• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Ubudiyah

Shalat Malam dalam Bulan Ramadhan (1): Landasan Hukum dan Cara Mengerjakannya

Shalat Malam dalam Bulan Ramadhan (1): Landasan Hukum dan Cara Mengerjakannya
(Ilustrasi NU Online)
(Ilustrasi NU Online)

Oleh KH Zakky Mubarak

Landasan Hukumnya

Mengerjakan shalat malam di bulan Ramadhan yang terdiri dari shalat Tarawih dan shalat Witir, hukumnya sunnah muakkad atau ibadah sunnah yang sangat dianjurkan bagi pria dan wanita, baik dikerjakan secara berjamaah atau sendiri-sendiri. Waktunya dikerjakan sesudah shalat Isya sampai akhir malam. Shalat malam bulan Ramadhan dinamai shalat Tarawih, diambil dari kata “Tarwihah” yang artinya rileks atau bersenang-senang. Shalat itu dinamai demikian karena dikerjakan secara rileks dan menyenangkan, dengan istirahat setiap selesai empat rakaat.

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Rasulullah SAW menganjurkan agar mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan, akan tetapi tidak mewajibkannya. Beliau bersabda: “Siapa yang mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan dengan iman dan ikhlas, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Hadis Shahih, riwayat Bukhari: 36 dan Muslim: 1267. teks hadis riwayat al-Bukhari).
Aisyah r.a. menuturkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَتَحَدَّثُونَ بِذَلِكَ فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلَةِ الثَّانِيَةِ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَذْكُرُونَ ذَلِكَ فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطَفِقَ رِجَالٌ مِنْهُمْ يَقُولُونَ الصَّلَاةَ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ثُمَّ تَشَهَّدَ فَقَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ شَأْنُكُمْ اللَّيْلَةَ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ صَلَاةُ اللَّيْلِ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا

“Sesungguhnya Rasulullah SAW keluar pada suatu malam, kemudian shalat di masjid. beberapa orang sahabat mengikuti shalat Nabi tersebut, Esok harinya banyak orang menceritakan hal itu. Pada malam kedua Rasulullah SAW keluar untuk mengerjakan shalat, orang-orang berkumpul lebih banyak lagi, mereka mengerjakan shalat bersama beliau. Esok harinya orang-orang lebih banyak membicarakannya, maka pada malam ketiga, orang-orang yang berkumpul di masjid lebih banyak lagi, kemudian Rasulullah keluar dan mengimami mereka shalat. Pada malam keempat, masjid itu tidak mampu lagi menampung para jamaah, dan Nabi SAW tidak keluar menuju masjid, orang-orang berkata, "Mari kita shalat", namun Nabi SAW tidak keluar juga hingga beliau keluar untuk mengerjakan shalat Shubuh. Setelah selesai shalat Shubuh, beliau menghadap pada para jamaah, lalu membaca syahadat, kemudian bersabda: “Amma ba’du (adapun sesudah itu) sesungguhnya aku tidak khawatir akan aktivitas kalian semalam, akan tetapi aku khawatir bila shalat malam itu diwajibkan atas kalian, sehingga tidak mampu melaksanakannya”. (Hadis Shahih, riwayat Bukhari: 1873 dan Muslim: 1271. teks hadis riwayat al-Bukhari).

Cara Mengerjakan Shalat Malam

Tata cara mengerjakan shalat malam, banyak dijumpai berbagai riwayat, antara lain, Riwayat Aisyah r.a.

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ

“Rasulullah SAW mengerjakan shalat, antara shalat Isya dan Shubuh sebelas rakaat, beliau salam setiap dua rakaat dan shalat Witir satu rakaat”. (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 1216).
Riwayat Aisyah yang kedua menjelaskan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِخَمْسٍ لَا يَجْلِسُ فِي شَيْءٍ إِلَّا فِي آخِرِهَا

"Rasulullah pernah mengerjakan shalat malam tiga belas rakaat; dari tiga belas rakaat itu, ia shalat Witir lima rakaat, dan tidak duduk pada rakaat-rakaat itu, kecuali pada rakaat terakhir". (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 1217).

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ عَشْرَ رَكَعَاتٍ وَيُوتِرُ بِسَجْدَةٍ وَيَسْجُدُ سَجْدَتَيْ الْفَجْرِ فَذَلِكَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً

"Rasulullah SAW mengerjakan shalat malam sepuluh rakaat, Witir satu rakaat dan shalat fajar dua rakaat, seluruhnya tiga belas rakaat". (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 1216 dan Abu Dawud: 1137, Ibn Hajar al-Asqalani, 1952:72).
Riwayat Ibn Umar r.a.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ السَّلَام: صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

Dari Ibn Umar r.a. menceritakan, ada seorang lelaki bertanya pada Rasulullah SAW. mengenai shalat malam. Kemudian Rasulullah s.a.w. menjawab: “Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat, lalu bila salah seorang di antaramu khawatir akan masuk waktu Shubuh, maka hendaklah mengerjakan shalat Witir satu rakaat”. (Hadis Shahih, riwayat Bukhari: 936 dan Muslim: 1239. teks hadis riwayat al-Bukhari). 

Riwayat Aisyah r.a.

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي

Dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa ia bertanya pada Aisyah: “Bagaimana shalat Rasulullah s.a.w. dalam bulan Ramadhan?”. Ia menjawab: “Rasulullah tidak pernah shalat (malam) lebih sebelas rakaat baik dalam bulan Ramadhan ataupun bulan lainnya. Beliau mengerjakan shalat empat (rakaat) dan jangan kamu tanya tentang khusyu’ dan lamanya, kemudian beliau mengerjakan shalat empat (rakaat) lagi dan jangan kamu tanya tentang khusyu’ dan lamanya, kemudian mengerjakan shalat tiga rakaat. Aisyah berkata lagi, kemudian saya bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum mengerjakan shalat Witir?”. Nabi SAW menjawab: “Wahai Aisyah, kedua mataku tidur sedang hatiku tidak tidur”. (Hadis Shahih, riwayat Bukhari: 1079 dan Muslim: 1219. teks hadis riwayat al-Bukhari).

Cara Mengerjakan Shalat Tarawih

Dengan memperhatikan hadis-hadis tersebut di atas. Cara mengerjakan shalat Tarawih adalah seperti mengerjakan shalat malam yang lain, yaitu setiap dua rakaat satu salam. Dan kemudian ditutup dengan shalat Witir. Hadis nomor 3 di atas dari sayyidah Aisyah r.a yang menyebutkan “arba’an” (empat rakaat), jika dihubungkan dengan hadis nomor 2 dari Ibn Umar r.a, dapat dipahami bahwa 4 rakaat itu cara mengerjakannya adalah 2 rakaat 2–2 rakaat. Kemudian Nabi SAW beristirahat dan dilanjutkan dengan mengerjakan 4 rakaat berikutnya dengan 2 kali salam, kemudian di tutup dengan shalat witir. Bila kita mengkaji beberapa hadis Nabi SAW seperti yang diuraikan di atas, maka dijumpai banyak riwayat yang menjelaskan bahwa shalat malam, seperti Tahajjud termasuk shalat Tarawih dikerjakan dengan dua rakaat dua rakaat. Setelah itu ditutup dengan Witir. Mengenai shalat Witir banyak disebutkan jumlah rakaatnya, sesuai dengan kemampuan seseorang, dari satu rakaat, tiga rakaat, lima rakaat dan seterusnya sampai sebelas rakaat.

Penulis adalah Rais Syuriyah PBNU
 


Ubudiyah Terbaru