Sumedang

Wisuda Mahasantri STIS As-Sa’adah: Bukan Akhir, Tapi Awal Amanah Ilmu

Senin, 25 Agustus 2025 | 08:01 WIB

Wisuda Mahasantri STIS As-Sa’adah: Bukan Akhir, Tapi Awal Amanah Ilmu

Wisudawan STIS As-Sa’adah berfoto bersama pimpinan kampus. (Foto: Ist)

Sumedang, NU Online Jabar
Wisuda kerap menjadi momen penuh haru, bangga, dan syukur ketika toga dikenakan dan doa restu para kiai, guru, serta orang tua mengiringi. Namun bagi mahasantri, wisuda bukan sekadar seremoni akademik, melainkan simbol jerih payah menempuh ilmu di dua ranah sekaligus: pesantren dan perguruan tinggi.

 

Lebih dari itu, wisuda bukan garis akhir. Ia adalah tanda dimulainya babak baru pengabdian. Ilmu yang diraih hanyalah bekal, sementara tanggung jawab sesungguhnya dimulai ketika kembali ke masyarakat.

 

Semangat inilah yang mengiringi Wisuda Mahasantri Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) As-Sa’adah Sukasari Sumedang, yang bekerja sama dengan Yayasan Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning. Acara tersebut menjadi momentum refleksi bagi para wisudawan untuk menapaki jalan panjang pengabdian.

 

Dalam doa pembuka, Pimpinan Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning, KH. Busyrol Kariem Zuhri, menekankan bahwa capaian ilmu merupakan karunia Allah.

 

“Karena kita ini bukan pendiri sebetulnya, tapi kita ini hanya pelaku. Pendiri itu adalah Allah,” ujarnya,  Ahad (24/8/2025).

 

Ia juga mengingatkan pentingnya bersyukur, tidak hanya kepada Allah, tetapi juga kepada guru dan orang tua.

 

“Tentunya kita perlu menyampaikan rasa syukur dan berterima kasih sebagai tanda seorang muslim. Disampaikan bukan hanya kepada Allah, tapi juga kepada manusia,” tambahnya.

 

KH. Busyrol menutup pesannya dengan tiga hal yang harus dijaga setiap santri: Sadar sebagai muslim, Sadar sebagai hamba Allah, Sadar untuk selalu menampilkan kebaikan, Wejangan Dr. Ahmad Syaeful Rahman.

 

Sementara itu, Ketua STIS As-Sa’adah, Ahmad Syaeful Rahman, berpesan agar para wisudawan mampu beradaptasi di tengah perubahan zaman.

 

“Tidak semua orang berilmu mampu diterima di masyarakat, tidak semua orang terampil bisa hidup dengan keterampilannya. Namun orang yang bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman akan mampu bertahan,” katanya.

 

Ia juga membagikan pengalaman pribadinya tentang pentingnya motivasi dan doa. “Sejak SMP saya sudah menuliskan nama saya lengkap dengan gelar di secarik kertas yang saya tempel di lemari kobong. Menurut saya, motivasi internal itu lebih utama dibandingkan motivasi eksternal,” ujarnya.

 

Dr. Ahmad menekankan, doa memiliki peran besar dalam hidupnya. Ia mencontohkan pengalamannya ketika mengikuti seleksi ASN.

 

“Nilai saya hanya 30, artinya tidak lulus. Tapi setelah sowan ke kiai dan memohon doa, dua minggu kemudian pengumuman resmi menyatakan saya lulus. Itu bukan aib, tapi bukti betapa besar keberkahan doa,” kenangnya.

 

Ia menutup dengan pesan agar intelektualitas tidak sebatas gelar, melainkan pengamalan ilmu yang bermanfaat.

 

“Dimanapun saudara mengabdi, jagalah almamater. Jaga silaturahmi dengan dosen, sesama mahasiswa, dan seluruh sivitas akademika. Ilmu tidak akan bermanfaat jika masyarakat tidak merasa membutuhkannya,” tegasnya.

 

Pesan-pesan dari KH. Busyrol dan Dr. Ahmad memberi bekal berharga bahwa wisuda bukan akhir perjalanan, melainkan awal perjuangan. Wisudawan tidak hanya membawa gelar, tetapi juga amanah besar untuk mengamalkan ilmu, menjaga tradisi pesantren, dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

 

Selamat kepada para mahasantri STIS As-Sa’adah Sukasari Sumedang. Semoga ilmu yang diperoleh menjadi cahaya penerang, amal jariyah, sekaligus bekal pengabdian bagi agama, bangsa, dan kemanusiaan.

 

Kontributor: Imamul Mutaqin Al Hanif