• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 28 Maret 2024

Risalah

Jalan (Masih) Panjang Dakwah Online NU dan Muhammadiyah

Jalan (Masih) Panjang Dakwah Online NU dan Muhammadiyah
Posisi NU Online sebagai web keislaman terbesar dan paling berpengaruh, ditunjang oleh jejaringnya di berbagai daerah (Desain: Fahmi)
Posisi NU Online sebagai web keislaman terbesar dan paling berpengaruh, ditunjang oleh jejaringnya di berbagai daerah (Desain: Fahmi)

Oleh Mahbib Khoiron
Di sektor media, hal yang menggembirakan setidaknya pada dua tahun terakhir adalah makin berpengaruhnya situs web NU dan Muhammadiyah di jagat maya. Memang tidak semuanya milik resmi organisasi, tetapi sangat jelas media-media itu dikelola oleh anak-anak muda yang secara ideologis berafiliasi dengan dua ormas moderat tersebut.

Masih terngiang bagaimana pada tahun 2014, NU Online masih berdiri sendirian di deretan 20 situs web keislaman terpopuler (versi Alexa) dengan nomor urut 7 atau 5. Disebut "sendirian" karena 19 sisanya masuk kategori situs "merah" dan "kuning" (cenderung pro sektarianisme dan kekerasan), atau "abu-abu" (ultra-konservatif). Namun, secara perlahan deretan itu akhirnya diisi oleh Islami.co (urutan ke-18 pada 2018 dan terus menanjak rangkingnya), lalu Bincangsyariah.com dan Rumahfiqih.com pada 2019. Saat itu, alhamdulillah, NU Online hampir selalu memimpin di urutan pertama. Kita patut berterima kasih kepada teman-teman Islami.co yang rajin mendata urutan-urutan tersebut sebagai bahan analisis dan evaluasi.

Tahun 2021 hingga kini, media-media moderat lainnya juga menyusul menduduki kursi 20 besar itu, seperti Laduni.id, Muhammadiyah.or.id, Iqra.id, Alif.id, Tebuireng Online, dan Suaramuhammadiyah.id. Sebagian web "merah" dan "kuning" bahkan terpental dari ring Top 20. Artinya, perang konten yang dilakukan teman-teman NU dan Muhammadiyah cukup membuahkan hasil meskipun tentu saja masih banyak kekurangan yang mesti disempurnakan.

Harus dicatat, yang baru saja kita bicarakan adalah kontestasi media Islam untuk kategori situs web, belum media sosial. "Makin berpengaruh" juga bukan berarti sudah berhasil mendominasi. Masuknya media-media umum seperti Tribun, Pikiran Rakyat, Suaradotcom, Detik, Sindonews, Okezone, dll ke dalam segmen konten keislaman menjadikan tantangan media Islam bertambah kompleks. Sejauh ini mereka cukup dominan menguasai belantara Google karena secara modal dan teknologi mereka memang lebih siap. Masalahnya, karena pendekatannya murni bisnis, mereka kadang kurang peduli dengan kategorisasi "merah-kuning-abu-abu".

Prestasi situs-situs web moderat ini memang patut disyukuri. Namun, ada yang lebih penting dari sekadar merayakan itu, yakni memanfaatkan capaian sekarang untuk capaian-capaian berikutnya. Pada Januari tahun lalu Hootsuite melaporkan bahwa 93,8 persen pengguna internet di Indonesia mengakses YouTube, kemudian disusul WhatsApp (87,7%), Instagram (86,6%), Facebook (85,5%), dan lainnya. Artinya pergeseran perilaku peselancar dunia maya sedang terus bergerak ke media sosial. Warganet sudah mulai nyaman dengan hanya mengakses informasi melalui medsos. Apalagi, platform-platform itu juga kini merangkap fungsi sebagai search engine layaknya Google, bukan sekadar sarana bersosialisasi.

Kelompok moderat akhirnya memiliki PR lagi: bagaimana mewarnai, bahkan mendominasi, platform-platform ini menjadi ruang yang sehat, mendidik, serta memberi kedamaian bagi kehidupan bernegara. Musuhnya bukan cuma kaum ekstremis tetapi juga gerombolan buzzer politisi. 

NU Online cukup ngos-ngosan mengejar ketertinggalan di sektor media sosial ini. Meski jika dikumpulkan jumlah followernya mencapai jutaan, tetapi capaian ini masih jauh dibanding akun-akun dakwah lainnya yang memang bergerak jauh lebih dulu dan solid sejak awal. Namun, itu mungkin bisa diatasi seandainya banyak hadir akun-akun lain di NU--dengan kapasitas dan jumlah pengikut yang kurang lebih sama. 

Tantangan terus berubah. Sudah jadi takdir media untuk mesti beradaptasi dengan perubahan tersebut. Berhenti berinovasi dan memperbaharui strategi, berarti siap-siap digulung oleh arus kemajuan yang begitu cepat. Termasuk ketika merespons publik yang mengidamkan aplikasi super yang memuat "semua hal" dalam satu aplikasi. Di tengah ngos-ngosan itu, NU Online juga berikhtiar menuju ke sana. Alhamdulillah, responsnya luar biasa kendatipun masih banyak hal yang perlu ditambal. Animo untuk menginstal, ulasan positif, serta kritik dan masukan publik adalah kekuatan tersendiri untuk bertahan dan berkembang. Tentu saja ongkosnya luar biasa besar, dhâhiran wa bâthinan, dan semoga disadari oleh sebagian user yang sering request ini-itu, atau bahkan mengolok-olok ketika terjadi bug tertentu. 

Tanggal 7 Februari kemarin dapat kebar gembira bahwa NU Online Super App yang berusia baru satu tahun (resmi diluncurkan harlah NU 16 Rajab tahun lalu) masuk daftar 10 besar aplikasi kategori "Gaya Hidup" (life style) untuk segmen keislaman, atau peringkat 24 untuk kategori "Gaya Hidup" secara umum. Pemeringkatan ini memang cukup dinamis, bisa berubah dalam hitungan hari. Namun setidaknya ini adalah permulaan yang baik, khususnya untuk menyambut bulan suci Ramadhan 1443 H, atau lebih jauh lagi: menyongsong transformasi digital abad kedua NU. Bismillah, tahun ini meraih 1 juta downloader (nu.or.id/superapp).

Warga NU itu sejatinya berkemajuan. Energinya sudah terhimpun dan ada di mana-mana. Sayangnya, seringkali energi itu tumpah hanya ketika ada yang bikin gara-gara. Sudah saatnya energi besar itu disalurkan di kanal yang lebih tepat dan produktif, sesuai cita-cita merawat jagat dan membangun peradaban.

Penulis adalah Redaktur NU Online PBNU


Editor:

Risalah Terbaru