• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Nasional

Ajengan Sukamanah di Antara 9 Pahlawan Nasional dari NU

Ajengan Sukamanah di Antara 9 Pahlawan Nasional dari NU
(Ilustrasi: M Iqbal)
(Ilustrasi: M Iqbal)

Dalam proses merebut hingga mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi yang selalu melahirkan para pejuang. Bahkan, sampai detik ini pun NU masih konsisten menjaga NKRI. Meski para pahlawan dari NU dan pesantren terbilang banyak, tapi hanya beberapa nama yang kemudian mendapat gelar Pahlawan Nasional. Menurut sejarawan KH Abdul Mun’im DZ mengatakan bahwa NU merupakan pemeran utama dalam pembentukan negara ini, salah satunya KH Zaenal Musthafa yang berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat.

Berikut ini nama dan riwayat singkat tokoh bergelar pahlawan nasional yang pernah aktif di NU di berbagai tingkatan yang disusun berdasarkan tahun penetapan gelar. 

1. Hadratussyekh KH Hasyim Asyari 

Hadratussyekh KH Hasyim As’yari merupakan tokoh utama sekaligus pendiri organisasi Nahdatul Ulama yang berdiri pada 31 Januari 1926. Beliau satu-satunya orang yang memiliki gelar Rais Akbar NU hingga saat ini. Berkat jasanya yang berperan besar dalam pendidikan melalui NU dan melawan penjajah, Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 17 November 1964. 

Salah satu di antara jasanya untuk negara ini adalah memutuskan NU untuk mengeluarkan Resolusi Jihad fi Sabilillah yang direkomendasikan untuk pemerintah RI yang baru berdiri dan Jihad fi Sabilillah untuk umat Islam dengan fatwa, setiap orang dewasa yang berada dalam radius 90 km dari medan pertempuran melawan penjajah wajib berperang. Pernyataan resmi organisasi NU pada 22 Oktober 1945. Pada tanggal tersebutlah oleh pemerintah dijadikan sebagai Hari Santri Nasional.

2. KH Abdul Wahid Hasyim 

KH Abdul Wahid Hasyim merupakan salah seorang putra dari Hadratussyekh KH Hasyim As’yari dan ayah dari presiden keempat Republik Indonesia KH Abdurrahmann Wahid. Ia adalah salah seorang anggota Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 

Di pondok pesantren Tebuireng ia mempelopori masuknya ilmu pengetahuan umum ke dunia pesantren dengan mendirikan Madrasah Nidzmiyah dengan ilmu umum 70 persen, ilmu agama 30 persen. Pada tanggal 17 November 1960 Kiai Wahid Hasyim ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

3. KH Zainul Arifin 

KH Zainul Arifin, merupakan tokoh NU asal Barus, Sumatera Utara. Keturunan raja-raja Barus ini aktif di NU sejak muda melalui kader dakwah. Di antara jasa-jasanya adalah saat pembentukan pasukan semi militer Hizbullah yang kemudian menjadi panglimanya. Ia ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional oleh Pemerintah pada 4 maret 1963.    

4. KH Zainal Musthafa 

KH Zainal Musthafa merupakan salah seorang tokoh NU dari Tasikmalaya Jawa Barat yang pernah menjadi salah seorang Wakil Rais Syuriyah PBNU. Perlawanan Ajengan Sukamanah, KH Zainal Musthafa, di Tasikmalaya pada tahun 1944, disebut sebagai pemberontakan sipil terbesar dalam sejarah militer Jepang di Jawa. Hal itu memang diakui sendiri oleh Kenpeitai, polisi militer Jepang, yang berhadapan dengan KH Zainal Musthafa beserta ribuan pengikutnya yang terjadi pada Jumat, 18 Feburari 1944. Pengakuan itu disampaikan Keinpetai melalu sebuah dokumen yang diterbitkan dalam buku The Keinpeitai in Java and Sumatra (2010), karya S Barbara Gifford Shimer dan Guy Hobbs. Buku tersebut kemudian dikutip Iip D Yahya dalam buku biografi KH Zainal Musthafa berjudul Ajengan Sukamanah (2021). 

Salah satu propagandanya adalah dengan membuat propaganda tentang KH Zainal Musthafa yang buruk di mata kolonial ini. Ajengan Sukamanah dianggap memiliki ajaran sesat dan berusaha menghasut rakyat untuk melawan pemerintahan Jepang. Alasan kedua adalah pasca-perlawanan Sukamanah, Jepang mengubah kebijakannya terhadap ulama di Indonesia, yang salah satunya dengan pelibatan para kiai dalam urusan keagamaan di Indonesia.

