• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 9 Mei 2024

Nasional

Mengenal Lebih Dekat Syaikhona Kholil yang Diusulkan Sebagai Pahlawan Nasional

Mengenal Lebih Dekat Syaikhona Kholil yang Diusulkan Sebagai Pahlawan Nasional
Syaikhona Kholil Bangkalan (Istimewa).
Syaikhona Kholil Bangkalan (Istimewa).

Jakarta, NU Online Jabar
Syaikhona Kholil Bangkalan saat ini sedang diusulkan sebagai pahlawan nasional oleh keluarga, kerabat, warga masyarakat dan pemerintah Kabupaten Bangkalan. Usulan tersebut atas dasar kontribusinya dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Mari kita kenal lebih dekat sosok guru utama para pendiri NU ini.

Muhammad Syaikh Kholil bin Abdul Latif adalah seorang ulama besar, kharismatik asal Bangkalan, Madura. Syaikhona Kholil dikenal oleh masyarakat khususnya di madura dan umunya seluruh Indonesia sebagai ulama besar atau guru besar ulama, bapak pesantren Indonesia, pelopor nasionalisme santri Indonesia dan pejuang kultural yang aktif berkontribusi dalam gerakan nasionalisme dalam membina dan memberdayakan masyarakat dalam bidang agama, pendidikan, sosial kemasyarakatan dan politik di abad 1800-an.

Syaikhona Muhammad Kholil lahir di Kampung Senenan, Kemayoran, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur pada Hari Rabu Malam Kamis 9 Safar 1225 H atau 25 Mei 1835 M. ia lahir dari pasangan KH Abdul Latif dan Nyai Hj Siti Khadizah dalam penelusurannya nasab ayah dari Syaikh Kholil ini sampai pada Said Sulaiman cucu dari Sunan Gunung Djati Cirebon Syaikh Syarif Hidayatullah dan terus nyambung sampai pada Rasulullah Saw.

Banyak versi mengenai tanggal kelahiran Syaikh Kholil, tetapi yang akurat dan yang terupdate yaitu sesuai dengan tanggal yang diatas. Tanggal kelahiran tersebut ditemukan pada bukti manuskrip dari tulisan tangan Syaikh Kholil sendiri. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Tim Kajian Akademik dan Biografi Syaikhona Kholil pada acara Seminar Nasional dalam rangka pengusulan gelar pahlawan nasional kepada Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Latif dengan tema “Pejuang Kultural, Guru Besar Pahlawan Nasional” di Aula Gedung Nusantara V DPR/MPR RI, Kamis (14/10).

Sementara untuk tanggal wafatnya, belum ada tanggal yang benar-benar akurat, walau di media dan dibeberapa buku sudah dinyatakan ada tanggal wafatnya. Saat ini Tim Kajian Akademik beserta Yayasan Syaikh Kholil sedang dalam pengkajian perihal tanggal yang pasti.

Semangat kebangsaan Syaikh Kholil tumbuh lewat proses panjang mulai dari menimba ilmu di Pondok Pesantren Langitan Tuban, Pondok Pesantren Cangaan Bangil, Pondok Pesantren Darussalam Kebon Candi Sidogiri Pasuruan, hingga Ponpes Salafiyyah Safi’iah Stail. Pada tahun 1843 ia belajar ke Makkah kepada syaikh Ahmad Khotib Abdul Ghoffar, Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Usman bin Hasan Ad-Dimyati, Syaikh Ahmad bin Zayni Ad-Dahlan Al-Hasani, Syaikh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki dan Syaikh Abdul Hamid bin Mahmud As-Syahwani.

Syaikh Kholil merupakan ulama besar yang berhasil membimbing dan membina para santrinya dan masyarakat umum untuk cinta tanah air dengan semangat nasionalisme, keimanan yang kuat sebagaimana selogan yang ia ciptakan, Hubbul Wathon Minal Iman bahwa membela tanah air merupakan Sebagian dari iman.

Dalam kontribusinya, Syaikh Kholil tidak hanya mengajarkan ilmu agama saja pada santri-santrinya, tetapi juga mengajari dan membina santrinya untuk menjadi pelopor perjuangan kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah. 
Beberapa murid atau santri dari Syekh Kholil diantaranya sudah dikokohkan sebagai pahlawan nasional yaitu diantaranya Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, dan KH As’ad Syamsul Arifin. Dikukuhkannya para santri Syekh Kholil tersebut karena perjuangannya dulu pada saat melawan penjajahan belanda yang terkenal dengan Resolusi Jihadnya.

Selain dari tiga murid diatas yang sudah dikokohkan sebagai pahlawan nasional, sejumlah murid yang berhasil dicetak menjadi ulama besar oleh Syaikhona Kholil diantaranya, KH Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), KH As’ad Syamsul Arifin (Sukorejo Situbondo), Kiai Cholil Harun (Rembang), Kiai Ahmad Shiddiq (Jember), Kiai Hasan (Genggong Probolinggo), Kiai Zaini Mun’im (Paiton Probolinggo), Kiai Abi Sujak (Sumenep), Kiai Toha (Bata-Bata Pamekasan), Kiai Usymuni (Sumenep), Kiai Abdul Karim (Lirboyo Kediri), Kiai Munawir (Krapyak Yogyakarta), Kiai Romli Tamim (Rejoso Jombang), Kiai Abdul Majid (Bata-Bata Pamekasan). 

Dari sekian santri Syaikhona Kholil pada umumnya menjadi pengasuh pesantren dan tokoh NU seperti Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Hasbullah. Bahkan Presiden pertama RI Soekarno, juga pernah berguru walau tidak secara resmi pada Syaikhona Kholil Bangkalan (Fuad Amin Imran dalam bukunya Syakihona Kholil Bangkalan Penentu Berdirinya Nahdlatul Ulama, hal.17-177).

Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Prof. Dr. KH Nasarudin Umar dalam pemaparannya, di acara Seminar Nasional dalam rangka pengusulan gelar pahlawan nasional kepada Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Latif dengan tema “Pejuang Kultural, Guru Besar Pahlawan Nasional” di Aula Gedung Nusantara V DPR/MPR RI, Kamis (14/10). mengatakan Syaikhona Kholil itu memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar kepahlawanan, syekh Kholil bukan hanya gurunya para pahlawan nasional tetapi gurunya proklamator kemerdekaan, Soekarno.

“Syekh Kholil itu memenuhi persyaratan, cara belajarnya, cara mengajarnya min ba'dhil auliya. Kita bisa lihat bagaimana ia mengajarkan KH Bahar Nur Hasan, juga diucapkan KH Abdul Karim, yang jadi nyata adalah KH A’sad Syamsul Arifin yang sehari-hari mendampingi gurunya, bahkan ia sempat menyaksikan bapak proklamator kemerdekaan kita ketika mengunjungi Bangkalan di usap-usap kepalanya oleh Syekh Kholil, di tiup-tiup ubun-ubunnya, barangkali karena berkah itulah ia memproklamirkan kemerdekaan,” paparnya.

Lanjutnya, “Syekh bukan hanya gurunya para pahlawan nasional, tetapi gurunya proklamator kemerdekaan, masa tidak mendapatkan penghargaan yang paling puncak sekalipun.”.

Pewarta: Abdul Manap


Nasional Terbaru