• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Hikmah

Kisah Hasan bin Abil Hasan dan Penyembah Api yang Bertaubat

Kisah Hasan bin Abil Hasan dan Penyembah Api yang Bertaubat
Ilustrasi: NU Online
Ilustrasi: NU Online

Hasan bin Abil Hasan adalah sahabat yang menjadi pembantu dari juru tulis Nabi Muhammad saw, Zaid bin Tsabit. Ia lahir di Kota Madinah pada 21 H/ 624 M, dan wafat di Bashrah pada tahun 110 H/728 M. 

Bagi teolog-teolog dari kalangan Mu’tazilah, ia dipandang sebagai salah seorang dari pendiri gerakan mereka dan menganggap ‘Amr bin ‘Ubaid dan Wasil bin Atha’ sebagai muridnya. Ketika di Bashrah, ia dijuluki Hasan si pedagang mutiara karena profesinya sebagai seorang pedagang batu mutiara. 

Hasan bin Abil Hasan dibesarkan di Bashrah, karena itulah ia biasa bertemu dengan para sahabat Nabi, di antaranya dengan tujuh puluh sahabat yang ikut dalam Perang Badar. 

Suatu ketika, Hasan diminta untuk menjenguk tetangganya yang sakit dan sedang sakaratul maut. Ia bernama Simeon yang dikenal sebagai seorang penyembah api, para sahabat yang lain memintanya untuk sudi kiranya Hasan mengunjungi tetangganya yang sedang sakit itu. 

Dikisahkan dari kitab Tadzkiratul Aulia (Kenangan Para Wali) karya Fariduddin Attar seorang penyair dari Persia pada abad ke-13. Singkat cerita, Hasan bin Abil Hasan akhirnya sudi mengunjuni tetangganya yang sedang sakit itu, dan terjadilah percakapan di antara keduanya. 

“Takutlah kepada Allah,” ujar Hasan menasehati. “Engkau telah menyia-nyiakan seluruh usiamu di tengah-tengah api dan asap,”

“Ada tiga hal yang mencegahku untuk menjadi seorang Muslim,” jawab Simeon. “Pertama, kenyataan bahwa walaupun kalian membenci keduniawian, tapi siang dan malam kalian mengejar kekayaan. Kedua, kalian mengatakan bahwa mati adalah suatu kenyataan yang harus dihadapi. Namun, kalian tidak bersiap-siap menghadapinya. Ketiga, kalian mengatakan bahwa wajah Allah akan terlihat, namun hingga saat ini kalian melakukan segala sesuatu yang tidak diridhai-Nya,” jelas Simeon. 

“Inilah ucapan dari manusia-manusia yang sungguh-sungguh mengetahui,” jawab Hasan atas pernyataan Simeon. “Jika orang-orang Muslim berbuat demikian, apa pulakah yang hendak engkau katakan? Mereka mengakui ke-Esaan Allah dengan engkau menyembah api selama tujuh puluh tahu, dan aku tak pernah berbuat seperti itu. Jika kita sama-sama terseret ke dalam neraka, api neraka akan membakar diriku dan dirimu, tetapi jika Allah mengizinkan, api tidak akan berani menghanguskan sehelai rambut pun pada tubuhku,” lanjut Hasan. 

“Hal ini karena api diciptakan Allah dan segala ciptaan-Nya tunduk kepada perintah-Nya. Walaupun engkau menyembah api selama tujuh puluh tahun, marilah kita sama-sama menaruh tangan kita ke dalam api agar engkau dapat menyaksikan sendiri betapa api itu sesungguhnya tak berdaya dan betapa Allah itu Maha Kuasa,” ajak Hasan kepada Simeon.

Selepas berkata seperti itu, tiba-tiba Hasan memasukkan tangannya ke dalam apai. Namun, betapa terkejutnya Simeon yang menyaksikan tidak sedikit pun tangan Hasan yang terbakat atau cedera. Menyaksikan hal itu, Simeon terheran-heran, fajar pengetahuan terheran-heran olehnya. 

“Selama tujuh puluh tahun aku telah menyembah api,” Simeon mengeluh. “Kini hanya dengan satu atau dua hembusan nafas saja yang tersisa, apakah yang harus kulakukan,” tanya Simeon. 

“Jadilah seorang Muslim,” jawab Hasan. 

“Jika engkau memberiku sebuah jaminan tertulis bahwa Allah tidak akan menghukum diriku, barulah aku akan menjadi Muslim. Tanpa jaminan itu aku tidak akan sudi menjadi seorang Muslim,” kata Simeon.

Hasan kemudian mengabulkan permintaannya dengan membuat surat jaminan itu, kemudian ia berkata “Kini susullah orang-orang yang jujur di kota Bashraj untuk memberikan kesaksian mereka di atas surat jaminan tersebut”. 

Simeon mengucurkan air mata dan menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim. Kemudia, ia menyampaikan wasiatnya kepada Hasan, “Setelah aku mati, mandikanlah aku dengan tanganmu sendiri, kuburkanlah aku dan selipkan surat jaminan itu di tanganku sebagai bukti bahwa aku adalah seorang Muslim,” pinta Simeon. 

Setelah berwasiat, Simeon mengucapkan dua kalimat syahadat dan menghembuskan nafas terakhirnya. Mereka memandikan jenazah Simeon, menshalatkannya dan menguburkannya dengan sebuah surat jaminan di tangannya. 

Dari cerita di atas kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran. Pertama, keteguhan iman seorang Hasan bin Abil Hasan yang memberanikan tanganya dimasukkan ke dalam api. Kedua, sikap murah hati yang diperlihatkan Hasan bin Abil Hasan yang sudi mengunjungi tetangganya yang sedang sakit walaupun ia adalah seorang penyembah api. Kedua, sikap sabar yang ditunjukkan Hasan ketika menjawab setiap pertanyaan Simeon dan mengabulkan apa yang diinginkannya. 

Penulis: Agung Gumelar
 


Hikmah Terbaru