Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada Allah. Dalam praktiknya, berbagai kegiatan dalam kehidupan dapat dijadikan bagian dari ibadah, termasuk berdoa ketika menginginkan sesuatu yang baik atau dalam usaha menuju kebaikan.
Allah Swt menegaskan kedekatan-Nya dengan hamba-hamba-Nya yang berdoa melalui firman-Nya dalam surah Al-Baqarah ayat 186:
وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ
Artinya: “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. Al-Baqarah: 186)
Syekh Nawawi al-Bantani dalam tafsir Marah Labid juz II hal 43 menjelaskan, ayat ini turun ketika seorang badui bertanya kepada Nabi Muhammad saw: “Apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berdoa dengan lirih, atau jauh sehingga kita berdoa dengan lantang?” Ayat ini menegaskan bahwa Allah dekat dengan hamba-Nya, mendengar doa mereka, dan mengabulkan permohonan yang disampaikan.
Kedekatan Allah bukanlah dalam segi tempat, tetapi kedekatan yang menunjukkan cepatnya Allah dalam mendengar dan mengabulkan doa. Imam Abu Hayyan dalam tafsir Al-Bahrul Muhith menyatakan bahwa dekatnya Allah merupakan isyarat akan sifat-Nya yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Rasulullah Saw juga pernah menegaskan hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Musa dalam Shahih Bukhari:
عَنْ أَبِيْ مُوْسَى قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللَّهِ ﷺ فِي غَزَاةٍ، فَجَعَلْنَا لَا نَصْعَدُ شَرَفًا، وَلَا نَعْلُو شَرَفًا، وَلَا نَهْبِطُ فِي وَادٍ إِلَّا رَفَعْنَا أَصْوَاتَنَا بِالتَّكْبِيْرِ، قَالَ: فَدَنَا مِنَّا رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُوْنَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّمَا تَدْعُوْنَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا
Artinya: “Kami pernah bersama Rasulullah Saw dalam suatu peperangan. Ketika kami melewati jalan, bukit, atau lembah, kami selalu melantangkan suara dengan bertakbir. Rasulullah Saw lalu mendekati kami dan bersabda: ‘Wahai manusia, lirihkanlah suara kalian. Kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli atau jauh. Sungguh, kalian berdoa kepada Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. Dzat yang kalian panggil lebih dekat kepada kalian daripada leher kendaraan kalian’.” (HR. Bukhari)
Dua Makna Berdoa
Syekh Nawawi al-Bantani dalam tafsirnya menjelaskan dua kemungkinan makna doa:
1. Doa sebagai permohonan ampunan
Maksudnya adalah doa dalam konteks tobat, di mana hamba memohon ampunan atas dosa-dosanya. Ketika doa ini dikabulkan, berarti Allah menerima tobat hamba-Nya.
2. Doa sebagai ibadah
Nabi Saw bersabda: “Doa adalah ibadah.” Ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Ghafir ayat 60, yang menyatakan bahwa Allah akan mengabulkan doa hamba-Nya dan memperingatkan mereka yang sombong untuk tidak meninggalkan ibadah kepada-Nya.
Berdoa merupakan bentuk ketundukan kita kepada Allah Swt, sekaligus wujud rasa syukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Semoga kita senantiasa menjadi hamba-Nya yang taat dan senantiasa berdoa dengan penuh pengharapan.
Tulisan ini dikutip dari tulisan Alwi Jamalulel Ubab pada laman NU Online
Terpopuler
1
Pelunasan Haji Khusus 2025 Memasuki Hari Keempat, Kuota Terisi Hampir 50%, Masih Dibuka hingga 7 Februari
2
LAZISNU Depok Resmi Jadi Percontohan dalam Program Koin Digital NU
3
3 Peristiwa Penting di Bulan Syaban, Bulan Pengampunan dan Rekapitulasi Amal
4
IPNU-IPPNU Kabupaten Tasikmalaya Gelar Diklat Aswaja, Perkuat Pemahaman Keaswajaan Pelajar NU
5
Menjaga Warisan Gus Dur: Alisa Wahid dan Tantangan Toleransi di Indonesia
6
Hasil Bahtsul Masail Kubro Putri se-Jabar di Pesantren Sunanulhuda 2025 terkait Hukum Sungkem dan Mushofahah kepada Guru, Download di Sini
Terkini
Lihat Semua