Opini

Krisis Keteladanan: Dari Kasus Pagar Laut, Korupsi Pertamina hingga Disertasi Nakal

Rabu, 5 Maret 2025 | 15:38 WIB

Krisis Keteladanan: Dari Kasus Pagar Laut, Korupsi Pertamina hingga Disertasi Nakal

Krisis Keteladanan: Dari Kasus Pagar Laut, Korupsi Pertamina hingga Disertasi Nakal. (Sumber Foto: NU Online).

Setiap peristiwa besar yang mampu menyita perhatian publik di negeri ini tampaknya memerlukan penanganan yang lebih serius. Saat ini, paling tidak terdapat peristiwa yang membuat masyarakat mengelus dada, mengapa bisa terjadi, sementara di sisi lain realisasi kesejahteraan yang optimal masih jadi prioritas yang masih tersendat-sendat. 


Misalnya, ada penegakan hukum yang masih terbelenggu oleh kepentingan oknum yang tidak bertanggung jawab. Ada juga kasus pagar laut, korupsi Pertamina hingga Disertasi nakal yang ditempuh pejabat publik seolah menguak daftar kompleksitas permasalahan bangsa ini yang tak kunjung selesai. 


Boleh jadi publik saat ini merasakan begitu  pedihnya menyaksikan negeri yang dicintainya terkotori oleh perilaku pupuhu bangsa yang tak bertanggung jawab. Dambaan akan negeri yang ripah repeh rapih loh jinawi dan baldatun toyyibatun warabbun ghafur pun seakan menemukan hambatan yang berarti dan luar biasa. Mungkin hal itu dipicu karena masih menguatnya ketamakan dan kerakusan dalam diri.  


Hanya untuk melanggengkan kepentingan diri dan memenuhi semua hasratnya, tanggul dilabrak, tunggul dirarud, hukum pun dimanipulasi dan dimodifikasi. Hal inilah yang kemudian mendamparkan nilai. Alih-alih menjadi teladan yang akan dibanggakan anak bangsa, malah terjebak dalam perilaku sesat yang menghalalkan segala cara hingga akhirnya bukan pujian yang didapat, melainkan cercaan, hardikan, dan hinaan. 


Dalam hal ini, pemangku kebijakan mestinya mampu merasakan bagaimana sulit dan ketatnya masyarakat di bawah mencari penghidupan yang layak. Jabatan dan kedudukan seharusnya jangan sampai membuat hati buta, membuat hilangnya empati dan simpati pada sesama, padahal itu semua didapat karena ada peran serta yang lain. 


Di sinilah perlunya semua komponen bangsa saling menguatkan kesadaran, saling menguatkan bahwa kepentingan bangsa dan negara yang harus diutamakan. Dalam hal ini komunikasi menjadi penting agar semua kebijakan dapat terinformasikan dengan jelas sehingga program dapat tersampaikan dengan jelas. Jika hal ini terjadi, maka pengawasan terhadap suatu program atau kebijakan tampaknya akan terlihat fair. 


Oleh karenanya, pemerintah sebagai motor penggerak, perangkat kebijakan, serta pengikat kesatuan dan persatuan bangsa harus kokoh, dan bersih dari semua maksiat. Pemerintah juga perlu memastikan, bahwa orang-orang yang akan memikul tanggung jawab kebijakan yakni orang yang betul kompeten, track record-nya bersih, serta memiliki jiwa integritas yang baik, bukan didasari pada kepentingan yang hanya untuk memenuhi permintaan kelompok saja. 


Terkuaknya tiga peristiwa yang disebut di atas menjadi petanda bagaimana kuatnya hegemoni kekuasaan yang berlandaskan ketidakadilan, ketamakan, dan kelicikan pada waktunya akan terbongkar. Hal ini sesuai dengan apa yang banyak diutarakan oleh teks kitab suci bahwa sekecil apapun peristiwa yang jauh dari norma agama akan muncul dan terlihat ke permukaan. Menyoal hal ini, saya kira semua orang pun akan mampu menyepakatinya, meyakini bahwa hal demikian itu memang benar adanya. 


Terkuaknya kasus tersebut juga mengindikasikan bahwa birokrasi di negeri ini belum sepenuhnya kuat. Sebagian oknum masih terperdaya, terbius, dan terperdaya oleh kepentingan yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat. 


Namun, penegak hukum dalam hal ini misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mampu membongkar korupsi Pertamina yang disinyalir sudah jauh-jauh hari terjadi perlu diapresiasi. KPK dengan kekompakannya, loyalitasnya, dan integritasnya mampu menunjukkan tajinya sebagai badan antirasuah yang terus gigih dalam mewujudkan rule of law yang berkeadilan. KPK juga perlu memastikan bahwa dirinya anti intimidasi, dan anti intervensi sehingga kasus-kasus besar lainnya dapat terungkap. 


Oleh karena itu, keteguhan penegak hukum di Indonesia menjadi hal yang sangat penting. Jika demikian, ini akan menjadi warning bagi para pejabat publik untuk tidak melakukan kecurangan dan ketidakadilan sekecil apapun. Selain itu juga karena ketaaatan pada hukum norma dan agama lah yang menjadi landasan setiap orang tidak seharusnya berbuat demikian.


Sebagai solusinya, birokrasi di negeri ini harus dipenuhi dengan sosok keteladanan dengan integritas dan moralnya yang menawan, dan menjadi teladan. Bila tidak demikain, maka yang terjadi adalah krisis keteladanan yang akan menimbulkan hilangya kepercayaan dari publik. Jika kepercayaan dari publik menguat, boleh jadi sikapnya kepada pemimpin akan menjadi sebuah cibiran yang menggelegarkan. 


Alhasil, keadaan seperti ini seharusnya jangan sampai banyak terulang. Keadaan jangan sampai jauh dari nilai dan norma yang sudah disepakati dan diyakini. Mari ciptakan keadaan yang lebih baik, yang mampu menjadi suri teladan bagi anak bangsa. Mengapa, karena anak bangsa yang bangga melihat pendahulunya baik dan menawan yang kelak akan menjadi pewaris maju mundurnya bangsa ini. Cag ah!


Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut