Syariah

Apakah Ahli Waris Wajib Lunasi Utang Penjudi Online yang Meninggal Dunia?

Selasa, 7 Januari 2025 | 07:07 WIB

Apakah Ahli Waris Wajib Lunasi Utang Penjudi Online yang Meninggal Dunia?

Judi Online; (Ilustrasi: NU Online).

Maraknya judi online di masyarakat ternyata sangat berdampak besar di berbagai aspek kehidupan. Dampak yang sangat paling terasa yakni mengalami kerugian secara finansial, bahkan sangat besar kerugiannya. Bahkan, seseorang yang kecanduan main judi online kerap kali menghabiskan tabungan, kehilangan aset seperti rumah atau kendaraan dan berutang hanya demi permainan tersebut.


Keadaan yang dialami oleh orang yang sudah kadung kecanduan bermain judi online, tentu tidak mudah untuk bisa kembali seperti biasa. Keadaan carut-marut seperti ini sangat sulit untuk kembali bahkan sampai dirinya meninggal. Akhirnya, sampai meninggalnya pun ia belum dapat menyelesaikan urusannya termasuk utang-piutangnya untuk kebutuhan bermain judi online.
 

Lalu, apakah ahli waris wajib melunasi semua utang yang ditinggal mati oleh si penjudi online?
 

Melansir laman NU Online, urusan utang piutang secara khusus dan hal-hal yang berkaitan dengan manusia (haqqul adami) tidak secara otomatis selesai dengan kematian seseorang. Karena itu dalam ajaran Islam disunahkan untuk segera menyelesaikan semua tanggungan mayit, yaitu dengan melunasi utang-utangnya, dan memintakan maaf berbagai kesalahan yang pernah dilakukan oleh mayit semasa hidupnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menyegerakan kebaikan, dan pembebasan ruh mayit yang tertahan menuju tempatnya yang mulia hingga hak adami tersebut dilunasi atau diselesaikan. 


Dalam urusan utang-piutang, jika tidak memungkinkan untuk membayarkan utangnya, maka wali atau ahli waris meminta kepada orang yang punya piutang untuk memindahkan piutangnya (hiwalah) kepadanya, atau wali memindahkan utang mayit ke dalam tanggungannya. (Said ibnu Muhammad Ba'ali Baisan, Busyrol Karim, [Jeddah, Darul Minhaj: 2004 M], halaman 448).


Dalam kitab Bugyatul Mustarsidin juga dijelaskan;


يندب أن يبادر بقضاء دين الميت مسارعة فك نفسه من حبسها عن مقامها الكريم كما ورد فإن لم يكن بالتركة جنس الدين أو لم يسهل قضاؤه سأل الولي وكذا الأجنبي الغرماء أن يحتالوا به عليه وحينئذ فتبرأ ذمة الميت بمجرد رضاهم بمصيره في ذمة نحو الولي


Artinya, "Disunahkan untuk segera melunasi utang mayit. Karena untuk menyegerakan pembebasan ruh mayit menuju tempatnya yang mulia sebagaimana dinyatakan dalam hadits. Apabila harta waris (tirkah) bukan termasuk jenis yang dapat digunakan untuk membayar utang, atau termasuk jenis yang dapat digunakan membayar utang tapi tidak mudah untuk melunasi utangnya, maka walinya seperti itu juga orang lain sunah meminta kepada yang memberi utang untuk memindahkan utangnya (hiwalah). Dengan demikian mayit menjadi terbebas dari tanggungannya dengan persetujuan mereka bahwa utangnya mayit menjadi tanggungan wali." (Abdurrahman Ba'alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut, Darul Fikr], halaman 171).


Setelah itu, apakah ahli waris wajib membayarkan utangnya, mengingat jumlah utangnya fantastis dan semua aset telah habis untuk judi online?


Terkait dengan hal tersebut, Ibnu Qudamah (w 620 H), ulama mazhab Hanbali dalam kitabnya Al-Mughni mengatakan:


فَإِنْ لَمْ يَخْلُفْ تَرِكَةً، لَمْ يُلْزَمْ الْوَارِثُ بِشَيْءٍ؛ لِأَنَّهُ لَا يَلْزَمُهُ أَدَاءُ دَيْنِهِ إذَا كَانَ حَيًّا مُفْلِسًا، فَكَذَلِكَ إذَا كَانَ مَيِّتًا


Artinya, "Apabila mayit tidak meninggalkan harta waris (tirkah), maka ahli waris tidak berkewajiban apapun. Karena mereka tidak wajib melunasi utangnya andai ia bangkrut ketika masih hidup, maka demikian juga mereka tidak wajib melunasinya ketika ia sudah meninggal." (Ibnu Qudamah, Al-Mughni)


Sementara Imam Al-Qurthubi mengatakan bahwa ketidakwajiban wali atau ahli waris membayarkan utang mayit merupakan sebuah kesepakatan ulama (ijma').  


وبالإجماع لو مات ميت وعليه دين لم يجب على وليه قضاؤه من ماله، فإن تطوع بذلك تأدى الدين عنه


Artinya: "Berdasarkan ijma', jika seseorang meninggal dan memiliki tanggungan utang, maka walinya tidak wajib melunasinya dengan hartanya sendiri. Namun jika secara suka rela ia melunasinya maka utangnya dianggap lunas." (Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi, Al-Jâmi' li Ahkâmil Quran, [Beirut, Maktabah Ar-Risalah: 2006 M], juz V, halaman 230). 


Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa bagi orang yang meninggal dunia, masih memiliki utang, sedangkan dirinya tidak meninggalkan harta atau aset apapun untuk dijual, maka ahli waris tidak memiliki kewajiban untuk membayarkan utang-utangnya. Namun, demikian, jika ada ahli waris atau orang lain yang berinisiatif untuk melunasi atau menanggung utang-utangnya, maka hal itu sudah mencukupi sebagai pelunasan atas utang-utangnya. Wallahu a'lam.


Penulis: Ustadz Muhamad Hanif Rahman