• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 28 Maret 2024

Ubudiyah

Hal yang Perlu Dilakukan Sebelum Pergi Tinggalkan Tempat Maksiat

Hal yang Perlu Dilakukan Sebelum Pergi Tinggalkan Tempat Maksiat
Hal yang Perlu Dilakukan Sebelum Pergi Tinggalkan Tempat Maksiat (Foto: Freepik)
Hal yang Perlu Dilakukan Sebelum Pergi Tinggalkan Tempat Maksiat (Foto: Freepik)

Menyesali suatu perbuatan atas maksiat yang baru saja dijalani merupakan hal yang baik untuk evaluasi diri agar tidak terulang kembali. Rasa penyesalan tersebut kadang tidak semua bisa orang rasakan, hanya orang yang masih mempunyai hati nurani.


Jika Anda melakukan maksiat di suatu tempat segeralah bertaubat, sudah semestinya bumi dijadikan tempat berbuat kebaikan bukan untuk dijadikan perbuatan tercela. Jika Anda terlanjur berbuat maksiat di suatu tempat, dan Anda menyelasi itu, hendaknya kamu tidak meninggalkan tempat itu begitu saja, sebelum menggunakannya untuk berbuat kebaikan atau beribadah.   


Mazhab Ahlusunnah wal Jamaah menyatakan bahwa kelak pada hari kiamat bumi akan diberi kehidupan, kemampuan berakal dan dapat berbicara. Pada hari Kiamat atas perintah Allah swt, ia akan mengabarkan baik-buruk perilaku manusia di atas permukaannya.  


Pernyataan ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Khazin dalam tafsirnya, Lubabut Ta'wil:


إن الله تعالى يخلق في الأرض الحياة، والعقل، والنطق حتى تخبر بما أمر الله به وهذا مذهب أهل السنة 


Artinya, "Sesungguhnya Allah menciptakan kehidupan, akal dan kemampuan berbicara pada bumi, hingga ia nanti akan memberi kabar sesuatu yang telah Allah perintahkan padanya. Ini adalah mazhab Ahlussunah." (Abul Hasan Ali bin Muhammad Al-Khazin, Lubabut Ta'wil Fi Ma'ani Tanzil, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah: 1415 H], juz IV halaman 409). 


Meminjam penjelasan Imam Ar-Razi, ini merupakan pendapat jumhur ulama dan menurut Ahlussunah wal Jama'ah tidak jauh dari kebenaran. Sebab bunyah (struktur makhluk hidup seperti manusia dan hewan: pen) tidak menjadi syarat suatu benda menerima kehidupan. Bumi dengan tetap pada bentuknya, kering dan kotor, dapat diciptakan oleh Allah menjadi hidup dan berbicara. (Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Ihya’: 1420 H], juz XXXI, halaman 255). 


Kembali kepada Imam Al-Khazin. Ia menyampaikan penjelasan seperti itu saat menafsirkan Al- surat Az-Zalzalah ayat 4 dan 5:


 يَوْمَئذٍ تُحَدِّثُ اَخْبَارَهَاۙ (٤) بِاَنَّ رَبَّكَ اَوْحٰى لَهَاۗ (٥) 


Artinya, "(4) Pada hari itu (bumi) menyampaikan berita (tentang apa yang diperbuat manusia di atasnya); (5) karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya."    


Dijelaskan juga dalam hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abu Hurairah sebagaimana disebutkan Imam An-Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin: 


وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَرَأَ رَسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا [الزلزلة:4]، ثُمَّ قَالَ: أَتَدْرُونَ مَا أَخَبَارُهَا؟ قالوا: اَللَّهُ ورَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: فَإِنَّ أَخْبَارَها أَنْ تَشْهَدَ عَلَى كُلِّ عَبْدٍ أَوْ أَمةٍ بِمَا عَمِلَ عَلَى ظَهْرِهَا. تَقُولُ: عَمِلْتَ كَذَا وكذَا، في يَوْمِ كَذَا وَكَذَا. فهَذِهِ أَخْبَارُهَا. (رواه التِّرْمِذِي، وَقالَ: حديثٌ حسنٌ)   


