memperjual belikan dagangan ke Yordania menghasilkan keuntungan yang serupa, bahkan lebih besar dari yang pertama dan yang kedua. 


Selanjutnya, pada usia Nabi 24 tahun, kerja sama tahap keempat antara Khadijah dengan Nabi berlanjut. Yang menjadi tujuan dagangnya yaitu negeri Yaman (ini artinya yang kedua kalinya). Pada kerja sama kali ini, berbeda dengan kerja sama sebelumnya, sang saudagar janda mengikut sertakan pembantunya (Maisaroh) untuk mengawasi sepak terjang Nabi SAW. Tugas Maisaroh- bukan hanya untuk melihat akhlak Nabi saja- dapat dirinci: (1) melihat strategi dagang Nabi sehingga terus dalam keadaan untung; (2) melihat sikap Nabi dalam berdagang. 


Singkat cerita, hasil dari pengamatan itu menghasilkan (1) Nabi SAW dalam berdagang selalu mencari keuntungan yang besar;  (2) menjadikan pelayanan terbaik kepada pembeli sebagai prioritas utama; dan (3) memberikan kepercayaan kepada calon konsumen. Dengan realita yang didapat dari Nabi, maka tidak sembarangan orang yang mampu menjual barang dagangan dengan harga tinggi namun mampu laku terjual kalau bukan pedagang yang mempunyai strategis dan etos bisnis yang baik. Inilah kiranya makna dari hadis Nabi SAW "Allah akan mencintai seseorang, kalau seseorang itu melakukan sesuatu penuh dengan sepenuh hati".


Melalui berbagai pertimbangan dan pengamatan yang tidak sebentar, kemudian Kahdijah akhirnya percaya dengan sepenuh hati bahwa Nabi SAW muda adalah benar merupakan orang yang dapat dipercaya (al-Amin). Saat itulah kemudian Khadijah membulatkan tekad untuk mempersunting Nabi SAW, hingga akhirnya kedua insan tersebut menjadi pasangan yang diridai Allah SWT. Untuk diketahui, mas kawin Nabi kepada Khadijah sebanyak 20 unta betina, senilai 500 juta jika dirupiahkan. 


Kembali kepersoalan di atas, keliru jika ada yang beranggapan bahwa Nabi SAW semasa mudanya sebagai pribadi yang biasa-biasa saja. Nabi merupakan pribadi istimewa yang berasal dari keluarga sederhana, namun memiliki kepribadian yang unggul, dan mampu menaklukkan medan wilayah yang pada masa itu sulit dijangkau manusia biasa. 


Perjalanan Nabi mulai dari usia anak-anak, remaja, dewasa, usia menikah, mampu menjelajah berbagai negeri hingga menjadi Nabi pada usia 40 menjadikannya sebagai insan yang begitu matang. Wajar dan pantas jika di usia 40, Nabi diangkat oleh Allah sebagai rasul, utusan-Nya, karena ia dianggap sudah matang dalam berbagai hal. Wallahu'alam.


Referensi: Tafsir Ibnu Katsir


Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut yang sehari-hari bekerja sebagai tenaga pendidik