Taushiyah

Agama Fitrah

Selasa, 13 Mei 2025 | 14:47 WIB

Agama Fitrah

Agama Fitrah. (Ilustrasi: NU Online Jabar/Freepik).

Sebagai agama wahyu yang terakhir, Islam merupakan agama fitrah yang sesuai dengan naluri dan tabiat alami manusia. Ajaran Islam bukanlah suatu angan-angan atau khayalan yang sulit direalisir, tapi merupakan kenyataan yang bisa dipraktikkan oleh setiap orang, apabila menghendaki hal itu.


Ajaran Islam bersifat wajar, tidak musykil atau menyulitkan. Peraturan-peraturan yang diterapkan Islam, sesuai dengan keadaan dan kemampuan manusia, serta tidak bertentangan dengan nurani dan pikiran yang sehat.


فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ


"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Rum, 30:30).


Risalah Islam disebarkan untuk semua bangsa dalam rangka memperbaiki citra mereka yang telah rusak oleh kepercayaan dan keyakinan yang menyesatkan. Manusia diarahkan agar kembali kepada fitrah Allah s.w.t., yaitu agama yang hak dan jalan yang benar. Umat manusia dalam perjalanan panjangnya selam berabad-abad telah banyak yang dirusak oleh kepercayaan yang sesat dan perilaku yang tidak terpuji. Dengan risalah Islam itu, mereka dibimbing kembali agar menuju ke jalan yang benar, yaitu jalan yang diridhai oleh Allah Swt.


Setiap individu manusia dari kalangan manapun dan dari ras apapun, pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah atau kesucian. Mereka mempunyai modal dasar yang sama, baik yang ada dalam kejadian fisik, ataupun kejadian ruhaniahnya. Orangtua, lingkungan, dan pendidikannya yang akan membentuk orang itu menjadi baik atau buruk, menjadi terpuji atau tercela. Baik atau buruknya seseorang juga ditentukan oleh sikap pribadinya dalam memilih jalan yang ditempuh. Manusia memiliki akal pikiran, dengan karunia itu dia dapat membedakan yang baik dan yang buruk, yang terpuji dan tercela, bagi dirinya sendiri atau masyarakatnya.


Sebagai agama fitrah, Islam mengajarkan kepada umatnya agar mewujudkan kemudahan dan menghindari kesulitan.


يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ


"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu," (QS. Al-Baqarah, 02:185).


Orang-orang yang mempersulit dalam berbagai hal, termasuk dalam ajaran agama, akan terjerembab dalam kesulitan dan menyusahkan diri sendiri. Agama Islam itu mudah dan gampang untuk diamalkan dalam praktik kehidupan sehari-hari.


إنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، ولَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أحَدٌ إلَّا غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وقَارِبُوا، وأَبْشِرُوا، واسْتَعِينُوا بالغَدْوَةِ والرَّوْحَةِ وشيءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ.


"Sesungguhnya agama itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali ia akan dikalahkan (oleh kesulitan itu). Maka berlakulah lurus (pertengahan), mendekatlah (pada kebenaran), bergembiralah, dan mohonlah pertolongan (dengan amal) di waktu pagi, petang, dan sebagian malam." (HR. Bukhari, no. 39).


Selain mudah dan familiar, Islam juga mengarahkan umatnya agar bersikap optimis, mengembangkan paham optimisme dan menghilangkan sikap pesimisme. Dengan bersikap otimis dan memiliki harapan yang agung di masa depan, kesuksesan demi kesusesan akan cepat diraih dalam kehidupan umat manusia. Ketika Nabi s.a.w. melantik Muadz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari sebagai gubernur di Yaman bagian Barat dan Timur, beliau berpesan dengan singkat:


يَسِّرَا وَلاَ تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلاَ تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلاَ تَخْتَلِفَا


"Permudahlah oleh kamu berdua dan jangan mempersulit, gembirakanlah mereka dan jangan kamu takut-takuti, bersepakatlah kamu berdua, dan jangan bersilang sengketa." (HR. Muslim, 4623).


Tugas pokok setiap orang muslim mengarahkan dakwahnya pada sikap optimisme, mengagungkan citra Islam dan memberantas sikap pesimisme dan membuang jauh-jauh pemahaman agama yang tidak sesuai dengan fitrah dan nurani manusia.


DR. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU