• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Syariah

Q&A Bareng Ajengan

Apakah Orang yang Diajak Ghibah Juga Ikut Mendapatkan Dosa? 

Apakah Orang yang Diajak Ghibah Juga Ikut Mendapatkan Dosa? 
Apakah Orang yang Diajak Ghibah Juga Ikut Mendapatkan Dosa? (Foto: NUO)
Apakah Orang yang Diajak Ghibah Juga Ikut Mendapatkan Dosa? (Foto: NUO)

Assalamu'alaikum Wr Wb 

 

Izin bertanya pak kiai, apakah orang yang mendengarkan perbuatan ghibah dia juga ikut berdosa? dan bagaimana cara menolak untuk diajak ghibah karena terkadang kita juga merasa tidak enak untuk berterus terang? 

 

Haturnuhun pak kiai 🙏

 

(Hamba Allah)

 

Wassalamu'alaikum Wr Wb

 

Jawaban 

 

Mungkin, selama ini kita menganggap bahwa perbuatan ghibah adalah hal biasa karena seringnya kita melakukan perbuatan tersebut, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Pada dasarnya, ghibah adalah perbuatan tercela yang dilarang oleh Islam. Mungkin juga, karena saking seringnya kita melakukan perbuatan ghibah sampai-sampai kita menganggap bahwa itu bukanlah suatu kesalahan dan bukan perbuatan yang mengakibatkan pelakunya mendapatkan dosa. 

 

Padahal, Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 128: 

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya Sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing Sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.” 

 

Berdasarkan ijma dari para ulama, hukum asal ghibah adalah haram. Baik pembicara dan pendengar keduanya mendapat dosa, karena ghibah pasti dilakukan oleh lebih dari satu orang yakni pembicara dan pendengar. Pendengar terbawa dosa karena menjadi perantara si pembicara untuk terus menghibah.

 

Akan tetapi, dalam kondisi tertentu kita boleh menempuh jalan tersebut karena kepentingan-kepentingan tertentu yang hendak dituju. Ibnu Imad dalam kitab Qomi’ut Thughyan dalam menjelaskan cabang imana ke-69 menyebutkan bahwa kesalahan orang lain karena tujuan yang benar menurut syara’, yang tujuan tersebut tidak dapat terpenuhi kecuali dengan menyebutkan kesalahan tersebut adalah diperbolehkan dalam 15 hal, yakni:

 

1.    Menunjukkan kepada ucapan yang benar.
2.    Memberi nasihat kepada orang yang meminta petunjuk dalam persoalan nikah, menitipkan amanat, atau lainnya.
3.    Mengingatkan orang alim yang salah kepada pengikutnya.
4.    Minta tolong untuk mengubah kemungkaran, seperti ucapan Anda kepada orang yang Anda harapkan kemampuannya untuk menghapus kemungkaran.
5.    Mengenal identitas seseorang, seperti ucapan Anda, “Fulan si juling,” atau lainnya. Hal ini diperbolehkan apabila identitas si Fulan tidak dikenal kecuali dengan menyebut catatannya, karena kebetulan orang yang bernama Fulan banyak. 
6.    Menjaga kerusakan. 
7.    Meminta fatwa, seperti ucapan Anda kepada orang yang dimintai fatwa: “Ayahku, suamiku, atau saudaraku telah berbuat dzalim kepadaku.”
8.    Mencegah perbuatan fasik seseorang yang tidak menutupi perbuatan cacatnya, misal orang yang menceritakan perbuatan zina dan dosa-dosa besar yang dilakukan. 
9.    Memperingatkan seseorang dari kejahatan orang lain. 
10.    Menuturkan cacat orang yang menampakkan perbuatan bid’ah.
11.    Menuturkan cacat orang yang menyembunyikan perbuatan bid’ahnya.
12.    Menuturkan kesalahan lawan kepada hakim pada waktu ada dakwaan dan pertanyaan.
13.    Menyebutkan cacat orang dzalim yang mengadukan kepada jaksa atau penguasa.
14.    Menuturkan cacat orang kafir yang memusuhi kaum muslimin.
15.    Menuturkan cacat orang yang murtad, dalam artian bukan orang yang meninggalkan shalat fardhu. 

 

Meski demikian, tentunya akan lebih baik lagi jika kita menghindari perbuatan ghibah. Menghindari perbuatan ghibah juga bisa lakukan dengan cara yang baik seperti mengalihkan topik pembicaraan, menjaga lisan, introspeksi diri, dan berkumpul dengan orang-orang yang shaleh. Wallahu a’lam.

 

Dr. H. Ramdan Fawzi, Pengasuh Pondok Pesantren Robitoh Kabupaten Bandung Barat


Syariah Terbaru