• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Nasional

Ketum PBNU: Sedimentasi Sungai, Penyebab Runtuhnya Peradaban 

Ketum PBNU: Sedimentasi Sungai, Penyebab Runtuhnya Peradaban 
Ketum PBNU: Sedimentasi Sungai, Penyebab Runtuhnya Peradaban 
Ketum PBNU: Sedimentasi Sungai, Penyebab Runtuhnya Peradaban 

Surabaya, NU Online Jabar
Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menghadiri sosialisasi ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference ASEAN IIDC 2023 di Hotel Shangri-la, Surabaya, Jawa Timur pada Kamis (15/6/2023). Dalam kesempatan tersebut, dirinya menyebutkan sejarah mencatat bahwa Indonesia yang dulu bernama Nusantara pernah memberikan sumbangih sangat mengagumkan lewat nilai toleransi dan harmoni yang ditawarkan, sejumlah kerajaan bisa bertahan dalam waktu yang sangat lama.


“Kerajaan Sriwijaya bisa bertahan hingga 7 abad lamanya dan mempersatukan seluruh Nusantara dalam jaringan perdagangan dengan tetap menoleransi perbedaan politik,” ungkap Gus Yahya.


Kegiatan yang dihadiri sejumlah kalangan, termasuk tokoh agama di Jawa Timur dan Indonesia Timur tersebut Gus Yahya menjelaskan, kerajaan Sriwijaya tercatat pernah mempersatukan Nusantara di dalam satu jaringan perdagangan internasional dengan tetap mempertahankan format-format politik di pulau-pulau yang ada di Nusantara ini.


“Jadi inland politik dibiarkan independen tapi jaringan perdagangan internasionalnya yang dikonsolidasikan sehingga menjadi kekuatan ekonomi politik yang sangat signifikan pada waktu itu,” kata dia.


Sriwijaya, kerajaan yang bersendi ajaran dan nilai folosofis Budha yang berada di Sumatera Selatan ini, bertahan selama kurang lebih tujuh abad, mulai abad ke-7 hingga 14 masehi.


Sriwijaya merupakan kerajaan besar yang mengandalkan kekuatan maritim yang hegemonik di Nusantara. Kedudukannya di tepian Sungai Musi Palembang ini, menurut Gus Yahya, sangat strategis dan sangat menentukan. Mengapa? Karena Sungai Musi saat itu sangat luas dan dalam sehingga bisa menjadi pusat deployment besar-besaran.


“Letaknya di sungai itu membuat kerajaan ini tak mudah diserang musuh,” kata dia.


Namun setelah berkuasa selama tujuh abad, kerajaan ini runtuh. Runtuhnya kerajaan dikarenakan pasukan maritimnya melemah sehingga gagal mempertahankan konsolidasi kawasan. Kenapa kekuatan maritimnya melemah ? “Karena sedimentasi di muara Sungai Musi sehingga kapal  besar tak bisa keluar-masuk,” ujar dia.


Tak hanya Sriwijaya, sedimentasi itu terjadi pada kerajaan Majapahit yang mengandalkan Sungai Brantas. “Semua itu runtuh gara-gara sedimentasi sungai,” jelasnya.


Karena sungai pernah menjadi kekuatan maritim, Gus Yahya mengaku tertarik dengan gagasan pengerukan sedimentasi di sejumlah sungai besar. Pengerukan itu menjadi penting karena sejarah mencatat, sungai-sungai besar itu pernah menjadi kekuatan peradaban di Nusantara. 


Ia mengaku pernah menceritakan gagasannya ini kepada seorang environmentalis (ahli lingkungan). Namun sang environmentalis mengaku khawatir jika pengurukan sungai itu akan merusak biota yang ada di dalamnya.


“Lha rusak kalau sungainya dipaculi (dicangkul). Kalau pakai teknologi modern kan enggak rusak,” Gus Yahya menjawab sang ahli lingkungan itu disambut geer peserta yang hadir.


Gus Yahya melanjutkan, bangsa Indonesia lewat kerajaan Majapahit juga pernah mempunyai warisan yang demikian luhur yakni Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Bahwa. Dengan semboyan ini Majapahit lebih menghargai perbedaan dan bukan sebagai negara agama. Dengan komitmen tersebut, dalam perkembangannya, kerajaan Majapahit tidak pernah mempersoalkan identitas agama bagi seleksi kepemimpinan. Bahkan tidak sedikit kerajaan di bawahnya terutama di kawasan Jawa yang dipimpin kalangan muslim.  


“Dan, hal tersebut tidak dipersoalkan oleh kerajaan Majapahit,” ujar dia.


Karena adanya warisan luhur itu, Gus Yahya mengajak seluruh tokoh untuk kembali kepada nilai luhur agama yang ada. Dari mulai harmoni, merdeka, damai, hingga keadilan sosial sembari mengutip Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.


Selain itu, Gus Yahya berharap seluruh gagasan luhur yang ada di setiap agama terus digali dan ditawarkan bagi peradaban dunia.


“Semoga nilai-nilai itu akan memberikan kontribusi bagi peradaban mendatang,” tandasnya. 


Editor: Muhammad Rizqy Fauzi


Nasional Terbaru