Taushiyah

Mengenal 9 Ulama Asal Palestina, Salah Satunya Imam Syafi’i

Kamis, 9 November 2023 | 13:00 WIB

Mengenal 9 Ulama Asal Palestina, Salah Satunya Imam Syafi’i

Ulama (Foto: freepik)

Palestina, tanah yang dihiasi sejarah keagamaan dan kebijaksanaan, telah melahirkan sembilan ulama besar dalam Islam. Bumi yang dikenal sebagai tempat para nabi bersinggah ini menyimpan harta intelektual yang terus menginspirasi dan mengarahkan umat Islam di seluruh dunia.

Sebelum Palestina menjadi negara bangsa, wilayah ini dikenal dengan nama Syam pada zaman Nabi Ibrahim AS dan disebut Damaskus saat era dinasti Umayyah. Nama Palestina, seperti yang kita kenal sekarang, baru populer pada masa setelahnya.

Menurut informasi yang dihimpun dari NU Online, Amien Nurhakim, Musyrif Pesantren Ilmu Hadits Darus-Sunnah, menjelaskan bahwa setidaknya ada sembilan ulama terkemuka yang berasal dari Palestina. Salah satunya adalah Imam Asy-Syafi'i.

Berikut ini adalah para ulama besar yang lahir dari tanah yang dihormati sebagai kiblat pertama umat Islam:


1. Imam asy-Syafi’i
Imam asy-Syafi’i atau Muhammad bin al-Mathlabi al-Hasyimi al-Qurasyi adalah ulama besar yang lahir di Ghaza, Palestina. Dalam Manaqib asy-Syafi’i jilid I, halaman 73, Al-Baihaqi menceritakan bahwa Imam Syafi’i sendiri yang mengatakan bahwa beliau berasal dari Ghaza. Imam Syafi’i berkata:


وُلدتُ بغزة سنة خمسين ومئة، وحُملت إلى مكة وأنا ابن سنتين 


Artinya, “Aku lahir di Gaza tahun 150 H, dan aku dibawa ke Makkah sedang umurku saat itu adalah dua tahun.” 


Salah satu ilmu yang dikuasai oleh Imam Syafi’i adalah ilmu syair, sehingga termaktub dalam Mu’jam al-Buldan jilid II, halaman 202, syair beliau tentang kerinduannya kepada tempat kelahirannya, yaitu:


 وإنّي لمشتاقٌ إلى أرضِ غزَّةَ * وإن خانَني بعدَ التفرُّق كِتماني سقَى اللهُ أرضا لو ظفرتُ بتُربِها * كَحَلتُ به من شِدّة الشوقِ أجفاني 


Dan aku merindukan tanah Gaza * meskipun rahasia mengkhianatiku setelah perpisahan.  


Tuhan mengairi tanah itu, jika aku dapat menemukan tanahnya * maka kelopak mataku akan memerah karena kerinduan yang sangat besar.


Al-Qadhi ‘Iyadh dalam Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik jilid III, halaman 179 menceritakan suatu hari seorang qadhi pemerintah ‘Abbasiyyah, Harun bin ‘Abdullah az-Zuhri bermalam di kediaman Imam Syafi’i di Gaza. Kala itu Imam Syafi’i sudah masyhur dan dikenal banyak orang. Malam itu beliau sedang menulis kitab. 


Harun pun bertanya: “Engkau membuat dirimu lelah, begadang, membuang-buang minyak, dan menulis buku-buku yang bertentangan dengan mazhab masyarakat Madinah, siapakah yang akan meliriknya?” 


Imam Syafi’i menjawab bahwa ijtihadnya berbeda jauh dengan gurunya, Imam Malik bin Anas, dan beliau yakin suatu hari apa yang dituliskannya akan bermanfaat bagi banyak orang.


2. Ibnu Qudamah 
‘Abdullah bin Ahmad bin Qudamah bin Miqdam al-Maqdisi adalah seorang pemimpin dan pembesar Mazhab Hanbali yang karyanya menjadi pedoman dalam mazhab tersebut, yakni al-Mughni. Beliau lahir pada 541 H di Jama’in desa di Nablus, sebuah kota di bawah otoritas Palestina di tepi Barat. (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala, [Beirut: Muassasah ar-Risalah, t.t], jilid XXII, hal. 165). 


3. Ibnu Ruslan 
Ibnu Ruslan atau Ahmad bin Husain bin ‘Ali bin Arsalan al-Maqdisi lahir di Ramallah, sebuah kota di pusat Tepi Barat Palestina tahun 777 H. Beliau merupakan salah satu ulama besar Mazhab Syafi’i. Setelah tinggal di Ramallah, beliau pindah ke Al-Quds dan disemayamkan di sana. (Khairuddin az-Zarkali, Mausu’atul A’lam


Karya yang pernah ditulisnya adalah Syarh Sunan Abi Dawud, Shafwah Zubad fi Matan Zubad beserta syarahnya, juga syarah-syarah terhadap kitab hadits lainnya selain Sunan Abi Dawud. 


Ibnu Ruslan dikenal sebagai orang yang dikabul doa-doanya, tidak memakan makanan yang haram, tidak berkata kasar dan kotor, dan suka menghidupkan malamnya dengan berdoa dan istighfar. (Walid bin Ahmad, al-Mausu’ah al-Muyassirah, [Britania: Majalatul Hikmah, 2003], jilid I, hal. 183). 


