• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Hikmah

Ketika Ajengan Ilyas Kehilangan Tas di Pasar Senen

Ketika Ajengan Ilyas Kehilangan Tas di Pasar Senen
KH. Moh Ilyas Ruhiat bersama Menteri Agama Prof. Munawwir Syadzali dalam sebuah acara. Foto: dok. keluarga Cipasung.
KH. Moh Ilyas Ruhiat bersama Menteri Agama Prof. Munawwir Syadzali dalam sebuah acara. Foto: dok. keluarga Cipasung.

Oleh Kang Uyan

Pagi itu setelah mengaji subuh, saya dipanggil Kang Nano, salah seorang santri senior yang biasa menjadi supir Ajengan Ilyas. Saya dimintanya untuk ikut mengantar Ajengan ke bandara Soekarno Hatta. Ajengan akan menyertai rombongan Menteri Agama RI Tarmizi Taher melakukan kunjungan kenegaraan ke tiga negara; Mesir, Maroko dan Saudi Arabia.

Menjelang siang, mobil pribadi Ajengan Ilyas, si-Zebra, mulai melaju keluar dari pintu gerbang Pondok Pesantren Cipasung. Saat itu, kami melalui rute Garut, Bandung, Cianjur, Bogor. Kami akan transit di Gedung PBNU. Ajengan Ilyas sudah menjadi Rais Aam PBNU.

Selama di perjalanan, saya duduk di kursi paling belakang. Jika Kiai Ilyas minta dipijit, saya segera pindah duduk di samping beliau di kursi tengah. Setelah cukup, saya pindah lagi ke belakang, sesuai permintaaan beliau. Maksudnya agar saya juga bisa istirahat. Selama menempuh perjalanan itu, beliau tak pernah berhenti berdzikir. Lisannya hanya berhenti melafadzkan dzikir saat terkantuk saja. 

Setelah sampai gedung PBNU, kami diantar oleh staf sekretariat menuju sebuah hotel sederhana di belakang gedung.

Besok paginya, kami bersiap menuju Bandara Soekarno-Hatta. Namun karena ada aturan protokol, rombongan yang akan menyertai Mentri Agama harus berpakaian resmi, yaitu jas plus celana dan sepatu. Karena Kyai Ilyas hanya punya satu stel jas saja, maka beliau pun terpaksa harus membeli satu stel lagi untuk salin nanti saat di luar negeri. Kami pun menuju Pasar Senen. 

"Inilah resiko ikut pejabat Yan, pakaian saja diatur," canda beliau dalam bahasa Sunda sambil tersenyum. 
Sesampainya di Pasar Senen, dengan diarahkan oleh Kang Nano, kami berjalan menuju deretan toko pakaian. Saya berjalan di belakang sambil membawa tas beliau. Setelah mendapat jas yang cocok, kami pun kembali ke tempat parkiran mobil. 

Alangkah kagetnya Kang Nano, ternyata pintu mobil sudah tidak terkunci.

"Astagfirullah, pintu mobil ada yang nyongkel, Pak," kata Kang Nano dengan suara gugup.

"Coba periksa, ada yang hilang nggak?," pinta Ajengan. 

Kang Nano pun langsung masuk mobil.

"Tas Bapak yang satu lagi hilang."

Tas itu berisi surat-surat penting, dan uang yang disiapkan oleh Ibu Nyai Dedeh Fuadah. Saat itulah saya menyaksikan keluhuran akhlak Sang Guru. Beliau yang akan bepergian jauh, kehilangan tas yang isinya barang penting dan berharga. Saya lihat raut wajah beliau tak sedikit pun menampakkan kekecewaan apalagi menyalahkan Kang Nano atau saya. 

"Innalilahi ..., musibah No. Nanti kalau kembali ke Cipasung, sampaikan kepada Ibu, doakan agar Bapak tabah.”

Setelah itu beliau tidak lagi membahas kehilangan tasnya. Kami kembali masuk mobil dan lisan Ajengan Ilyas kembali basah dengan dzikir. 

Subhanallah ... itulah kenangan saya menemani guru tercinta, Ajengan Santun dari Cipasung.

Alfatihah ...

Penulis adalah Ketua Umum MPP Keluarga Alumni Cipasung. Kang Uyan adalah nama akrab KH A Ruhyat Hasby, Ketua PCNU Karawang.
 


Editor:

Hikmah Terbaru