Dalam buku Ajengan Sukamanah yang dikarang oleh Iip D Yahya, ketika Jepang masuk ke Indonesia meremehkan peran ulama, bahkan berusaha menyingkirkannya dengan menangkap ulama besar sekaligus Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari dan membubarkan organisasi nahdliyyin tersebut. 

Namun pasca-perlawanan KH Zainal Musthafa, Jepang mengubah cara pandangnya terhadap ulama hingga melibatkan mereka dalam sejumlah bidang terkait keagamaan. Kegigihannya melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda dan Jepang berbuah gelar Pahlawan Nasional pada 1973. 

5. KH Idham Chalid 

KH Idham Chalid pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda. Selain itu, Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua MPR dan Ketua DPR. Selain sebagai politikus, ia merupakan Ketua Umum PBNU pada tahun 1956-1984. Sampai detik ini, kiai Idham Chalid merupakan ketua umum paling lama di PBNU.

Atas jasanya, ia ditetapkan sebagai pahlawan pada 8 November 2011. Kemudian pada 19 Desember 2016, Pemerintah mengabadikannya di pecahan uang kertas rupiah baru, pecahan Rp 5 ribu.   

6. KH Abdul Wahab Chasbullah 

Sebelum mendirikan NU, KH Abdul Wahab Chasbullah mendirikan kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran), pendiri Madrasah Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Negeri), pendiri Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Pedagang). 

Sejak 1924, mengusulkan agar dibentuk perhimpunan ulama untuk melindungi kepentingan kaum tradisionalis yang bermazhab. Usulannya terwujud dengan mendirikan NU pada 1926 bersama kiai-kiai yang lain. Ia juga salah seorang penggagas MIAI, pernah menjadi Rais ‘Aam PBNU. Kiai yang wafat pada 29 Desember 1971 itu mendapatkan gelar pahlawan pada 8 November 2014.

7. KH As’ad Syamsul Arifin 

KH As’ad Syamsul Arifin salah seorang kiai berperang melawan penjajah. Ia menjadi pemimpin para pejuang di Situbondo, Jember maupun Bondowoso, Jawa Timur. Di masa revolusi fisik, Kiai As'ad menjadi motor yang menggerakkan massa dalam pertempuran melawan penjajah pada 10 November 1945. Selepas kemerdekaan Kiai As'ad adalah penggerak ekonomi-sosial masyarakat. Ia menyerap aspirasi dari warga kemudian mendorong pemerintah daerah, menteri, maupun presiden guna mewujudkan pembangunan yang merata. Kiai As'ad juga berperan menjelaskan kedudukan Pancasila tidak akan mengganggu nilai-nilai keislaman. Atas jasa-jasanya, ia mendapat anugerah pahlawan pada 9 November 2016.  

8. KH Syam’un 

KH Syam’un merupakan pengurus NU di Serang, banten. Ia pernah hadir di Muktamar NU keempat di Semarang pada 1929, pada Muktamar NU kelima di Pekalongan 1930 dan pada Muktamar NU kesebelas di Banjarmasin pada 1936. Selain alim dalam keilmuan, KH Syam'un menguasai tiga bahasa asing dan pernah mengajar di Arab Saudi pada masa mudanya, ketika kembali ke tanah air, ia bergabung dengan kelaskaran. Ia pernah menjadi perwira tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Pernah menjadi Komandan Batalyon berpangkat daidancho atau mayor tahun 1943. Tahun 1944 dilantik jadi Komandan Batalion PETA berpangkat mayor, memimpin 567-600 orang pasukan. Saat TKR dibentuk 5 Oktober 1945, pangkatnya naik jadi kolonel, Komandan Divisi l TKR dengan memimpin 10.000 orang pasukan.

Tahun 1948, ia naik pangkat brigadir jenderal. Ia memimpin gerilya di wilayah Banten, sampai wafatnya tahun 1949. Ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah RI pada 8 November 2018.  

9. KH Masykur 

KH Masjkur adalah tokoh Nahdlatul Ulama pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di antara kontribusinya semasa hidup adalah ikut terlibat merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. KH Masjkur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta) yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI di seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul sebagai pemimpin Barisan Sabilillah. Ia pernah menjadi Menteri Agama Indonesia pada 1947 hingga 1949 dan 1953 sampai 1955. Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI periode 1956 sampai 1971 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung pada 1968.

Selain itu, Kiai Masjkur ikut serta membangun moral anak bangsa dengan mendirikan Yayasan Sabililah, lembaga masyarakat yang bergelut di bidang pendidikan. Ia ditetapkan pemerintah sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah pada 8 November 2019.

Editor: Muhammad Rizqy Fauzi (diolah dari berbagai sumber).


Nasional Terbaru