Oleh Iip Yahya
"Ndisik dadi anggota NU iku angel. Pelatihane telung wulan."
Dulu menjadi anggota NU itu sulit. Pelatihannya berlangsung selama tiga bulan. Kalimat itu saya dapatkan saat sowan ke kediaman almarhum KH. A. Muchith Muzadi di Jember, awal tahun 2000-an. Saya sowan bersama rombongan aktivis santri yang tergabung dalam Syarikat. Kami dipandu oleh sejarawan asal Jember Tri Chandra Aprianto. "Kesulitan" itulah yang membuat keanggotaan NU di masa itu sangat selektif.
Penjelasan Mbah Muchith itu dikonfirmasi oleh Majalah Al-Mawaizh yang diterbitkan oleh NU Cabang Tasikmalaya tahun 1933-1936. Selain kepengurusan yang ramping, anggota NU dibagi dua: setia dan setuju. Tanda setia antara lain adalah membayar iuran bulanan. Jika tidak disiplin bayar iuran, yang hanya setuju, dikeluarkan dari keanggotaan. Kesetiaan pada organisasi itu harus dibuktikan.
Disiplin keras semacam itu memang memungkinkan untuk dilakukan pada masanya. Perekrutan anggota organisasi massa, baik yang berbasis agama maupun bukan, berlangsung sangat ketat dan kompetitif. Sekalipun statuta lembaga diatur sedemikian rupa oleh pemerintah Hindia Belanda, para aktivis organisais ini pandai bersiasat. Misalnya pelaksanaan kongres berlangsung setahun sekali. Hal ini menuntut kerapihan manajemen dan ketelitian mendokumentasikan kegiatan.
Dalam wawancara panjang tentang Tebuireng dan Hadratus Syaikh yang kemudian dibukukan, Mbah Muchith bertutur soal pelatihan para kiai muda dari berbagai pesantren pada akhir tahun 1930-an. Tentang kegiatan ini, belum ada penjelasan lain di buku tentang Tebuireng dan Mbah Hasyim. Namun, peneliti sejarah Ahmad Baso menjelaskan bahwa sedikitnya ada dua buku yang mengonfirmasi kegiataan tersebut.
Cerita Mbah Muchith itu juga dikonfirmasi oleh penuturan almarhum Ajengan Memed, pendiri pesantren Darul Hidayah Cibangkong Kota Bandung. Setelah Muktamar Menes 1938, bersama enam santri Sukamanah yang lain, Memed mewakili NU Cabang Tasikmalaya untuk mengikuti pelatihan kader ulama di Tebuireng selama tiga bulan.
Ya, betul., Memed dan kawan-kawan adalah santrinya KH Zainal Musthafa Asy-Syahid. Sebagai Wakil Rais Syuriyah NU Cabang Tasiklamaya, Ajengan Sukamanah berkesempatan hadir di Muktamar Menes. Sekalipun ia tak berkesempatan berjumpa dengan Hadratus Syaikh yang berhalangan hadir di Menes, tujuh santrinya dapat berguru langsung di Tebuireng.
Begitulah. Semoga kita kelimpahan berkah dari para almarhumin, pejuang-pejuang NU yang sejati itu.
Penulis, khadim Media Center PWNU Jabar.
Terpopuler
1
H Dudu Rohman, Ketua PCNU Kota Tasikmalaya Resmi Dilantik Jadi Kakanwil Kemenag Jawa Barat
2
Khutbah Jumat Singkat: Sedekah, Bukti Keimanan Kepada Tuhan dengan Menjadi Seorang Dermawan
3
Refleksi Hari Kemerdekaan Indonesia
4
Pesantren Al-Hamidiyah Gelar AHAFEST 2025, Hadirkan Perlombaan Futsal Hingga Hadrah dengan Total Hadiah Rp30 Juta
5
MTs NU Putri Buntet Bangga, Karya Gurunya Tampil di Pameran Sastra Nasional
6
GP Ansor Kertasemaya Gelar Renungan Suci dan Tahlil untuk Pahlawan di HUT ke-80 RI
Terkini
Lihat Semua