• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Hikmah

Habib Luthfi Jelaskan Makna di Balik Bacaan Doa Sebelum Makan

Habib Luthfi Jelaskan Makna di Balik Bacaan Doa Sebelum Makan
Maulana Habib Luthfi bin Yahya. (Foto: Istimewa)
Maulana Habib Luthfi bin Yahya. (Foto: Istimewa)

Bandung, NU Online Jabar

Maulana Habib Luthfi bin Yahya menjelaskan makna luar biasa yang terkandung dalam doa sebelum makan. Dengan bahasa yang sederhana, Rais Aam Jamiyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyah itu mencoba menguraikannya sebagai berikut. 

 

Namun sebelumnya, berikut lafadz bacaan doa sebelum makan: 

 

 اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 

Allahumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa wa qinaa ‘adzaa bannaar

 

Artinya, “Berkahilah rezeki yang Engkau berikan kepada kami, dan karuniakanlah rezeki yang lebih baik dari itu dan peliharalah kami dari siksa api neraka."

 

Melansir dari laman JATMAN, Habib Luthfi mulai menjelaskan dari lafadz اَللّٰهُمَّ yang berarti “ya Allah” lalu beliau melanjutkan بَارِكْ لَنَا “berkahilah kami”, sampai pada kalimat ini beliau mulai membuka penjelasan yang menarik. Mengapa tidak menggunakan kalimat berkahilah saya, tetapi yang digunakan adalah berkahilah kami. Dalam doa ini tidak menggunakan kalimatul mufrod tetapi menggunakan lafzhul jama’ sebagai bentuk kepedulian dari seluruh komponen yang terlibat dalam proses menyiapkan makanan dari lahan (from farm) hingga tersaji di meja (to table) mulai dari yang mencangkul dan mengolah tanah, menebar bibit, memupuk, hingga panen, mengolah biji, hingga memasak hingga siap disajikan dan disantap.

 

Penjelasan Maulana al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya ini menyentakkan pemikiran akan suatu sistem yang mulai muncul di tahun 2020 namun sempat terhenti gaungnya akibat pandemi Covid-19 dan baru tumbuh lagi pada tahun 2022 sehingga diprediksi akan sangat berkembang pesat mulai tahun 2023, dengan target capaian pada tahun 2030 seiring dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGS) yaitu Halal Supply Chain dengan lingkup besarnya adalah Halal Value Chain.

 

Maulana al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya saat itu sedang menjelaskan tentang keberkahan dari rantai pasok (halal value chain). Halal value chain adalah rangkaian kegiatan yang menghasilkan nilai tambah pada setiap proses yang meliputi produksi, distribusi, dan pemasaran barang dan/atau jasa sampai ke tangan konsumen, yang memenuhi aspek kepatuhan terhadap nilai dan prinsip syariah.

 

Bentuk kepedulian (awareness) merupakan dasar dalam halal value chain sehingga seluruh produk terutama produk pangan terjamin kehalalannya dari lahan pertanian hingga tersaji kepada konsumen (from farm to table). Komponen yang tadinya tidak saling mengenal, tidak kenal siapa yang mencangkul, tidak kenal siapa yang menanam, tidak kenal siapa yang merawat tanaman, memupuk, mencegah dan menangani hama, memanen, mengolah, membawa ke pasar, memasak hingga menyajikan, tetapi dalam prinsip dasar halal value chain, kepedulian sangat vital diperlukan dalam bentuk traceability dan trustability, ketelusuran dan kepercayaan. Bagaimana produk pangan dapat ditelusur dari lokasi lahan pertanian, pabrik yang mengolah, hingga pasar yang menjual dan usaha kuliner.

