• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Hikmah

KOLOM BUYA HUSEIN

Ramadhan di Pesantren; Sebuah Kenangan (3)

Ramadhan di Pesantren; Sebuah Kenangan (3)
(Foto: FB Husein Muhammad).
(Foto: FB Husein Muhammad).

Aktifitas pesantren lain pada dan selama Ramadan adalah "Ngaji Pasaran", begitu istilah yang populer di kalangan para santri. Yakni mengaji kitab "turats", klasik, yang harus khatam dalam bulan ramadan. Hampir di semua pesantren di Jawa menyelenggarakan kegiatan ini. Ngaji pasaran atau " Pasanan" diadakan dari pagi sampai tengah malam, jam 00.00. Praktiknya adalah Kiai/qari membaca dan memaknai kitab yang dipilih untuk diaji.


Sementara para santri atau para peserta "Ngaji Pasaran", mencatat makna yang disampaikan kiyai/qari tadi. Kegiatan ini dimulai sejak usai salat Subuh sampai zhuhur. Usai shalat, kegiatan ini kemudian dilanjutkan sampai shalat Ashar. Lalu, setelah shalat Ashar dilanjutkan kembali sampai menjelang Maghrib.


Untuk beberapa saat kegiatan ngaji dihentikan, memberikan kesempatan kepada para santri untuk beristirahat, berbuka puasa, shalat Maghrib dan Tarawih. Kemudian usai shalat Tarawih dilanjutkan kembali sampai jam 00.00 malam, kadang 00.01. Ngaji pasaran ini berlangsung setiap hari sampai tanggal 25 Ramadhan.


Para kiai dan ustaz di Pondok Pesantren Darut Tauhid, mendapat bagian untuk memimpin pengajian kitab, dengan materi dan waktu yang berbeda-beda. Abah Inu—panggilan akrab KH. Ibnu Ubaidillah, pengasuh utama—misalnya, memimpin pengajian kitab dari jam 9 pagi sampai Zhuhur. Dilanjutkan ba'da zhuhur sampai shalat maghrib. Diselingi shalat Ashar. Dilanjutkan ba'da shalat Tarawih. Kitab yang diaji kebanyakan kitab-kitab hadits atau “Kutub al-Sittah”, kitab “Shahîh al-Bukhari” “Shahîh Muslim”, "Sunan Abi Daud", "Sunan Nasai", "Sunan Ibnu Majah", dan "Sunan Tirmizi". Atau, kadang-kadang, mengaji kitab al-Muwaththa` karya Imam Malik dan "Musnad Ahmad"Kitab-kitab ini berjilid-jilid, ribuan halaman. Beliau juga suatu saat membaca kitab "Fathul Wahab", sebuah kitab Fiqh mazhab Syafii standar.


Saya pernah mengusulkan beberapa kitab kepada Abah Inu, seperti kitab “Qawâ’id al-Ahkâm fî Mashâlih al-Anâm” (kaidah fikih) karya Izzuddin ibn Abdissalam, Sultan para ulama dan kitab “Mîzân al-Kubrâ” (tasawuf) karya Imam al-Sya’rani untuk dibacakan kepada para santri. Waktu itu pemikiran saya katakankah "sudah modern". He he, ngaku sendiri saja. Kitab ini tidak banyak dikaji di pesantren, padahal menurutku bagus sekali. Abah Inu sebenarnya tidak menolak untuk mengaji kitab-kitab tersebut, tetapi beliau lebih memilih ngaji kitab-kitab hadits, karena beliau memang pakar di bidang hadits.


Bila dilihat dari latar belakangnya, Abah Inu adalah murid dari Sayyed Muhammad al-Alawi al-Maliki, seorang pakar hadits (Muhaddits) terkenal di Makkah, Saudi Arabia. Beliau dan kakak saya Kiyai Hasan Thuba mengaji kepada beliau. Kakak kandung saya ini, setelah pulang dari mondok di pesantrennya Sayed Muhammad Al-Alawi al-Maliki di Rushaifah, Makkah, kemudian diambil menantu oleh Kiyai Mushlih atau yang dikenal Kiyai Shoim, pengasuh pesantren Tanggir, Tuban, Jatim dan wafat di sana. Alfatihah.


Aku sendiri membaca sejumlah kitab, ukuran kecil/tipis. Antara lain : "Al-Tibyan fi Adab Hamalah al-Qur'an", "'Risalah Mu'awanah", "al-Nashaih al-Diniyyah", "al-Riyadh al-Badi'ah", 'Izhah al-Nasyi-in", dan lain-lain.


Selain kitab-kitab klasik atau populer di pesantren sebagai Kitab Kuning, aku memberanikan diri membaca/mengaji kitab baru berjudul " Al Syari'ah al Islamiyah Baina al Muhafizhin wa al Mujaddidin, karya Dr. Farouq Abu Zaid, "Alla Madzhabiyah Akhtharu Bid'ah Tuhaddid al Syari'ah", karya Dr. Sa'id Ramdhan al Buthy" dan "Hujjah Allah al Balighah", karya besar Syah Waliyullah al Dahlawi, Delhi, India.


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU


Hikmah Terbaru