A Deni Muharamdani
Kontributor
Bulan puasa adalah bulan memperbanyak amal. Saat itu pintu-pintu kebaikan dibuka, pahala dilipatkan, amalan-amalan sunah diperluas. Dari sekian amalan sunah di bulan Ramadhan adalah shalat tarawih. Shalat yang dapat dikerjakan secara munfarid, meski dikerjakan berjamaah lebih utama.
Idealnya, seorang muslim berupaya keras menjalankannya. Sholat tarawih adalah sholat yang tidak terulang setiap bulan.
Meski demikian, tidak semua muslim mempunyai kesempatan yang sama di malam hari. Sebagian saudara muslim kita masih harus berjibaku mencari nafkah di waktu itu.
Bagi sebagian pedagang makanan, mereka merelakan mengubah jadwal berjualan, yang biasanya menjajakan makanan di siang hari, dengan rela mengakhirkan ke sore hari bahkan sampai tengah malam. Begitupun dengan satpam, perawat ataupun pegawai malam lainnya, meninggalkan tugas bukanlah hal mudah, selain berdampak pada keselamatan orang lain, juga bisa berakibat kehilangan pekerjaan.
Menjadi dilema tersendiri bagi sebagian kalangan. Di satu sisi shalat tarawih adalah momen tahunan dengan lipatan pahala, di sisi lain ia harus berjuang menutupi kebutuhan hidup, bahkan keselamatan nyawa orang lain. Dengan menilik status hukum taklifi keduanya, didapati bahwa menafkahi keluarga adalah kewajiban, begitu juga mencari harta halal, dan menghindari thoma' (ingin diberi) juga wajib.
Adapun shalat tarawih, para ulama sepakat akan kesunahannya, bahkan keutamaannya di bawah shalat 'Ied dan shalat rawatib.
Sesuai kaidah yang berlaku, kewajiban harus didahulukan atas sunah sekira tidak bisa diselaraskan.
Baca Juga
Saat Kesalehan Tak Bisa Lagi Dipoles
Berdasarkan kaidah tersebut, pilihan pedagang, satpam, perawat, yang memilih tetap bekerja dapat dibenarkan secara fikih. Kalau pun di waktu itu ia tidak tarawih berjamaah, ia masih berkesempatan mengerjakan tarawih di rumah.
Tarawih bisa dikerjakan setelah selesai kerja, pada waktu tengah malam maupun saat waktu sahur. Kalaupun sudah lewat malam hari, ia tetap masih bisa mengqodhonya. Mengqodho amalan sunah hukumnya sunah, sebagaimana ditetapkan dalam fiqih Syafi'i.
يندب قضاء النفل المؤقت كالعيد والوتر والرواتب مطلقا بل لو اعتاد شيئا من النفل المطلق فتركه في وقته المعتاد ولو لعذر سن له قضاءه لئلا تميل الدعة والرفاهية ولا يجوز قضاء ذي السبب كالكسوف والتحية
Wallohu 'lam.
A. Deni Muharamdani, Ketua Lembaga Bahtsul Masail MWCNU Karangpawitan Garut
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Ilmu dan Amal, Dua Pilar Meraih Keberkahan Hidup di Dunia dan Akhirat
2
KH Aziz Dorong MWCNU Pangenan Terus Giatkan Dakwah dan Jaga Aswaja
3
Kebijakan Kuota 50 Siswa Dinilai Populis, RMINU Jabar: Sekolah Swasta dan Pesantren Terancam
4
Uji Petik Juklak Dana Penanggulangan Bencana Digelar di Bogor
5
Haji 2025 Jadi Penutup Peran Kemenag, Menag Sampaikan 5 Inovasi, Progres, dan Harapan
6
Jens Raven Cetak 6 Gol, Timnas Indonesia U-23 Libas Brunei 8-0 di Laga Perdana Piala ASEAN U-23 Championship 2025
Terkini
Lihat Semua