• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Ngalogat

KOLOM KANG IQBAL

Akar-Akar Konflik Israel-Palestina

Akar-Akar Konflik Israel-Palestina
Konflik Israel Palestina (Ilustrasi: AM)
Konflik Israel Palestina (Ilustrasi: AM)

Hampir 3000 orang tewas dan lebih dari 10.000 orang terluka dari pihak Palestina dan Israel dalam perang Israel-Hamas dalam seminggu ini. Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan sekitar 1500 orang Palestina meninggal dunia dan lebih dari 7000 orang mengalami luka-luka. Pihak Israel menyebutkan sekitar 1300 orang Israel tewas dan sekitar 3400 orang terluka (cnnindonesia.com, 13 Oktober 2023). 


Tentu ini tragedi kemanusiaan yang sangat menyedihkan dan tidak bisa dibiarkan akibat konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan sejak didirikannya negara Israel pada 1948. Apa sebenarnya akar konflik Israel-Palestina ini?


Konflik Israel-Palestina adalah salah satu konflik paling berkepanjangan dan paling kompleks di dunia modern. Ini memiliki akar sejarah yang mendalam lebih dari satu abad dan terus mempengaruhi kehidupan jutaan orang di Timur Tengah. Untuk memahami ketegangan dan kekerasan yang sedang berlangsung di wilayah ini, kita harus melihat lebih dalam kepada faktor-faktor sejarah, politik, dan budaya yang telah berkontribusi pada konflik Israel-Palestina. 


Akar Historis
Akar konflik Israel-Palestina dapat ditelusuri kembali ke akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 ketika gerakan Zionisme, yang berusaha untuk membangun tanah air Yahudi, mulai mendapatkan momentum. Pamphlet The Jewish State yang ditulis oleh Theodor Herzl (1860-1904), seorang Yahudi Austria-Hungaria, sering dilihat sebagai dokumen dasar Zionisme politik modern. Tujuan gerakan ini adalah untuk membangun tanah air Yahudi di Palestina, yang pada saat itu merupakan bagian dari Kekaisaran Ottoman.


Selama berabad-abad, wilayah Palestina dihuni oleh mayoritas penduduk Arab, termasuk Arab Palestina, komunitas Yahudi dan Kristen. Ketegangan mulai meningkat di wilayah ini seiring dengan meningkatnya imigrasi Yahudi ke Palestina. Deklarasi Balfour pada tahun 1917, yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris pada Perang Dunia I, menyatakan dukungan untuk pembentukan "rumah nasional bagi orang Yahudi" (national home for the Jewish people) di Palestina. Deklarasi ini semakin memperburuk konflik tentang tanah dan identitas antar komunitas di wilayah Palestina.
 

Akar Nasionalisme dan Identitas
Nasionalisme memainkan peran penting dalam konflik Israel-Palestina. Kebangkitan gerakan nasionalis Yahudi dan Palestina berkontribusi pada bentrokan identitas dan aspirasi. Nasionalisme Yahudi atau Zionisme berusaha untuk menciptakan negara Yahudi di Palestina, sementara nasionalisme Palestina bertujuan untuk mempertahankan identitas Arab dan hak mempertahankan tanah mereka.
 

Pasa periode Perang Dunia, imigrasi Yahudi ke Palestina meningkat dan ketegangan pun meningkat saat komunitas Palestina dan Yahudi mulai bersaing untuk menguasai tanah Palestina. Perebutan wilayah dan identitas ini memperdalam jurang antara Yahudi dan Palestina dan pada ujungnya meletakkan dasar bagi konflik berkepanjangan dan berdarah di masa-masa berikutnya.
 

Akar Pembagian Palestina dan Pembentukan Israel
Keputusan PBB untuk membagi Palestina pada tahun 1947 menjadi negara Yahudi dan negara Arab yang terpisah menandai titik balik dalam konflik Israel-Palestina. Pemisahan ini diterima oleh pemimpin Yahudi, tetapi ditolak oleh pemimpin Arab. Akibatnya, terjadi perang besar antara pasukan Yahudi dan pasukan Arab. Pada tahun 1948, negara Israel secara resmi didirikan.  Ini mengakibatkan pengusiran massal sekitar sejuta warga Arab Palestina dari tanah mereka dan penciptaan negara mayoritas Yahudi di tanah Palestina. Peristiwa ini, yang dikenal sebagai Nakba (catastrophe; malapetaka), sampai kini menjadi kenangan yang sangat menyakitkan bagi Palestina.


Akar Perang Arab-Israel 
Konflik Arab-Israel tidak berakhir dengan pengusiran massal warga Palestina dan penciptaan negara Israel pada 1948. Terjadi beberapa kali perang Arab-Israel, seperti Perang Enam Hari 1967 dan Perang Yom Kippur tahun 1973, yang membuat situasi semakin suit dan menyebabkan perubahan wilayah Palestina. Pendudukan Israel atas Tepi Barat dan Jalur Gaza pada tahun 1967 menciptakan ketegangan dan perlawanan yang berkelanjutan dari kelompok-kelompok Palestina. Pada masa inilah muncul  Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Hamas.


Upaya Perdamaian 
Selama beberapa dekade, banyak upaya internasional telah dilakukan untuk mencapai solusi damai atas konflik Israel-Palestina. Perjanjian Oslo 1993 menciptakan Otoritas Palestina dan peta jalan negosiasi. Namun, perjanjian damai berikutnya seringkali gagal menghasilkan resolusi akhir. Isu-isu inti, seperti status Yerusalem, hak kembalinya pengungsi Palestina, dan perbatasan negara Palestina-Israel, tetap kontroversial dan belum menemukan titik-temu.


Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konflik Israel-Palestina sangat berakar pada faktor-faktor sejarah, politik, budaya yang telah membentuk Timur Tengah modern dan intervensi Barat. Memahami asal-usulnya sangat penting untuk menemukan jalan menuju perdamaian dan koeksistensi. Sejarah konflik yang kompleks, peran nasionalisme, dan perjuangan untuk memperoleh wilayah oleh kedua pihak terus menantang para pemimpin dan organisasi internasional untuk bekerja menuju penyelesaian yang berkelanjutan. Terlepas dari tantangan yang luar biasa ini, tetap menjadi kewajiban moral bagi dunia untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan yang memenuhi hak-hak dan aspirasi yang sah dari kedua pihak, warga Israel dan warga Palestina.
 

Asep Muhamad Iqbal, Direktur, Centre for Asian Social Science Research (CASSR), www.cassr.net 
 


Ngalogat Terbaru