Ustadz Mubasyarum: Jadikan Bencana Sebagai Bahan Introspeksi
Kamis, 9 September 2021 | 16:00 WIB
Dewan Pembina Pesantren Raudlatul Qur’an, Ustadz M. Mubasysarum Bih mengungkapkan pandangan Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam menyikapi bencana alam yang melanda orang mukmin.
“Menurut pandangan Syekh Abdul Qadir al-Jilani, bencana tidak datang sebagai azab bagi orang mukmin. Namun sebaliknya sebagai bentuk cobaan,” jelas Ustadz Mubasyarum dikutip dari laman NU Online.
Syekh Abdul Qadir al-Jilani, lanjutnya, berkata ketahuilah bahwa cobaan tidak datang kepada seorang mukmin untuk merusaknya, namun datang untuk menguji keimanananya.
Ia menuturkan, bencana alam yang melanda di Indonesia sering kali dikaitkan oleh beberapa kalangan dengan kepentingan politik. Bertubi-tubinya bencana tersebut juga dikaitkan dengan rezim pemerintahan yang menyimpang dan zalim. Bencana yang melanda warga negara disebut-sebut sebagai azab yang diturunkan oleh Allah SWT.
“Menurut pemilik julukan Sulthânul Auliyâ’ (pemimpin para wali) itu, mukmin diberi musibah oleh Allah, agar diuji sebatas mana tingkat keimanannya. Apakah ia semakin jauh dari Tuhan, apakah semakin dekat. Banyak kita jumpai, orang yang terkena bencana, ia frustasi, pesimis, bahkan cenderung menyalahkan Tuhan,” tambahnya.
Bagi kaum beriman, bencana yang melanda Indonesia hendaknya menjadi bahan introspeksi diri akan kesalahan-kesalahan. Mungkin, masih banyak melakukan kemaksiatan ataupun masih sering menyakiti orang lain, bahkan masih sering melalaikan kewajiban-kewajiban.
“Hal tersebut senada dengan ungkapan oleh Sayyidina Umar bin Khattab, introspeksilah diri kalian sebelum amal kalian diteliti, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang,” jelasnya.
Fenomena bencana alam bukan justru menjadi ajang untuk mengintrospeksi amal orang lain atau mencari-cari kesalahannya. Apalagi mengambing-hitamkan terjadinya bencana atas perbuatan atau kebijakan pihak tertentu. Hal tersebut bukan merupakan sikap yang ideal bagi seorang mukmin.
“Agama melarang seorang mukmin untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Ditegaskan dalam firman-Nya, dalam surat al-Hujurat: 12, Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain," tegasnya.
Terkait larangan dalam ayat tersebut, lanjut, Al-Imam Al-Baghawi menjelaskan bahwa tajassus adalah meneliti aib-aib manusia. Allah melarang meneliti urusan yang samar dari orang lain, dan melarang meneliti aib-aib mereka. Sehingga ia tidak memperlihatkan aib orang lain yang telah ditutupi oleh Allah.
Dengan demikian Ustaz Mubasyarum berpesan, sebagai orang yang beriman, hendaknya kita memahami bahwa bencana tersebut sesungguhnya merupakan cobaan bagi kita semua. Bencana mengajarkan kepada kita untuk menjadi pribadi mukmin yang lebih berkualitas lagi, lebih dewasa menghadapi perbedaan-perbedaan, bukan justru sebaliknya.
“Demikianlah sikap kita saat negara kita dilanda bencana menurut pandangan Syekh Abdul Qadir al-Jilani. Semoga para korban bencana diberi tempat yang layak di sisi-Nya, diampuni segala dosa-dosanya dan diterima amalnya. Semoga keluarga korban diberi kesabaran dan ketabahan,” tutupnya.
Editor: Riki Baehaki
Sumber: NU Online