• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Kabupaten Bandung

Peringati Kelahiran Oto Iskandar di Nata, Ipmakab Ajak Pemuda Sambung Sejarah

Peringati Kelahiran Oto Iskandar di Nata, Ipmakab Ajak Pemuda Sambung Sejarah
Dalam rangka memperingati hari kelahiran Oto Iskandar Di Nata, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kabupaten Bandung (Ikmakab) menggelar diskusi bertema ‘Menyelami Spirit Otista dalam Membangun Bangsa’ di Aula Desa Lengkong, Bojong Soang, Kabupaten Bandung, Jumat (31/3/2023). (Foto: NU Online Jabar/Agung)
Dalam rangka memperingati hari kelahiran Oto Iskandar Di Nata, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kabupaten Bandung (Ikmakab) menggelar diskusi bertema ‘Menyelami Spirit Otista dalam Membangun Bangsa’ di Aula Desa Lengkong, Bojong Soang, Kabupaten Bandung, Jumat (31/3/2023). (Foto: NU Online Jabar/Agung)

Kabupaten Bandung, NU Online Jabar

Dalam rangka memperingati hari kelahiran Oto Iskandar di Nata, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kabupaten Bandung (Ipmakab) menggelar diskusi bertema ‘Menyelami Spirit Otista dalam Membangun Bangsa’ di Aula Desa Lengkong, Bojong Soang, Kabupaten Bandung, Jumat (31/3/2023). 


Diskusi tersebut turut menghadirkan penulis buku Iip Yahya dan Produser Teater Sabtu Sore Lingga Hermawan dengan Pilar Maulid sebagai pemandu jalannya diskusi. 


“Kami ingin menyambung kembali tali sejarah yang sempat terputus dan terutama kami ingin menyebarluaskan kisah perjuangan sosok Oto Iskandar di Nata, tokoh pahlawan nasional yang berasal dari Kabupaten Bandung kepada para pemuda, sebagaimana pesan Bung Karno untuk tidak sekali-kali melupakan sejarah,” kata Ketua Ipmakab Cepi Firmansyah Muttaqin kepada NU Online Jabar. 


Menurutnya, Oto Iskandar di Nata merupakan sosok tokoh pahlawan nasional yang patut diteladani semangat patriotisme dan keberaniannya terutama bagi para pemuda di Kabupaten Bandung.


“Oto pernah mengatakan bahwa dirinya siap menjadi orang pertama yang mengorbankan nyawanya jika memang kemerdekaan Indonesia harus dibayar dengan nyawa. Jadi sampai segitunya, baik dari segi pengorbanan pemikiran dan gerakan inilah yang patut menjadi teladan bagi kita,” ujarnya.


Ketua Departemen Agama, Budaya dan Pariwisata Ipmakab Genta Desta Pratama berharap kegiatan diskusi kedua tentang Oto Iskandar di Nata ini mampu mendongkrak semangat patriotisme para pemuda dan pelajar Kabupaten Bandung sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Oto. 


“Kita ingin para pemuda dan pelajar Kabupaten Bandung semakin mengenal tokoh pahlawan nasional yang berasal dari daerahnya sehingga hal itu diharapkan mampu menumbuhkan ghiroh untuk meneladani apa yang sudah diwariskannya,” kata Genta. 


Kegiatan diskusi ini mendapat sambutan baik dari pemerintah Desa Lengkong dengan mengapresiasi penyelenggaraan diskusi tentang Oto Iskandar di Nata. Menurutnya, ini merupakan bentuk nyata peran pemuda hari ini untuk kembali menumbuhkan jiwa patriotismenya. 


“Kegiatan yang luar biasa di mana para pemuda dan pemudi hari ini mencoba kembali untuk memperkenalkan lagi dan mengingatkan kembali bahwa di Kabupaten Bandung ini mempunyai tokoh pahlawan nasional. Ini kegiatan yang sangat bagus,” ungkapnya. 


Turut hadir pada diskusi tersebut Kabid kesbangpol Pa sudiro, Pembina IPMAKAB kang Mufti Anwari, Bendahara desa lengkong, Kecamatan Bojong Soang, Karang Taruna Desa dan Kecamatan, KNPI Bojong Soang, IPNU dan IPPNU Bojong Soang.

