• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Ubudiyah

Cara Menyikapi Bencana Alam Menurut Pandangan Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Cara Menyikapi Bencana Alam Menurut Pandangan Syekh Abdul Qadir al-Jailani
Cara Menyikapi Bencana Alam Ala Syekh Abdul Qadir al-Jailani
Cara Menyikapi Bencana Alam Ala Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Akhir-akhir ini, Indonesia khususnya di wilayah Jawa Barat sedang dilanda berbagai macam bencana alam mulai dari gempa bumi, longsor, hingga banjir. Sebagai seorang muslim, tentu kita dianjurkan untuk memiliki sikap untuk selalu belajar mengambil hikmah ataupun pelajaran dari setiap kejadian yang terjadi disekitar kita.


Lalu, bagaimana pandangan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani saat seorang mukmin menghadapi bencana alam? 


Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memiliki pandangan bahwa datangnya bencana itu bukan merupakan sebuah adzab bagi orang mukmin, melainkan persitiwa tersebut sebagai bentuk cobaan.


Keterangan tersebut dikatakan oleh Syekh Abdul Qadir dalam kitab Al-Lujani ad-Dani Fii Manaqibis Syekh Abdil Qadir Al-Jailani yang ditulis oleh Sayyid Ja'far al-Barzanji: 


واعلموا ان البلية لم تأت المؤمن لتهلكه وانما اتته لتختبره


"Ketahuilah bahwa cobaan tidak datang kepada seorang mukmin untuk merusaknya, namun datang untuk menguji keimanananya.” (Sayyid Ja’far al-Barzanji, al-Lujaini ad-Dani fi Manaqibis Syaikh Abdil Qadir al-Jilani, t.t, Kediri, Maktabah Pondok Pesantren Tahfidh wal Qiraat Lirboyo, h. 136).


Wali yang memiliki julukan sulthânul auliyâ’ (pemimpin para wali) itu, mukmin diberi musibah oleh Allah, agar diuji sebatas mana tingkat keimanannya. Apakah ia semakin jauh dari Tuhan, apakah semakin dekat.


Tidak sedikit kita jumpai, orang yang terkena bencana, ia frustasi, pesimis, bahkan cenderung menyalahkan Tuhan. Bagi kaum beriman, bencana yang melanda negara kita, hendaknya menjadi bahan introspeksi diri akan kesalahan-kesalahan kita. Mungkin, kita masih banyak melakukan kemaksiatan. Mungkin kita masih sering menyakiti orang lain, masih sering melalaikan kewajiban-kewajiban.

 

Sayyidina Umar bin Khattab radliyallohu 'anhu pernah berkata:


حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا، وزنوها قبل أن توزنوا


"Introspeksilah diri kalian sebelum amal kalian diteliti, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang." 


Dari keterangan tersebut bisa kita simpulkan, fenomena bencana alam bukan justru menjadi ajang untuk mengintrospeksi amal orang lain atau mencari-cari kesalahannya. Apalagi mengambing-hitamkan terjadinya bencana atas perbuatan atau kebijakan pihak tertentu. Sungguh hal tersebut bukan merupakan sikap yang ideal bagi seorang mukmin.


Allah SWT juga menjelaskan dalam Al-Quran bahwa seorang mukmin dilarang untuk mencari-cari kesalahan orang lain:


وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا


“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.” (QS al-Hujurat: 12),


Larangan dalam ayat tersebut juga dijelaskan oleh al-Imam al-Baghawi:


التجسس هو البحث عن عيوب الناس، نهى الله تعالى عن البحث عن المستور من أمور الناس وتتبع عوارتهم حتى لا يظهر على ما ستره الله منها


"Tajassus adalah meneliti aib-aib manusia. Allah melarang meneliti urusan yang samar dari orang lain, dan melarang meneliti aib-aib mereka. Sehingga ia tidak memperlihatkan aib orang lain yang telah ditutupi oleh Allah ﷻ.” (Al-Imam al-Baghawi, Tafsir al Baghawi, juz 4, h. 262).


Maka, sebagai orang yang beriman, hendaknya kita memahami bahwa bencana tersebut sesungguhnya merupakan cobaan bagi kita semua. Bencana mengajarkan kepada kita untuk menjadi pribadi mukmin yang lebih berkualitas lagi, lebih dewasa menghadapi perbedaan-perbedaan, bukan justru sebaliknya.

 

Demikianlah pandangan Syekh Abdul Qadir al-Jailani terhadap sikap kita saat kita dilanda bencana alam.


Penulis: Muhammad Rizqy Fauzi 
(
Tulisan ini diolah dari berbagai sumber di NU Online)


Ubudiyah Terbaru