• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 16 April 2024

Opini

SATU ABAD NU

Eco-Nahdliyah, Pentingnya Kesadaran Bahaya Sampah Jelang Seabad NU

Eco-Nahdliyah, Pentingnya Kesadaran Bahaya Sampah Jelang Seabad NU
Eco-Nahdliyah, Pentingnya Kesadaran Bahaya Sampah Jelang Seabad NU. (Foto: NU Online Jabar)
Eco-Nahdliyah, Pentingnya Kesadaran Bahaya Sampah Jelang Seabad NU. (Foto: NU Online Jabar)

Oleh Thoatillah Ja'far

Nahdlatul Ulama (NU) bersiap memasuki usianya yang ke-100 tahun. Organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam ini kian menunjukkan kematangannya melalui banyak terobosan berbasis semangat al muhafadhat ala al qadim al salih, wa al ahdu bi al jadid al ashlah. Spirit ini menyempurnakan gerakan jamiyah NU yang berkepihakan kepada kultur tradisional, akan tetapi tetap tanggap dalam wacana-wacana kebaruan.


Dalam rangka tahaduts bi an-ni'mat, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pun merancang serangkaian agenda sebagai bentuk tasyakkur atas keberadaan NU dengan segala wacana, ide, pengaruh, serta sumbangsihnya terhadap negara dan bangsa Indonesia. Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf memperkirakan ada sejuta jemaah yang akan berkumpul pada puncak peringatan 1 Abad NU di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo pada Selasa, 7 Februari 2023 mendatang.   


Event akbar ini tentu tidak cuma membawa kegembiraan bagi warga Nahdliyin. Lebih dari itu, berkumpulnya ratusan kiai, santri, dan masyarakat umum sudah barang tentu diyakini akan menghadirkan berkah tersendiri. Baik secara spiritual, sosial, maupun ekonomi.


Hanya saja, perkara yang kerap timbul dan tersorot pasca penyelenggaraan acara berbasis massa adalah perkara sampah. Rendahnya kesadaran personal, yang hanya berpikir dan mengandalkan keberadaan relawan kebersihan yang bertugas, misalnya, akan menumpuk menjadi problem raksasa yang berpotensi mengurangi kesan luhur jamiyah yang didirikan para ulama terpilih tersebut. 


Ambil contoh, jika pada momen akbar itu satu orang melempar bungkus bekas makanan ringan, atau satu botol plastik wadah air mineral sembarangan (yang mulanya dianggap dengan jumlah yang tidak seberapa), maka akan bertumpuk minimal sejuta lembar sampah. Bahkan akan berserakan yang tidak hanya merusak pandangan, namun menjelma ancaman bagi lingkungan dan wajah NU secara keseluruhan. Lebih lagi, bisa dipelintir menjadi asumsi buruknya tradisi masyarakat Islam. 


Fiqhul bi'ah an-nahdliyah

Tidak semua pihak mampu menempatkan semangat berpikir tradisional sebagai sebuah kebiasaan yang luhur. Istilah masyarakat tradisional sering juga disetarakan dengan kelompok tertinggal, anti kebaruan, dan semrawut. 


KH Hasyim Muzadi pernah mengungkapkan bahwa pesantren adalah NU kecil dan NU ialah pesantren besar. Maka, wajar jika status sebagai institusi berkiblat pada semangat tradisionalisme keduanya saling berkait dan tidak bisa dipisahkan.


Kelirunya, semangat berpikir berdasarkan kaca mata tradisional ini justru tidak sedikit melahirkan anggapan-anggapan miring terhadap NU, terutama wajah pesantren tradisional. Kesan kaum sarungan yang hidup slengean, tidak disiplin, kumuh, jorok, dan tanpa kesadaran tentang kebersihan serta pentingnya tata kelola sampah belum sepenuhnya hilang. 


Padahal, NU merupakan satu entitas yang hidup dan terus bergerak dalam peradaban. Nyaris tidak ada satu isu yang lolos dari perhatian dan pencarian solusi oleh para kiai, pesantren, dan kelembagaan PBNU itu sendiri. 


Dalam perkara persampahan, bahkan Komisi Bahtsul Masail Waqi'iyah dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU pada 2019 di Kota Banjar, Jawa Barat menghukumi haram pada pelaku pembuang sampah secara sembarangan.


Secara lebih jelas, fatwa itu berbunyi, "Haram membuang sampah sembarangan, terutama sampah plastik, apabila nyata-nyata (tahaqquq) atau diduga (dzan) membahayakan lingkungan. Dan makruh, apabila kemungkinan kecil (tawahhum) membahayakan lingkungan." 


Menjadi gerakan kolektif

Dalam pengantar Fiqih Penanggulangan Sampah Plastik (2019) yang dibukukan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) dan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Iklim (LPBI) PBNU, KH Said Aqil Siroj menjelaskan bahwa ada hubungan saling mempengaruhi antara perilaku kehidupan umat manusia dengan kondisi alam lingkungan. Kualitas lingkungan hidup menentukan kualitas kehidupan umat manusia. 


Atas dasar itulah maka penjagaan dan pelestarian terhadap lingkungan, termasuk dalam persoalan tata kelola sampah menjadi kefarduan bagi semua pihak. 


Akan tetapi, potensi ketidakpedulian manusia terhadap tanggung jawab tersebut juga berpotensi sangat tinggi. Bahkan, hal itu sudah dijelaskan Allah Swt melalui firman dalam QS. Ar-Rum: 41; 


ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ 


"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."


Secara tegas, ayat tersebut menjelaskan beragam fenomena rusaknya lingkungan di laut atau darat, bermula dari ulah tangan manusia yang tidak bertanggung-jawab. 


Tidak cuma menjadi perwakilan komunitas Muslim tradisional di Indonesia, NU juga dikenal sebagai masyarakat dengan prinsip kuatnya untuk menampilkan wajah Islam rahmatan lil alamin. Hal ini juga merupakan modal bagi NU untuk membangun kesadaran warganya secara lebih serius terkait urgensi tata kelola sampah yang lebih baik. 


Mengacu kaidah fikih "Bahaya itu (harus) dihilangkan," sudah semestinya kesadaran terhadap dampak kerusakan lingkungan akibat persoalan sampah menjadi fokus bersama. Dimulai dari individu, kesadaran itu diharap akan menguatkan gerakan NU sebagai sebuah jamiyah yang utuh dalam menyumbangkan kelestarian lingkungan di Indonesia. 


Di Gelora Delta Sidoarjo, bolehlah warga NU menyerap tradisi atarimae suporter sepak bola Jepang. Selain mengambil berkah, semuanya harus kompak memungut setiap sampah yang terlihat mata, lalu membuangnya secara tertib demi memudahkan pengolahannya. 


Kesadaran tiap-tiap personal terhadap risiko buang sampah sembarangan akan menentukan wajah NU di jelang usianya yang makin matang. Terlebih, Rasulullah Saw juga bersabda, “Tidak (diperbolehkan) menyengsarakan diri sendiri dan menimbulkan kesengsaraan terhadap orang lain.” (HR. Ibnu Majah).


Pembahasan, pengambilan dalil, dan imbauan imbauan NU tentang bahaya sampah sudah tuntas dan sempurna. Kini giliran masing-masing dari kita mewujudkannya sebagai gerakan jamiyah, eco-nahdliyah.


Penulis merupakan Pemerhati Lingkungan/Pengasuh Pondok Pesantren KHAS Putri Kempek Cirebon


Opini Terbaru