• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 28 Maret 2024

Syariah

Selain Pedoman, Al-Quran Adalah Obat

Selain Pedoman, Al-Quran Adalah Obat
Selain Pedoman, Al-Quran Adalah Obat (Foto: Freepik)
Selain Pedoman, Al-Quran Adalah Obat (Foto: Freepik)

Kalamullah Al-Qur’anul Karim merupakan Kitab Suci umat islam yang diturunkan langsung boleh Allah Swt sebagai Tuhan umat muslim kepada Nabi Muhammad Saw. Diturunkannya Al-Qur’an sebagai petuntuk umat, pedoman dan imamnya umat muslim. 

 

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi para hamba yang beriman, mempercayai atau meyakini kebenaran Al-Qur’an, dan mengikutinya. Dalam kitab Al-Kasyfu wal Bayan, juga dijelaskan bahwa petunjuk bagi manusia yang dimaksud adalah petunjuk dari kesesatan, sedangkan penjelasan tersebut dari halal haram dan had-had, serta hukum-hukum.

 

Selain itu, Al-Quran juga merupakan sebagai obat, obat dari segala obat penyembuh semua penyakit. As-Sa'di dalam kitabnya, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan, menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah penyembuh bagi semua penyakit hati. Baik berupa syahwat yang menghalangi manusia untuk taat kepada syariat atau syubhat yang mengotori iman. Karena, dalam Al-Qur’an terdapat nasihat, motivasi, peringatan, janji, dan ancaman yang akan memicu seseorang pada sikap harap (raja') dan takut (khauf). 

 

Ketika hati seseorang sehat, tidak banyak berisi syahwat dan syubhat, anggota badan pun akan mengikutinya. Karena, anggota badan akan jadi baik jika hatinya baik. Ia juga menjadi rusak, jika hatinya rusak. Oleh sebab itu, selain menjadi obat penyembuh bagi penyakit hati dan jiwa, Al-Qur’an juga menjadi obat penyembuh penyakit fisik.  

 

Asy-Syinqithi dalam kitabnya, Tafsir Adhwa'ul Bayan mengatakan Al-Qur’an adalah obat penyembuh yang mencakup obat bagi penyakit hati dan jiwa, seperti keraguan, kemunafikan, dan perkara lainnya.  

 

Namun selain itu Al-Qur’an bisa juga menjadi obat bagi jasmani jika dilakukan ruqyah kepada orang yang sakit. Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Zad al-Ma'ad, menjelaskan, Al-Qur’an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan akhirat.  

 

Tidak setiap orang diberi keahlian dan taufik untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsisten berobat dengannya dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kukuh, dan menyempurnakan syaratnya, niscaya penyakit apa pun tidak akan mampu menghadapinya. 

 

Kepada sahabat yang sakit, Rasulullah saw kerap kali berpesan, bagi kalian ada obat penyembuh, yakni madu dan Al-Qur’an (HR Ibnu Majah dan al-Hakim). Begitupun jika kita mengimani bahwa Al-Qur’an sebagai asy-syifa (sarana penyembuhan), maka perbanyaklah membaca Al-Qur’an karena ia adalah obat. 


Lalu bagaimanakah cara Rasulullah berobat dengan menggunakan Al-Qur’an? 


Pertama, berobat dengan surat al-Fatihah. Hal ini seperti yang dilakukan sahabat yang membacakan surat al-Fatihah kepada seorang pemimpin kampung yang tersengat kalajengking lalu Rasulullah membenarkan tindakan sahabat itu. 


Dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa ada sekelompok sahabat Nabi dahulu berada dalam perjalanan jauh, lalu melewati suatu kampung Arab. Kala itu, mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung tersebut enggan untuk menjamu. 


Penduduk kampung tersebut lantas berkata pada para sahabat yang mampir, “Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah (melakukan pengobatan dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an) karena pembesar kampung tersengat binatang atau terserang demam.” 


Di antara para sahabat lantas berkata, “Iya ada.” Lalu ia pun mendatangi pembesar tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surat al-Fatihah. 


Akhirnya, pembesar itu sembuh. Lalu yang membacakan ruqyah tadi diberikan seekor kambing tapi ia enggan menerimanya (riwayat lain menyebutkan, ia mau menerima), sampai kisah tadi diceritakan pada Nabi saw. Lalu ia mendatangi Nabi saw dan menceritakan kisahnya tadi pada beliau. 


Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah meruqyah kecuali dengan membaca surat al-Fatihah.” Rasulullah saw lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu al-Fatihah adalah ruqyah (artinya: bisa digunakan untuk meruqyah)?” Beliau pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku sebagiannya bersama kalian.” (HR al-Bukhari no. 5736 dan Muslim no. 2201).


Kedua, berobat dengan surat al-Ikhlas. Ketika Sahabat Utsman sakit, Rasulullah saw mendoakannya dan memohon perlindungan untuknya dengan nama-nama Allah yang terdapat dalam surat al-Ikhlas. Hal ini sebagaimana diriwayatkan Sahabat Utsman bahwa ia pernah mengadukan kepada Rasulullah saw tentang sakit yang sedang ia rasakan di tubuhnya. Lalu Rasulullah saw bersabda, “Letakkan tanganmu pada bagian tubuh yang sakit, selanjutnya Rasulullah saw membaca


 بِسْمِ الله الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ، أُعِيْذُكَ بِاللهِ الْأَحَدِ الصَّمَدِ الَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ مِنْ شَرِّ مَا تَجِدُ 


"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, aku mendoakanmu dengan nama Allah Yang Esa, Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Yang tiada beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia, dari segala keburukan yang engkau temui" (HR Abu Ya’la). 


Ketiga, berobat dengan surat al-Mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Nas). Jika seorang hamba memohon perlindungan (kesembuhan) dengan dengan surat al-Mu’awwidzatain atas keluhan yang sedang dideritanya, maka dengan izin-Nya dia akan sembuh. 


Dalam sebuah hadits dari ‘Aisyah RA yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan:


   أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ فِيْ نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ، فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأْمسَحُ عَلَيْهِ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِها 


“Rasulullah saw jika menderita suatu penyakit, biasanya beliau meruqyah dirinya dengan membaca kedua surah tersebut (al-Falaq dan an-Nas), kemudian meniupkannya. Ketika beliau sakit keras, akulah yang membacakan kedua surat tersebut untuk beliau. Selanjutnya akulah yang mengusapkan tangan beliau (pada badan beliau), demi mengharap barokah dari tangan beliau.” 


Makna “meniupkannya” dalam hadits di atas adalah meniupkannya pada kedua telapak tangan, lalu mengusapkannya pada bagian yang sakit, hal ini bila rasa sakit tersebut jelas tempatnya. Akan tetapi jika rasa sakit tersebut menyebar, maka cukuplah mengusapkannya pada bagian tertentu saja atau sesuai yang diinginkan. 

 

Editor: Abdul Manap
Sumber: NU Online


Syariah Terbaru