• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Kota Bandung

Tradisi ke-NU-an Bandongan, Bada Lontong dan Dulag

Tradisi ke-NU-an Bandongan, Bada Lontong dan Dulag
Ilustrasi. (Foto: NU Online Jabar)
Ilustrasi. (Foto: NU Online Jabar)

Bandung, NU Online Jabar
Nahdlatul Ulama atau NU merupakan organisasi keagamaan Islam di Indonesia yang didirikan oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 H yang dikenal dengan basis jamaah yang besar yang tersebar di seluruh dunia.

 

NU juga dikenal memiliki banyak tradisi keagamaan yang sampai saat ini masih banyak dipraktikkan. Beberapa tradisi ke-NU-an tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

 

1. Bandongan​​​​​​​

Metode membaca, menerjemah, dan memaknai kitab yang dibimbing langsung oleh seorang kiai, sedangkan santri dengan saksama menyimaknya. Metode ini disebut juga dengan metode wetonan.

 

Bandongan adalah pengajaran keagamaan yang dilakukan oleh kiai dan santri senior kepada para santrinya, seperti kuliah umum di universitas, di mana seorang dosen mengajar mahasiswa dalam jumlah yang banyak secara bersamaan. Dalam sebuah pesantren besar, santri yang mengikuti bandongan bisa mencapai dua ratus sampai lima ratus santri, bahkan dalam bulan puasa bisa mencapai ribuan santri.

 

Dalam model pembelajaran ini, kehadiran santri tidak didasarkan pada usia atau tingkat pengetahuan mereka. Sistem ini biasanya dilakukan oleh kiai atau santri senior secara rutin setiap hari. Seorang kiai atau santri senior hanya membacakan kitab-kitab karya ulama terdahulu (salaf) dengan cara menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah dan memberikan penjelasan secukupnya tentang isi kitab yang sedang dibaca.

 

Biasanya terdapat beberapa acara bandong an yang mengajarkan kitab pada berbagai tingkatan, dari kitab yang rendah tingkatannya sampai yang tertinggi. Oleh karena dalam setiap satu kali pertemuan biasanya hanya membahas satu bab dalam waktu sekitar satu jam, maka untuk bisa mengkhatamkan seluruh isi kitab akan dibutuhkan waktu yang sangat lama. Bahkan, ada satu kitab yang baru selesai dibaca tuntas selama satu hingga lima tahun.

 

2. Bada Lontong

Bada berasal dari bahasa Arab, bakda, artinya sesudah. Lontong adalah jenis makanan yang dari beras yang direbus, dibungkus daun pisang, umumnya berbentuk lontong. Bada lontong adalah istilah untuk makan lontong bersama-sama di masjid pada tanggal 8 Syawal. Imam masjid atau kiai biasanya mengirim lontong lebih banyak dari jamaah lainnya, karena ini momentum para kiai untuk bersedekah.

 

Perayaan ini dilakukan setelah puasa sunnah selama enam hari di bulan Syawal. Puasa sunnah tersebut sebetulnya tidak diharuskan berturut-turut, tapi para kiai menghimbau berturut-turut agar tidak ditunda-tunda. Bada Kupat atau Kupatan, atau juga Syawalan adalah nama lain dari Bada Lontong. Perayaan ini lazim dilakukan kalangan Islam Jawa dan merupakan bagian dari kearifan tradisi pesantren.

 

3. Dulag

Tetabuhan dengan alat musik beduk dan beberapa kohkol (kentongan). Beduk dan kohkol (kentongan) biasanya berada di samping masjid.

 

Ngadulag berarti menabuh beduk dengan irama dulag. Uniknya, ngadulag tidak memiliki aturan khusus dalam menabuhnya. Tapi, setiap penabuh berusaha menampilkan irama seenak dan seunik mung kin. Dalam pend engaran orang Sunda, secara umum, dulag berbunyi dulugdugdag.

 

Dulag hanya diperbolehkan di bulan Ramadhan. Biasanya ditabuh selepas tarawih dan saat membangunkan orang sahur. Dulag dilakukan semalam suntuk saat malam takbiran Idul Fitri atau Idul Adha. Tidak hanya di masjid, kadang-kadang ngadulag dilakukan sambil mengarak beduk di jalanan. Sebagai penghias lebaran, dulag menjadi istilah yang disandingkan dengan pakaian yang baru dibeli, misalnya sarung dulag atau peci dulag, yang artinya sarung dan peci yang baru dibeli.

 

Dengan demikian, dulag mengacu pada keramaian. Sebuah peribahasa Sunda berbunyi: jauh ka bedug anggang ka dulag (tempat yang jauh dari beduk dan dulag mengisyaratkan kesepian).

 

Di daerah Banten terdapat tradisi ngadu dulag, yaitu pertandingan memukul beduk antar-kampung selepas lebaran. Yang paling tahan lama ngadulag dianggap sebagai pemenang.

 

Di wilayah Sukabumi ada Soldug, artinya solawat bedug. Irama dulag diringi nyanyian shalawat Nabi. Biasanya dipertunjukkan saat samenan (imtihan atau kenaikan kelas) sekolah agama (madrasah diniyah).

 

Sumber: NUPedia


Kota Bandung Terbaru