• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Profil

Konferwil XVIII NU Jabar

Kiai Abun Bunyamin: Sosok Ulet yang Sarat Prestasi

Kiai Abun Bunyamin: Sosok Ulet yang Sarat Prestasi
Rais Syuriyah PWNU Jabar terpilih KH Dr Abun Bunyamin, MA (Foto: dok. Pesantren Al-Muhajirin)
Rais Syuriyah PWNU Jabar terpilih KH Dr Abun Bunyamin, MA (Foto: dok. Pesantren Al-Muhajirin)

Ketakziman seorang santri kepada kiainya, tak berhenti setelah ia pulang dan mukim. Rasa takzim itu melekat selama hidupnya. Kebaikan dan jasa para guru itu selalu disebut-sebut dalam berbagai kesempatan. Hal itulah yang diperlihatkan oleh KH. Dr. Abun Bunyamin, MA. Ia tak pernah melupakan jasa para kiai yang telah megajarnya, terutama para masyayikh Cipasung. Bahkan dalam perhelatan besar Rapat Pleno PBNU setahun yang lalu (20/09), Kiai Abun tanpa ragu menyebut jasa para gurunya itu.

KH. Dr. Abun Bunyamin, MA., saat ini dikenal sebagai pengasuh Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta. Salah satu pesantren terbesar dengan 6.000 santri dan 6.00 orang guru. Dengan kemajuan seperti ini, ternyata Kiai Abun tak pernah melupakan gemblengan para gurunya di Pesantren Cipasung.

Sebelum mengaji di Cipasung, ia sudah menjelajah di sejumlah pesantren, antara lain Pesantren Hidayatul Muta’allimin (Majalengka), Al-Falah dan Santiong (Cicalengka), Sukamiskin (Bandung), dan Riyadlul Alfiyyah Sadang  (Garut). 

Saat lahir pada 4 April 1954, ia bernama Muhammad Tamrin. Tapi saat masuk SD berubah menjadi  Ade Bunyamin dengan panggilan Amin. Dari mulai sebagai santri biasa, Amin kemudian menjadi Ketua Asrama Pusaka dan puncaknya menjadi seksi muballlighin yang membawahi seluruh asrama di Cipasung.

Rupanya saat di Cipasung inilah Amin menemukan kedewasaan dan arah hidup yang lebih pasti. Ia masih sempat mengaji sebentar kepada Abah Ruhiat. Amin selalu melaksanakan ijazah doa yang diberikan, yaitu shalat di awal waktu, membaca Al-Fatihah untuk Abah, dan membaca AlQuran 50 ayat setiap hari. Menurut Abah Ruhiat, hal itu agar ilmu yang dipelajari manfaat dan penuh berkah. 

Dengan Kiai Ilyas Ruhiat, selain sebagai guru, Amin juga menganggapnya sebagai mentor yang mengarahkan jalan hidupnya. Masih segar dalam ingatannya sapaan Ajengan Santun dari Cipasung itu, “Min, lagi apa? Dari mana?” Kesantunan yang selalu tunjukkan kepada para santri. 

Pernah suatu hari Amin kepergok sedang-sedang senyum-senyum sendiri di lantai dua gedung PTI (sekarang Gedung IAIC). Ajengan Ilyas mengagetkannya, 

“Ada apa, Min?” 

Dengan malu-malu ia menjawab, “Ini Pak, saya lulus ujian PGA 6 Tahun.” Ya, waktu itu memang ia baru saja menerima pemberitahun lulus ujian persamaan PGA 6 tahun dari Sumedang. 

Kelulusan itu sangat menyenangkannya karena akan memperlancar proses studi selanjutnya. Saat itu sebenarnya Amin telah tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Ilmu Agama Cipasung. Ajengan Ilyas menganggapnya sudah layak untuk ikut kuliah sekalipun belum mendapatkan ijazah SLTA. Karena itulah ia perlu mengikuti ujian persamaan PGA 6 tahun.

Dari sosok Ajengan Ilyas ini, Amin melihat bagaimana sebuah pesantren dikelola dan dibesarkan. Pesantren Cipasung telah ditempa melalui semua tantangan zaman; penjajahan Belanda, Jepang, revolusi fisik, pemberontakan DI/TII, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Semua era itu membawa konsekuensi berbeda-beda. Tapi semua dinamika zaman itu berhasil dilalui dengan baik dan menorehkan prestasi.

Kiai Abun Purwakarta tidak hanya menghormati guru-gurunya, tetapi juga para putra gurunya di Cipasung. Saat memberikan sambutan dalam Rapat Pleno PBNU itu, secara khusus dia menyebut nama KH Abun Bunyamin Ruhiat. Keduanya berkawan baik sejak di pesantren. Selayaknya santri, tentu saat itu Amin sering disuruh-suruh bahkan tak jarang dimarahi.

“Saya yang membawakan tasnya saat berangkat kuliah,” tutur Kiai Abun. ”Saya juga sering dimarahi. Alhamdulillah, berkah saya dimarahi, saya jadi maju. Kebaikan, kemajuan, ketinggian Pesantren Al-Muhajirin ini, tidak ada apa-apanya kecuali karena (berkah para guru) Pesantren Cipasung.”

Setelah mukim, Amin lebih dikenal sebagai KH Abun Bunyamin. Maka ada dua nama kiai yang sama. Sama-sama mengasuh pesantren besar. Yang satu Pengasuh Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta, yang satu lagi Pengasuh Pesantren Cipasung Tasikmalaya. 

Kini Kiai Abun mendapat amanah untuk memimpin PWNU Jawa Barat sebagai Rais Syuriyah. Ia ditetapkan sidang tertutup tujuh orang Ahlul Halli wal Ahdi pada Konferwil NU Jabar 30-3Oktober 2021. Kiai Abun didampingi oleh KH Juhadi Muhammad sebagai Ketua Tanfidziyah.

Artikel ini pernah dimuat di NUJO
Editor: Iip Yahya


Editor:

Profil Terbaru