Risalah Hari Disabilitas Nasional

Hari Disabilitas Nasional: Seorang Mu'adzin Rasulullah yang Tunanetra

Jumat, 3 Desember 2021 | 12:00 WIB

Hari Disabilitas Nasional: Seorang Mu'adzin Rasulullah yang Tunanetra

(Sumber Ilustrasi: NUO)

Oleh: Ilham Abdul Jabar
Siapa yang tidak kenal dengan nama Bilal bin Rabah? seorang budak yang akhirnya menjadi mu'adzin Rasulullah SAW hingga saat Rasul wafat. Namun saya ingin mengenalkan seorang tunanetra yang juga menjadi mu'adzin pada masa Rasul, yaitu Abdullah bin Ummi Maktum radhiallahu ‘anhu.

 

Mungkin nama Abdullah bin Ummi Maktum, sebagian orang merasa asing. Bahkan di antaranya ada yang baru mendengar seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum.

 

Bilal bin Rabah dan Abdullah bin Ummi Maktum, dua duanya mu'adzin Rasul, dan dua duanya juga memiliki waktu khusus untuk mengumandangkan adzan, apalagi pada waktu menjelang subuh. Bilal bin Rabah diperintahkan adzan pada waktu shalat tahajud (yang saat ini dinamakan adzan awal), sedangkan Abdullah bin Ummi Maktum adzan pada saat datangnya waktu shalat Subuh.

 

Seperti hadits yang diterima dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiallahu ‘anha:

 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: ” أَنَّ بِلَالًا كَانَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ، فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

 

“Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu (sepertiga) malam. Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan. Karena ia tidak akan adzan kecuali setelah terbitnya fajar shadiq (masuk waktu subuh).”

 

Bayangkan saja, seorang tunanetra yang entah dengan bantuan apa untuk ia sampai ke masjid, dan selalu mengikuti shalat berjamaah. Hingga ia mendapatkan pesan cinta dari sang Khaliq.

 

Rasul SAW bersabda:

 

قال الله تبارك وتعالى: إذا ما أخذتُ كريمة عبدي لم أجِدْ له بها جزاءً إلا الجنة

 

“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Jika Aku mengambil penglihatan hamba-Ku, maka tidak ada balasan yang lebih pantas kecuali surga.”

 

Hingga karena perjuangannya untuk bisa selalu berangkat ke masjid, pada suatu hari Abdullah bin Ummi Maktum dituntun oleh Iblis untuk berjalan menuju Masjid.

 

Abdullah bin Ummi Maktum selalu rajin untuk bergegas ke masjid meskipun dengan kondisi fisik yang dialaminya. Namun, suatu ketika saat ia dalam perjalanan menuju masjid, ia tersandung batu hingga mengeluarkan darah. Namun, ia tetap melangkahkan kakinya ke masjid.

 

Keesokan harinya, ia kembali berjalan menuju masjid untuk menunaikan salat dengan luka di kakinya akibat tersandung, selang beberapa hari ada seseorang yang membantunya berjalan menuju masjid.

 

Setiap ia berangkat ke Masjid, pasti ia dituntun oleh seseorang. Hingga rasa penasarannya timbul, siapa pemuda yang selalu menuntunya ke masjid?

 

Hingga di suatu hari, ia sempatkan untuk bertanya, "Wahai saudaraku, siapakah nama mu? Aku ingin mengetahuinya agar bisa mendoakanmu kepada Allah SWT?" tanya Abdullah bin Ummi Maktum. "Apa untungnya bagimu mengetahui namaku dan aku tak mau engkau doakan," jawab pemuda tersebut.

 

Sembari memegang tangan pemuda tersebut, Abdullah bin Ummi Maktum pun menyampaikan supaya pemuda itu tidak membantunya.

 

"Aku tak mau engkau menolongku lagi karena kau tak mau didoakan," ucapnya.

 

Akhirnya, pemuda tersebut memperkenalkan diri.

 

"Wahai Abdullah Ummi Maktum, ketahuilah sesungguhnya aku adalah iblis,".

 

Abdullah tersentak, "Kalau memang iblis, mengapa engkau menolong dan mengantarku ke masjid? Bukannya engkau harus mencegahku ke sana?" tanya Abdullah.

 

"Wahai Abdullah Ummi Maktum, masih ingatkah engkau beberapa hari yang lalu tatkala engkau hendak ke masjid dan engkau tersandung batu? Aku tidak ingin hal itu terulang lagi. Sebab, lantaran engkau terjatuh, Allah telah mengampuni dosamu yang separuh. Aku takut kalau engkau tersandung lagi, Allah akan menghapuskan dosamu yang separuhnya lagi sehingga terhapuslah dosamu seluruhnya. Maka, sia-sialah kami syetan menggodamu selama ini,” jawab iblis tersebut.

 

Beliau wafat sebagai syuhada, di tahun 14 Hijriyah masa khalifah Umar bin Khattab, ketika perang dengan kerajaan Persia. Jasadnya ditemukan terkapar di medan perang sambil memeluk bendera yang diamanatkan kepadanya untuk dijaga.

 

Kisahnya dikutip dari kitab Bidayah wan Nihayah karya Ibn Katsir dan dari beberapa tafsir al quran, seperti Tafsir Al Azhar.

 

Penulis Adalah Guru Kelas Takhosus Ponpes Al-Hikmah Mugarsari