Fauzan Nugraha
Kontributor
Pesantren dalam ranah pendidikan merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia. banyak pesantren-pesantren yang tersebar di Indonesia termasuk di Jawa Barat, salah satunya Pondok Pesantren Al-Majidiyah yang sudah menginjak umur satu abad.
Ponpes Al-Majidiyah lahir pada tahun 1925, didirikan oleh K.H Abdul Majid yang berasal dari daerah Bandung. Sebelum tahun 1925, masyarakat Nyalindung (Kampung Pesantren Al-Majidiyah sekarang) ingin mendatangkan sosok ulama yang bisa membimbing masyarakat.
Masyarakat Nyalindung dan sekitarnya memang sudah mengetahui tentang ajaran agama islam, namun belum terlalu mendalam. Karena adanya keinginan dari masyarakat untuk mendatangkan ulama, maka dibangunlah komunikasi dengan K.H Abdul Majid, yang sebelumnya memiliki pesantren di daerah Rancaekek.
Setelah kedatangan K.H Abdul Majid, masyarakat Nyalindung dan sekitarnya mulai berdatangan untuk mengikuti pengajian. Pengajian tersebut tidak hanya diikuti oleh masyarakat Nyalindung saja, namun masyarakat yang tinggal daerah Tanjungsari juga mengikuti pengajian yang di adakan oleh K.H Abdul Majid.
Salah satu pengajian yang sampai saat ini terus berjalan adalah majelis taklim yang diadakan setiap hari Kamis. Pada tahun 1925 masyarakat mengajukan kepada K.H Abdul Majid untuk membuat sebuah pesantren di Nyalindung, dan dibangunlah pondok pesantren Al-Majidiyah.
Santri yang mondok mulai berdatangan dari berbagai daerah, salah satunya dari daerah Bandung, Pada tahun 1950-an, K,H Abdul Majid pindah ke daerah Garut, dan dilanjutkan dengan menantunya K.H Sulaiman. Dari mulai saat itu santri yang mukim mulai berpindah ke daerah lain. Meski demikian masih banyak masyarakat sekitar yang mengikuti pengajian dengan ritme dan materi layaknya di pondok pesantren.
Bahkan, masyarakat yang mengikuti pengajian rutin menginap di pondok. Dan biasanya pemuda di Nyalindung pada masa itu menginap dan mengikuti pengajian di pondok sampai ketika mereka sudah menikah atau akan pergi merantau.
Menginjak pertengahan 1980-an, kesehatan K.H Sulaiman mulai menurun, maka estapeta kepemimpinan pesantren diberikan kepada menantunya, K.H Sopandi.
KH Sopandi pada saat itu, bahkan dari awal tahun 1961, bukan hanya mengurusi pondok pesantren saja, namun beliau juga merupakan salah satu penggerak dalam mengadakan ‘Sekolah Agama’, atau cikal bakal Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA).
Menginjak sekitar tahun 2006, roda kepemimpinan dilanjutkan oleh K.H Muslim Mubarok. Sampai saat ini, santri mukim di Pondok Pesantren Al-Majidiyah, ada sekitar 400 santri dari berbagai daerah.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menghidupkan Malam di Bulan Suci Ramadhan dengan Amal Saleh
2
Inilah Rincian Zakat Fitrah Tahun 2025 di Kota dan Kabupaten se-Jawa Barat
3
Libur Lebaran 2025 untuk Sekolah Madrasah Diperpanjang 20 Hari, Menag: Bisa Kurangi Kemacetan
4
Operasi Pasar Murah PCNU Kabupaten Cirebon: Upaya Kendalikan Harga Bahan Pokok Jelang Idulfitri
5
RMINU Jabar Gelar Safari Ramadhan Volume 4 Bersama LDNU dan LPBHNU
6
Al-Hiyam: Cinta yang Mengembara Tanpa Akhir
Terkini
Lihat Semua