Ketika Kasepuhan Pamijahan Bercerita Perjuangannya di IPNU
Sabtu, 29 Januari 2022 | 08:00 WIB
Gerombolan tentara datang mencari kiai ke pondok-pondok untuk mendesak kiai pindah dari NU dan mendukung kepentingannya di pemilu 1971.
“Mana Kiai kamu?”, bentak seorang tentara.
“Baru tanyakan kiai jika nyawa saya sudah lumpuh”. tegas jawab seorang santri bernama Endang Ajidin menantang tentara dengan senjata laras panjang.
Mendengar kalimat itu dengan terheran-heran pimpinan tentara ini mengajak pulang tanpa pamit sambil berkata “ini tidak akan betul ayo kita pulang dulu”.
Begitulah Kasepuhan Safarwadi Pamijahan yang merupakan cicitnya Syekh Abdul Muhyi Pamijahan KH. Endang Ajidin mengawali Kisahnya tahun 70 an sebagai seorang santri dan pejuang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) ketika ditemui para penerusnya PAC IPNU Bantarkalong dikediamannya 6 Januari 2022.
Pasca peralihan rezim dari orde lama ke orde baru sekitar tahun 1970 an menjadi sebuah fase intervensi kekuatan politik penguasa yang menghantam Nahdlatul Ulama, situasi ini mengharuskan kaum mudanya memiliki keberanian secara fisik maupun mental dalam berjuang sebagaimana diceritakan KH AE Bunyamin (Ketua PC IPNU Kabupaten Tasikmalaya 1968 -1977) yang menyatakan “Kaum muda yang aktif di NU masa itu sama dengan menggadaikan masa depan”.
Ajengan Endang Ajidin mengikuti Training Center (TC) sekitar tahun 60 an akhir menuju tahun 1970, beliau aktif mengikuti berbagai kegiatan NU walau dengan berjalan kaki dari pondoknya di Awipari ke kantor PCNU Tasikmalaya di Jalan Doktor Soekardjo (Dokar) dan sesekali perjalanan itu tanpa alas kaki.
Training Center (TC) adalah nama kaderisasi tingkat pertama untuk calon anggota sehingga sah menjadi anggota IPNU, untuk saat ini namanya sudah diubah menjadi Masa Kesetiaan Anggota (Makesta).
Didikan, gemblengan, arahan serta pengalaman dari IPNU termasuk pelatihan TC inilah yang menjadikan mental dan keberaniannya sangat kuat sehingga ketika menghadapi Pemilu 1971 ada tugas santri harus menjaga kiai dan disana mental kader NU diuji.
“yang paling berkesan dari IPNU ketika akang mengikuti TC dengan dibekali ilmu organisasi serta digembleng mental sesungguhnya dan kegiatannya sampai pukul satu malam seperti semi militer kemudian berbagai kegiatan lainnya akang ikuti dengan jalan kaki walaupun terkadang tanpa alas kaki dari Awipari ke Jalan Dokar. Menuju pemilu 1971 ada saatnya santri harus menjaga kiai termasuk akang sebagai santri dan kader IPNU harus berani menjaga kiai siang malam tidak tidur. Keberanian serta mental yang kuat ini akangdan santri santri dapatkan berkat didikaan, binaan serta gemblengan dari kaderisasi IPNU. Sampai hari ini kartu anggota akang masih ada,” kata Ajengan Endang.
Dalam wawancara KH. AE Bunyamin seperti dikutip dari program Ngokoh (Ngobrol Bareng Tokoh) di Youtube nya RKP Official Tasikmalaya menyatakan bahwa beliau menjadi ketua IPNU paling lama dalam sejarah IPNU Tasikmalaya yaitu sembilan tahun karena pada saat itu sedikit sekali kader kader NU yang mau muncul kepermukaan karena tekanan politik orde baru.
KH. Endang Ajidin mengakhiri kisahnya dengan memberikan petuah bahwa silahkan ikuti organisasi Nahdlatul Ulama termasuk IPNU karena sunggung sangat banyak manfaatnya untuk bekal kita termasuk kita bisa dekat dengan para Ulama dan mendapatkan keberkahan serta petuahnya yang sangat berharga.
Husni Mubarok, Sekretaris Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Jawa Barat
Terpopuler
1
Barak Militer Vs Pesantren
2
Jejak Perjuangan KH Muhammad asal Garut: Dari Membangun Pesantren hingga Menjaga NU
3
Pesantren Karangmangu Bertaraf Nasional, Cetak Puluhan Khatimin dari Berbagai Daerah
4
Dialog Refleksi Harlah ke-70, IPPNU Tasikmalaya Tegaskan Peran Strategis Perempuan dalam Pendidikan dan Kepemimpinan
5
IPPNU Kota Banjar Kunjungi Dinas Sosial, Bahas Kasus Sosial dan Penguatan Ketahanan Keluarga
6
BPBD Jabar Siap Tangani Bencana Alam di Bandung Barat, Karawang, dan Bekasi
Terkini
Lihat Semua