• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Opini

Ilmu di Mata Para Santri

Ilmu di Mata Para Santri
Santri Pondok Pesantren Safinatul Faizin (Fauzan II). (Foto: NU Online Jabar/Muhammad Salim)
Santri Pondok Pesantren Safinatul Faizin (Fauzan II). (Foto: NU Online Jabar/Muhammad Salim)

Oleh Muhammad Salim
Jelang hari santri 22 Oktober mendatang, penting kiranya jika memahami pandangan santri terhadap ilmu. Hal ini menjadi keunggulan bagi bangsa Indonesia yang sudah menjadi budaya bagi kalangan santri di tengah kemajuan zaman. 


Namun kita perlu memahami pentingnya ilmu bagi santri. Menurut KH Aceng Abun bin KH Muhammad al Fauzani selaku sesepuh Pondok Pesantren Safinatul Faizin (Fauzan II) di suatu percakapan yang telah berlalu, menurutnya ilmu merupakan keunggulan bagi setiap manusia, karena dengan ilmu tersebut, manusia mampu meraih cita-citanya baik di dunia maupun di akhirat kelak.


Selain itu, KH Aceng Abun menyatakan dirinya lebih baik menjadi santri seumur hidupnya sampai mati ketimbang pulang dalam keadaan bodoh. Karena menurutnya hal tersebut bisa merusak keturunan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa santri jangan pernah mau pulang jika ilmu yang dipelajarinya belum dikuasainya. 


Ia pun berpendapat bahwa ilmu memiliki harga yang tidak ternilai, bahkan, saking tidak ternilainya, ilmu tidak bisa dibeli dengan uang berapapun jumlahnya. Namun ilmu hanya mampu dibeli dengan belajar yang sungguh-sungguh.


Selain itu, seorang santri saat tidak mampu menjawab persoalan dari teman atau masyarakat, ia tidak berani untuk menjawab dari pertanyaan yang tidak diketahuinya tersebut, Hal tersebut memberikan pesan tersirat kepada kita bahwa seorang santri saat tidak mampu menjawab persoalan, maka santri tersebut harus mau belajar lagi atau paling tidak diam jika tidak tahu. 


Selain itu, yang tidak kalah penting bagi santri yaitu mencari keridaan dari gurunya. Seperti halnya KH Aceng Abun yang mengisahkan seorang ulama yang merasa ilmunya sudah sama dengan ilmu yang dimiliki oleh keturunan guru dari orang tuanya, sehingga dari perasaan tersebut, menurut KH Aceng Abun, cahaya ilmu yang dimiliki ulama tersebut menjadi hilang. Ibarat sebuah lampu terbaik dengan kapasitas yang besar namun tidak menyala maka percuma akan percuma walaupun dipasang. Sebaliknya walau lampunya kecil namun menyala, maka akan mampu memberikan manfaat bagi dirinya maupun orang lain.


Itulah mengapa seorang santri selalu menjaga hubungan dengan guru dan keturunannya agar berkah ilmu yang ia pelajari saat di pesantren terus terpancar dan mampu memberikan manfaat bagi orang lain. Hal demikian juga terus diteruskan saat gurunya telah tiada dengan mengikuti kegiatan haul di pesantrennya.


Penulis merupakan Sekretaris LTN NU Garut serta alumni PP Fauzan dan PP Al Faaizin (Fauzan IV)dan Kotributor NU Online Jabar wilayah Garut


Opini Terbaru