• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 18 April 2024

Hikmah

Sejak Kapan Muludan Diselenggarakan?

Sejak Kapan Muludan Diselenggarakan?
Ilustrasi: NUO
Ilustrasi: NUO

Oleh: KH Husein Muhammad
Pertanyaan kita sekarang adalah siapakah di antara kaum muslimin yang mengawali peringatan atas kelahiran Nabi ini?. 

Imam al-Suyuthi menginformasikan kepada kita bahwa penguasa Irbil, sebuah kota yang terletak di negara Irak bagian utara, Raja al-Muzhaffar Abu Sa’id Kaukibri, adalah orang pertama yang menyelenggarakan peringatan kelahiran nabi secara megah dan besar-besaran.

Perayaan ini dihadiri oleh para pejabat kerajaan, para ulama dari berbagai disiplin ilmu dan para kaum sufi. Kehadiran para ulama dan kaum sufi ini dipandang bahwa mereka menganggap perayaan atau peringatan tersebut sah adanya, tak melanggar aturan agama. Mereka menganggap perayaan ini adalah sesuatu yang baik, meski tak pernah dilakukan oleh Nabi atau para sahabatnya, karena itu adalah sebuah cara belaka, tak lebih. Ia ekspresi budaya. 

Ibn Khallikan, dalam kitab Wafayat al-A`yan wa Anba Abna al Zaman

كان ( الامام  الحافظ ابن دحية] من أعيان العلماء ومشاهير الفضلاء، قدم من المغرب فدخل الشام والعراق واجتاز بإربل سنة أربع وستمائة فوجد ملكها المعظم مظفر الدين بن زين الدين يعتني بالمولد النبوي فعمل له كتاب التنوير في مولد البشير النذير، وقرأه عليه بنفسه فأجازه بألف دينار

“Imam al-Hafizh Ibn Dihyah, seorang tokoh ulama termasyhur, datang dari Moroco menuju Syam dan kemudian ke Iraq. Ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijrah, beliau mendapati Sultan al-Muzhaffar, raja Irbil tersebut memberikan perhatian sangat besar terhadap perayaan Maulid Nabi. Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “al-Tanwir Fi Maulid al-Basyir an-Nadzir”. Karya ini dipersembahkan untuk Sultan al-Muzhaffar, dan sang Sultan memberinya 1000 dinar”.

Sesudah itu, perayaan Maulid diselenggarakan di mana-mana di seluruh dunia dengan caranya masing-masing. 

Di Turki, seminggu menjelang Maulid, masjid-masjid dihiasi dengan lampu-lampu dan lampion-lampion warna warni. Halaman rumah penduduk dibersihkan dan dicat putih. 

Selain Turki, perayaan ini juga diselenggarakan setiap tahun di Kairo, Mesir. Di kota ini pada  masa lampau, “para penguasa Mamluk”, cerita Annemarie Schimmel, dalam bukunya yang menarik "Muhammad Utusan Allah “perayaan besar-besaran untuk memperingati Maulud diselenggarakan di pelataran benteng Kairo. Ruas-ruas jalan penuh sesak oleh manusia”.

Maulid Nabi di Mesir juga  diadakan di  masjid al-Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib. Ribuan masyarakat muslim, kebanyakan para pengikut tarekat,  hadir di sana. Mereka datang dengan jalan kaki berbondong-bondong, sendirian maupun berombongan, memenuhi jalanan dan mengepung masjid di Khan Khalili itu. 
Di Pakistan, belakangan ini, perayaan Maulid diselenggarakan di Minar-e-Pakistan Lahore sejak malam pada tanggal 11 dan 12 Rabiul Awwal. Perayaan Maulid ini dipandang sebagai pertemuan kolosal terbesar. Ribuan umat Islam berkumpul mendengarkan ceramah atau menonton film sejarah Nabi. 

Al-Ihtifal (perayaan) Maulid Nabi juga diselenggarakan di hampir seluruh dunia Islam: Syria, Lebanon, Yordania, Palestina, Iraq, Kuwait, Uni Emirat Arab, Sudan, Yaman, Libya, Tunisia, Al Jazair, Maroko, Mauritania, Djibouti, Somalia, Turki, Pakistan, India, Sri Lanka, Iran, Afghanistan, Azerbaidjan, Uzbekistan, Turkistan, Bosnia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan lain-lain. Dalam waktu belakangan Maulid Nabi juga diadakan di sejumlah negara Eropa (Barat).  

Di Indonesia, perayaan maulid Nabi diselenggarakan di surau-surau, masjid-masjid, majelis-majelis ta’lim, di pondok-pondok pesantren dan di berbagai lembaga social, keagamaan bahkan instansi-instansi pemerintahan. Tradisi peringatan Maulid, di Cirebon biasa disebut Muludan, paling megah dan dihadiri ratusan ribu orang diadakan di Kraton-Kraton di Jawa dan luar Jawa, terutama Yogya, Solo dan Cirebon. Di Keraton Jogja dan Solo, puncak peringatan Maulid disebut “Grebeg Muludan”. Sebuah ritual di mana raja membagi-bagikan makanan yang dikemas dalam bentuk seperti gunung untuk diperebutkan rakyat. Ia diadakan pada setiap malam 12 Rabiul Awal.

Sumber: FB Husein Muhammad


Hikmah Terbaru