 

Sisi Lain Oto Iskandar di Nata
 

Apakah seorang Oto pernah merasa suntuk dalam hidupnya? Pertanyaan sederhana ini mengemuka dari satu keinginan memahami sosok Oto yang lebih manusiawi. Salah satu sisi kemanusiaan seseorang itu adalah merasa suntuk oleh rutinitas atau tekanan dalam hidupnya. Menurut Sjarif Amin atau Mohamad Koerdie (Saumur Jagong, 1983), salah seorang kepercayaan Oto, pada waktu-waktu senggang ia sering diajak ke Bojongsoang. Ia diajak ke sawah milik Oto yang terdapat saung ranggon untuk beristirahat. Sejauh mata memandang, pada masa itu, hanya pesawahan yang terlihat. Lalu tanpa ragu Oto turun ke sawah, berkubang lumpur untuk memeriksa padi yang sebentar lagi akan dipanen. Dalam pandangan Koerdie, Oto seperti merasa senang sekali kalau sudah bobolokot lumpur begitu. Mungkin itulah obat suntuk bagi tokoh kita itu, turun ke sawah.


Ketika bertugas di Pekalongan (1924-28), Oto bersua salah seorang perintis pers Indonesia, Darmosoegito. Mereka kerap berkumpul untuk membicarakan persoalan rakyat pribumi. Karena kegiatan itu, mereka selalu diawasi oleh seorang intel. Begitu tahu ada intel yang selalu menguping pembicaraan, mereka bukan mengehentikan diskusi melainkan semakin beremangat. Suatu hari Oto malah meminta si intel ikut masuk saat diskusi berlangsung. Selain disuguhi berbagai penganan dan minuman, intel itu juga dibiarkan mengikuti pembicaraan. Lama-lama intel itu insyaf bahwa yang dibahas oleh Oto dan kawan-kawannya adalah perihal kesulitan hidup masyarakat. Akhirnya, si intel mengundurkan diri dari jabatannya karena tak mau lagi jadi antek-antek penjajah.


Olah raga kegemaran Oto adalah sepak bola. Sebagai kecintaanya kepada sepak bola, Oto pernah menjadi ketua Persib bersama Suprodjo sebaga sekretaris. Suprodjo adalah seorang mantan Digulis. Pada Kabinet V yang dibentuk 3 Juli 1947 di bawah Perdana Menteri Amir Sjarifuddin, Suprodjo terpilih sebagai Menteri Sosial. Kegemaran sepak bola itu terus dilakukan Oto sekalipun ia sudah menjadi tokoh pergerakan. Pada 16 Mei 1932 Oto berpartisipasi dalam pertandingan antar-veteranen. Elftal (kesebelasan) Oto berhadapan dengan elftal Husni Thamrin (lihat susunan pemain). Menutup liputan pertandingan itu, redaksi Pandji Poestaka menulis demikian, “Waktu referee meniup peluitnya stand tetap 0-0. Dan sekalian pemain berlari menyerang persediaan limonade. Untung permainan itu hanya 15 menit saja lamanya, kalau tidak tentu banyak lagi yang knock-out (jatuh pingsan).” 

 

Menurut catatan Moehamda Koerdie, Oto adalah sosok yang rendah hati. Tak segan ia menginap bersama dalam satu kamar penginapan yang sederhana dan penuh serangan nyamuk. Sikap itu juga tampak dari kemauan Oto mengunjungi seniornya, tanpa melihat latar belakang pilihan politik. Suatu hari Koerdie diajak menemui Aria Ahmad Djajadiningrat di kampung Jomin, antara Purwakarta dan Cikampek, oleh karena itu ia dikenal sebagai Pangeran Jomin. Pada 1936, Pangeran Jomin itu menerbitkan buku Kenang-kenangan. “Kita mau mendengar tuturan pengalaman orang yang pernah menjadi anggota Dewan Hindia,” katanya. 

 

Oto lahir pada 31 Maret 1987 di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ia adalah anak dari R. Nataatmadja (Haji Rachmat Adam) dan Siti Hadidjah. 


Pewarta: Agung Gumelar


Kabupaten Bandung Terbaru