Artinya, "Diriwayatkan dari Abi Hurairah, ia berkata, "Rasulullah saw membaca ayat, "Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya" [Az-Zalzalah: 4]. Kemudian beliau bertanya, "Tahukah kalian apa itu beritanya?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Sesungguhnya beritanya adalah bumi akan bersaksi atas setiap hamba dan umat tentang apa yang telah ia perbuat di atas bumi. Bumi akan berbicara, "Dia melakukan ini dan itu, pada hari ini dan itu. Inilah berita tersebut"." (HR At-Tirmidzi, dan ia menilai hadits ini hasan). 


Dengan demikian, berarti segala perbuatan dan tingkah laku manusia di atas permukaan bumi baik-buruknya telah terekam oleh bumi. Nanti pada hari Kiamat bumi akan menyampaikan rekaman tersebut.  


Karena itulah dalam fiqih mazhab Syafi'i disunahkan untuk berpindah-pindah tempat shalat, karena nanti tempat tersebut akan menjadi saksi shalatnya di akhirat.


  وَ يُسَنُّ (أَنْ يَنْتَقِلَ لِلنَّفْلِ) أَوْ الْفَرْضِ (مِنْ مَوْضِعِ فَرْضِهِ) أَوْ نَفْلِهِ إلَى غَيْرِهِ تَكْثِيرًا لِمَوَاضِعِ السُّجُودِ. فَإِنَّهَا تَشْهَدُ لَهُ. وَلِمَا فِيهِ مِنْ إحْيَاءِ الْبِقَاعِ بِالْعِبَادَةِ 


Artinya, "Disunahkan berpindah untuk melakukan shalat fardhu atau sunah dari tempat shalat fardhu atau shalat sunah lainnya, dalam rangka memperbanyak tempat sujud. Karena nanti tempat itu akan bersaksi untuknya, dan karena hal itu termasuk upaya menghidupkan suatu area bumi dengan ibadah." (Syihabuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, [Beirut: Darul Fikr: 1404 H], juz V halaman 552).  


Dengan demikian, sudah semestinya bumi dijadikan tempat berbuat kebaikan atau untuk beribadah.   


Begitu pula sebaliknya, jika orang justru berbuat maksiat di suatu tempat, maka hendaknya ia tidak meninggalkan tempat itu begitu saja, sebelum menggunakannya untuk berbuat kebaikan atau beribadah, sebagaimana diwasiatkan oleh Syaikhul Akbar Ibnu Arabi:


  وصية: إذا عصيت الله تعالى بموضع، فلا تبرح من ذلك الموضع حتى تعمل فيه طاعة وتقيم فيه عبادة، فكما يشهد عليك، إن استشهد، يشهد لك وحينئذ تنتزح عنه، وكذلك ثوبك إن عصيت الله فيه، فكن كما ذكرته لك؛ اعبد الله فيه 


Artinya, "Wasiat: Jika engkau bermaksiat kepada Allah saw di suatu tempat, maka jangan engkau tinggalkan tempat itu hingga engkau berbuat ketaatan dan mendirikan ibadah di situ. Sebagaimana tempat itu akan bersaksi atas maksiatmu, ia pun jika diminta untuk bersaksi akan bersaksi untuk kebaikanmu. Kemudian baru tinggalkan tempat itu. Seperti itu juga pakaianmu, jika engkau gunakan untuk bermaksiat, maka lakukan seperti yang telah aku sebutkan kepadamu. Beribadahlah kepada Allah dengan pakaian itu." (Muhyiddin Ibnu Arabi, Al-Washaya lis Syaikhil Akbar Ibnu Arabi, [Damaskus, Darul Iman: 1988 H), halaman 15).


Editor: Abdul Manap
Sumber: NU Online
 


Ubudiyah Terbaru