4. Ibnul Muflih 
Ibnu Muflih atau Abu Ishaq Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad bin ‘Abdillah bin Muhammad bin Muflih. Beliau lahir di Ramin, sebuah desa di timur laut Tepi Barat Palestina tahun 816 H dan wafat pada 884 H. (Syamsuddin adz-Dzahabi, al-Mu’jam al-Mukhtash lil Muhadditsin, [Maktabah ash-Shadiq], jilid I, hal. 266). 


Beliau adalah ahli fikih Mazhab Hanbali, dan pernah menjadi hakim di Damaskus beberapa kali. Di antara karya-karyanya adalah Syarhul Muqni fi Fiqhil Hanbali, Mirqatul Wushul ila ‘Ilmil Ushul dan al-Maqshad al-Arsyad fi Tarjamah Ashahb al-Imam Ahmad. 


5. Ibnu Washif al-Ghazzi 
Muhammad bin al-‘Abbas bin Washif al-Ghazzi dikenal sebagai asy-Syaikh al-Musnid al-Kabir. Beliau merupakan ulama ahli hadits dan fikih dalam Mazhab Maliki, sebagaimana penuturan adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubala jilid XII, halaman 345. 


Di antara guru-gurunya adalah al-Hasan bin al-Faraj al-Ghazi, Muhammad bin al-Hasan bin Qatibah al-‘Asqalani. Murid-muridnya di antaranya adalah Abu Sa’d al-Malini dan Muhammad bin Ja’far al-Mayamasi. 


Ibnu Washif al-Ghazi wafat pada tahun 372 hijriah pada usia lanjut. (Ath-Thayyib bin ‘Abdillah al-Hadhrami, Qiladatun Nahrfi Wafayat A’yan ad-Dahr, [Jeddah: Darul Minhaj, 2008], jilid III, hal. 241). 


6. Zainuddin Yahya bin ‘Alwi al-Hadhrami al-Andalusi 
Beliau memang tidak lahir di Palestina, akan tetapi beliau menghabiskan sisa hidupnya di Gaza, wafat dan disemayamkan di sana, sebagaimana penuturan adz-Dzahabi dalam Tarikhul Islam jilid XIV, halaman 335. 


Zainuddin Yahya bin ‘Alwi merupakan ulama ahli qiraat, ahli bahasa, sastra dan juga ahli hadits. Beliau sering mengadakan kunjungan ke berbagai negara untuk bertemu para ulama di Mesir, Damaskus, Naishabur dan Gaza. 


7. Syamsuddin Muhammad bin Khalaf al-Ghazi 
Muhammad bin Khalaf bin Kamil bin ‘Athaillah, dikenal dengan julukan Syamsuddid, lahir di Gaza pada tahun 616 hijriah dan bermazhab syafi’iyyah dan menguasai kitab karya Imam ar-Rafi’i dan juga al-Mathlab karya Ibnu Rif’ah.  


Muhammad bin Khalaf dikenal sebagai ahli ibadah, lemah lembut dan baik hati. Ia menulis sebuah karya yang berjudul Maydanul Fursan fil Fiqh sebanyak lima jilid. Tokoh ini wafat di Kairo pada malam Ahad, 24 Rajab tahun 770 hijriah (Taqiyuddin al-Maqrizi, al-Mufti al-Kabir, [Beirut: Darul Gharbil Islamiy, 2006), jilid V, hal. 338). 


8. Syamsuddin bin al-Ghazi 
Syamsuddin Abul Ma’ali Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Zaynal ‘Abidin al-‘Amiri al-Ghazi, lahir pada 1096 H di Gaza dan wafat pada 1167 H di Damaskus. Beliau seorang ahli sejarah dan ahli fikih Mazhab Syafi’i, juga seorang mufti syafi’iyyah di Damaskus. (Syamsuddin bin al-Ghazi, Diwanul islam, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), hal. 10). 


Di antara karyanya adalah Diwanul islam, Tarikh Mukhtashar lil ‘Ulama wal Muluk wa Ghayrihim, Lathaiful Minnah fi Fawaid Khidmatis Sunnah, Tasynifus Sami’ bi Rijalil Jam’il Jawami’, dan lain-lain. (Khairuddin az-Zarakli, al-A’lam, [Beirut: Darul ‘Ilm lil Malayin), jilid VI, hal. 197). 


9. Najmuddin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi 
Muhammad bin Muhammad al-Ghazi adalah seorang ahli sejarah yang memiliki karya monumental berjudul al-Kawakib as-Sairah bi A’yan al-Mi`ah al-‘Asyirah, ensiklopedia yang memuat tokoh-tokoh paling menonjol di abad 10 hijriah. Beliau lahir di Gaza dan wafat di Damaskus. (Najmuddin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi, al-Kawakib as-Sairah, [Beiru: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997], jilid I, hal. IX). 


Demikianlah beberapa ulama yang lahir di tanah Palestina. Adapun Ibnu Hajar al-‘Asqallani dinisbatkan pada ‘Asqallan atau Ashkelon, sebuah desa di jalur Gaza yang kini berada dalam otoritas negara Israel, karena nenek moyangnya berasal dari daerah tersebut.