 

Kalimat selanjutnya yaitu فِيْمَا رَزَقْتَنَا yang berarti “dalam rezeki yang telah Engkau berikan kepada kami”. Jika digabungkan dengan kalimat doa sebelumnya maka berarti ya Allah berikanlah keberkahan kepada kami dalam rezeki yang telah Engkau berikan kepada kami. Berkah secara umum dapat diartikan sebagai karunia Allah SWT yang membawa kebaikan dalam hidup manusia. Makna berkah secara lebih spesifik dapat diartikan sebagai berikut:

 

1.    Bermanfaat bagi manusia untuk kelangsungan hidupnya di Bumi.

2.    Kebajikan yang melimpah.

3.    Kebaikan yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia.

4.    Kenikmatan dan kebaikan yang berkesinambungan.

5.    Selalu bertambah dan melimpah kebaikannya

6.    Bertambah dan berlimpahnya kebaikan dalam kebersamaan.

7.    Lahan/lingkungan yang lestari dan subur yang dikelola secara mandiri, independen tanpa tekanan dari pihak manapun.

8.    Suatu tempat yang baik, damai dan aman.

9.    Suatu mata rantai kebaikan yang berkesinambungan dan saling terimplikasi

 

Dalam halal value chain akan terjadi pembentukan ulang terhadap struktur nilai tambah. Hal ini berkaitan dengan kelemahan dalam value chain konvensional yaitu tidak terjadinya keadilan dalam pembagian margin antar pihak-pihak yang ada didalam rantai nilai tersebut. Halal value chain seharusnya memiliki karakteristik sebagai berikut (Bank Indonesia, 2017):

 

Distribusi margin yang lebih adil antara pelaku usaha, terutama di sisi pelaku usaha yang paling lemah/produksi. Dilaksanakan secara komunal atau berbasis masyarakat dengan mengembangkan basis community development. Rangkaian program yang komprehensif termasuk keterlibatan pembiayaan yang terintegrasi baik melalui institusi keuangan komersial dan keuangan sosial.

 

Arah pengembangan hubungan antar pelaku ke depan sustainable (long continual business relationship) yang disupport dengan basis trust dan confidence.

 

Dakwah ini ditutup dengan kalimat وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ “dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka”. Makna jauhkanlah kami dari siksa api neraka dalam konteks halal value chain dapat diartikan dengan penerapan syariah Islam yang baik dalam rantai nilai atau rantai pasok maka mampu menekan praktik-praktik kecurangan dan kemudharatan ekonomi, mengoptimalkan pengelolaan harta dalam bentuk investasi maupun anggaran belanja yang lebih aman, efektif dan multi manfaat, meminimalkan bahkan menghilangkan penggunaan senyawa-senyawa yang membahayakan bagi kesehatan, mereduksi kerusakan lingkungan dan menjaga kelestarian lingkungan serta terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Hal tersebut juga diingatkan oleh Maulana al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya bahwa ketahanan dan kedaulatan pangan bangsa Indonesia tidak hanya bertumpu kepada satu atau dua orang saja, tetapi dari seluruh komponen masyarakat.

 

Maulana al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya dalam dakwah ini telah merangkum sekaligus mengintegrasikan kelima unsur pokok dalam maqashid syariah yaitu agama (al-din), jiwa (al-nafs), akal (al-‘aql), harta (al-mal) dan keturunan (al-nasl) sebagai dasar dalam membangun halal value chain di Indonesia sebagai langkah menuju ketahanan dan kedaulatan pangan bangsa Indonesia.

 

Pesan tersirat yang disampaikan oleh Maulana al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya dalam dakwah penutup tahun 2022 sekaligus penyambut tahun baru 2023 bahwa seluruh jamaah perlu mempersiapkan membentuk rantai pasok halal yang berkelanjutan dengan mulai dibangunnya sistem korporasi masyarakat sehingga mampu memberikan keberkahan dalam setiap aktivitas ekonomi sosial sebagai upaya untuk mencegah kemudharatan dan mencapai keberkahan yang berkesinambungan dan langgeng.

 

Editor: Agung Gumelar


Hikmah Terbaru