Syariah

Telaah Sunah Terkait Imsak di Indonesia

Rabu, 12 Maret 2025 | 07:00 WIB

Telaah Sunah Terkait Imsak di Indonesia

Imsak. (Ilustrasi: NU Online Jabar/Rizqy).

Salah satu tradisi yang melekat dengan masyarakat Indonesia di setiap bulan Ramadhan adalah imsak. Di setiap jadwal shalat di bulan Ramadhan, jadwal imsak selalu disertakan. Sampai namanya pun berubah, bukan lagi jadwal shalat melainkan jadwal imsakiyah.


Meski shaum secara bahasa juga imsak (menahan), namun imsak yang dimaksud disini adalah imsak sebagai satu istilah.


Imsak dalam pemahaman masyarakat kita ialah menghentikan segala kegiatan yang dilarang saat puasa, baik makan, minum, dan yang lainnya sebagai persiapan memulai puasa. Penghentian disini tidaklah dimaknai masyarakat kita sebagai wajib, karena mereka pun tahu kalau kewajiban menghentikan makan dan minum dimulai dari waktu Subuh. 


Jika ditarik ke belakang kepada zaman nabi, besar kemungkinan tradisi baik ini diserap dari sunah nabi yang meninggalkan hidangan sahur sekitar 50 ayat sebelum Subuh. Proses terbentuknya imsak hingga menjadi sebuah istilah bisa didekati dengan teori naql atau istilah, sebagaimana terdapat dalam Al-Waroqot, Al-Mahalli dan Hasyiah An-Nafahat, juga diperkuat dengan Al-Luma'.


Imsak sebagai sebuah istilah dapat dikategorikan sebagai haqiqoh 'urfiyyah 'ammah (​​​حقيقة عرفية عامة)​​​​


Haqiqoh menurut salah satu definisinya, yaitu kata yang digunakan berdasar makna yang dikehendaki si penutur (mukhotibah).


 ما استعمل فيما اصطلح عليه من المخاطبة


Dari ta'rif ini, hakikat suatu lafadz ditentukan berdasar makna yang dikehendaki si penutur, bukan makna asal lughoh (wadho' lughowi). Karena hakikat dan majaz itu lahir dari isti'mal (penggunaan lafadz, parole ) bukan dari wadho' (peletakkan lafadz pada makna, langue).


Disebut urfiyyah karena penggunaan lafadz tersebut telah berjalan secara masif di masyarakat dalam waktu yang lama, dan tidak lagi tergambar maknanya kecuali imsak sebagai istilah (naql).


'Ammah berarti urf atau adat tersebut tidak dikenal siapa yang memulai dan memunculkannya.


Dengan rumusan yang sama, di mana makna penutur menjadi penentu hakikat suatu kata, kata shalat, shaum, zakat di dalam fiqih, fi'il-fa'il, mubtada-khobar di dalam nahwu, semuanya adalah hakekat. Bedanya, jika shalat, shaum, dan zakat adalah haqiqoh syar'iyyah, sedangkan fi'il-fa'il, mubtada-khobar adalah haqiqoh urfiyyah khossoh.


Prof. Syarif Hatim Al-Auni memiliki penjelasan yang baik ihwal istilah, di tengah penjelasannya akan istilah-istilah hadits (mustholah hadits). Menurutnya, ada dua penanda suatu kata telah menjadi istilah; 


Pertama, memiliki keserasian antara makna baru dengan makna asal bahasa. Jika makna baru tercerabut sama sekali dari makna asalnya tidak dapat disebut sebagai suatu istilah. Kedua, suatu kata sah disebut istilah ketika sudah banyak dituturkan, baik secara lisan maupun tulisan. 


Saking gencarnya digunakan, si penutur tidak lagi ingat makna asal, yang hadir dalam ingatan hanya makna baru. Dalam terminologi ushul fiqih biasa disebut naql.


كل لفظ نقل بكثرة الاستعمال عن دلالته اللغوية إلى دلالة عرفية مع بقاء علاقة قوية بينهما


Menurut kedua kriteria di atas, imsak sangat memenuhi kriteria, sehingga tidak ada yang keliru dengannya.


 Wallohu a'lam


A Deni Muharamdani, Ketua Lembaga Bahtsul Masail MWCNU Karangpawitan Garut