• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 30 April 2024

Ubudiyah

Semua Orang Bisa I'tikaf

Semua Orang Bisa I'tikaf
(Ilustrasi: NU Online).
(Ilustrasi: NU Online).

I'tikaf sudah menjadi tema rutin di kalangan penceramah saat memasuki bulan Ramadhan, terlebih di sepuluh hari terakhir. Secara bahasa, I'tikaf berarti berdiam (allubtsu). Adapun i'tikaf yang dimaksud adalah berdiam di mesjid guna membangun relasi intens seorang hamba dengan Rabb, dengan menepi dari keriuhan dunia.


اللبث في المسجد والانقطاع إلى الله فيه 


Di sepuluh malam terakhir, Rasulullah menaruh perhatian lebih dari malam-malam sebelumnya, beliau mengencangkan baju, membuat ruang pribadi di mesjid, beri'tikaf, serta membangunkan keluarga.


Harapan setiap muslim tentunya ingin memanfaatkan kesempatan tahunan ini sebaik mungkin. Menepi sejenak dari rutinitas harian guna fokus membenahi jiwa, syahdu bermunajat.


Kenyataan di lapangan tidak semua muslim memiliki kesempatan yang sama. Di waktu-waktu itu masih ada di antara mereka yang memiliki kegiatan yang tak dapat ditinggalkan. Ada yang masih berjuang memenuhi kewajiban nafkah, melayani kesehatan, mengantar komoditi makanan, mengatur lalu lintas, menjaga keamanan wilayah, dan lain-lain.


Jika semua kegiatan itu ditinggalkan secara berturut-turut, dapat dibayangkan yang terjadi dengan jalannya roda kehidupan.


Lantas apakah kesempatan i'tikaf bagi mereka menjadi tertutup?


Ada beberapa hal yang perlu ditayangkan terlebih dahulu, sebagai kerangka konseptual melihat masalah ini.


Pertama, i'tikaf adalah ibadah yang kesunahannya disepakati ulama, menjadi wajib jika dinadzarkan. Kedua, dalam aturan fiqih Syafi'i, i'tikaf dapat dikerjakan kapan saja dengan durasi yang adaptif dan variatif, baik saat Ramadhan maupun di luar Ramadhan, untuk mendapat Lailatul Qadar ataupun tidak. Ketiga, i'tikaf salah satu amalan saleh di malam Lailatul Qadar, di samping amalan-amalan saleh lainnya.


Dari ketiga poin di atas, mu'takif (pelaku i'tikaf) dapat beri'tikaf di siang, sore, atau malam hari. Sebagaimana ia boleh beri'tikaf selama tiga, empat, atau sepuluh jam, bahkan sehari semalam secara berturut-turut. 


Beri'itikaf di siang hari di sepuluh hari terakhir memiliki dukungan dari Imam Syafi'i, ia menjadi bagian dari rangkaian amal saleh sehari semalam.


وقال الشافعي: أستحب أن يكون اجتهاده في يومها كاجتهاده في ليلتها.
(الأذكار: ٣١٧)


"Di siang hari ia ber'tikaf, di malam hari amal ia beramal saleh lainnya,".


Dengan skema ini, kesempatan beri'tikaf menjadi terbuka luas bagi siapa saja yang memiliki keterbatasan waktu, sehingga semua orang bisa i'tikaf. Mereka dapat memanfaatkan waktu senggang di sela-sela padatnya kegiatan untuk menepi sejenak mengerahkan seluruh jiwa raga menghadap Allah SWT. Wallahu a'lam​​.​​​​​


A Deni Muharamdani, Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) MWCNU Karangpawitan Garut


Ubudiyah Terbaru