Bandung, NU Online Jabar
Ketua PWNU Jawa Barat KH Hasan Nuri Hidayatullah memenuhi undangan dari Persatuan Islam (Persis) untuk menjadi salah satu pembicara pada seminar Jelang Seabad Persis dan launching buku Persis di Era Milenium Kedua; Menalar Lampau Meretas Asa, di Bandung, Selasa (10/11).
Sebagaimana umumnya kiai NU, kiai yang akrab disapa Gus Hasan ini menyampaikan sesuatu yang mengundang tawa dan tepuk tangan hadirin. Misalnya ia menyatakan bahwa dirinya dikelilingi oleh pembicara yang sudah meninggalkan dunia hitam. Artinya, Gus Hasan masih berada di dalam dunia hitam. Hitam yang dimaksud adalah warna rambut. Jika para pembicara lain sudah berambut putih alias sudah tua, sementara Gus Hasan masih muda.
“Smoga saya tidak cepat-cepat ketularan (berambut putih),” ungkap pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Cilamaya, Kabupaten Karawang ini, yang diakses NU Online Jabar dari channel YouTube Arrisalah Tv.
Menurut Gus Hasan, setiap ormas memiliki perbedaan dan persamaan. Namun, yang harus dikedepakan adalah sisi-sisi persamaannya. Ia mengutip pendapat almaghfurlah KH Hasyim Muzadi yang mengatakan bahwa ormas yang berbeda seperti sandal bagian kiri dan kanan.
“Saya sekarang berada di Persis seperti (sepasang) sandal. Kalau kanan semuanya dipakai juga tidak pantas dan tidak seimbang. Kiri semua juga orang ngelihatnya tidak enak. Jadi seperti itulah kira-kira perbedaan ormas ini; menjadi suatu kepantasan dalam kita berjuang dalam membawa bangsa ini ke depan,” jelasnya.
Ia mengajak untuk melenturkan sisi-sisi perbedaan antara ormas dengan mengedepankan sisi persamaannya karena faktanya di masyarakat sudah sedemikian cair. Sudah menjadi hal lumrah seorang anak belajar Al-Qur’an di NU, kemudian di Persis, lalu di Muhammadiyah.
“Jadi apalagi yang harus dipermasalahkan karena tujuan kita sama harus menjaga agama, menjaga bangsa dan masyarakat,” tegasnya.
Kalau filsafat orang tua saya, sambungnya, selalu memberi nasihat bahwa sambal itu enak karena bercampurnya perbedaan-perbedaan yang diramu menjadi satu.
“Kalau terasi doang kira-kira orang tidak ada yang doyan. Tetapi ketika di dalamnya ada tomat, cabai, diulek jadi satu, bisa menjadi mahal harganya. Tidak sedikit rumah makan diidolakan karena sambalnya. Itulah perbedaan,” katanya lagi. “Perbedaan itu tidak perlu untuk saling merendahkan tapi saling menghargai,” tegasnya.
Ia mengaku undangan menjadi pembicara di seminar menjelang satu abad Persis itu merupakan moment yang sangat istimewa yang bisa menjadi perajut perekat umat demi bangsa Indonesia ke depan lebih maju.
Pewarta: Abdullah Alawi
Terpopuler
1
Resmi Dilantik, Lasqi Majalengka Siap Gairahkan Seni Qasidah dari Desa hingga Nasional
2
Hasil Drawing Piala AFF U-23 2025, Timnas Indonesia Satu Grup dengan Malaysia
3
Sebanyak 73 Peserta Berkumpul di Gedung SMP Ma'arif NU Nurul Hikmah Ikuti Makesta II IPNU-IPPNU Cipaku
4
Seluruh Jamaah Indonesia Telah Tiba di Tanah Suci, Masuki Masa Persiapan Jelang Puncak Haji
5
Rais Syuriah PCNU Kota Bogor Terima Silaturahmi Nahdliyin Citayam, Sambung Sanad Keilmuan dan Ukhuwah
6
Berkhidmah di Nahdlatul Ulama, GP Ansor Komitmen Membangun Kabupaten Bogor
Terkini
Lihat Semua