• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 13 Mei 2024

Kota Bandung

Mengenal Apa Itu Heatwave, Dampak dan Risikonya

Mengenal Apa Itu Heatwave, Dampak dan Risikonya
Suhu cuaca naik. (Ilustrasi/istimewa)
Suhu cuaca naik. (Ilustrasi/istimewa)

Bandung, NU Online Jabar
Beberapa waktu lalu, Jambore Dunia ke-25 yang berlangsung di SaeManGeum, Korea Selatan menjadi sorotan setelah banyak peserta yang mengundurkan diri akibat cuaca ekstrem yang melanda wilayah tersebut. Fenomena udara panas berkepanjangan yang berlangsung selama berhari-hari ini dikenal dengan istilah heatwave (gelombang panas).


WMO (World Meteoroligical Organization) mendefinisikan heatwave sebagai fenomena udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari berturut turut, suhu maksimum harian lebih tinggi daripada suhu maksimum rata rata hingga mencapai 5 derajat celcius atau lebih (BMKG).


Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) PWNU Jawa Barat, Dadang Sudardja menjelaskan, dampak dan risiko dari fenomena ini bisa menyebabkan gangguan kesehatan seperti dehidrasi, ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut), hingan masalah kulit.


“Menurut para ahli lingkungan hidup di berbagai negara, faktor utama adalah perubahan iklim global yang diakibatkan oleh meningkatnya emisi karbondioksida dari pembakaran bahan bakar fosil. Mayoritas negara di dunia masih banyak yang mempergunakan bahan bakar yang sumbernya fosil untuk pemenuhan kebutuhan energi di negaranya,” terang Uwa Dadang, sapaan akrabnya, kepada NU Online Jabar, Senin (14/8/2023).


Ia menjelaskan, faktor penyebab terjadinya heatwave bukan semata-mata karena gejala alam semata. Melainkan ada perilaku manusia yang memicu terjadinya hal ini. “Jadi sudah dapat dipastikan, manusia menjadi faktor pemicu yang menyebabkan terjadinya gelombang panas ini. Jadi bukan semata mata gejala alam,” ujarnya.


Apakah heatwafe bisa terjadi di Indonesia?
Menurut kepala stasiun BMKG kelas satu Sutan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan, Erika Mardiyanti, fenomena gelombang panas ini hanya terjadi di wilayah lintang menengah tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika. 


Secara dinamika atmosfer hal tersebut dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah disebabkan adanya anomali dinamika atmosfer yang mengakibatkan aliran udara tidak bergerak dalam skala luas dan terjadi cukup lama. 


Indonesia memiliki karakteristik alam yang berbeda, gelombang panas tidak akan terjadi dikarenakan wilayah Indonesia terdiri dari kepulauan yang dialami oleh Indonesia adalah suhu panas karena adanya lonjakan suhu.


Namun demikian, suhu panas ini juga berbahaya bagi kesehatan dan keberlanjutan seluruh makhluk hidup. Salah satu dampak yang ditimbulkan oleh suhu panas akan ada banyak yang terpapar yang berkaitan dengan sumber kehidupan masyarakat seperti pertanian yang akan mengalami kegagalan, krisis air bersih dll.


“Secara umum, fenomena ini memerlukan keseriusan dari semua pihak terutama negara, kegiatan pembangunan tidak boleh mengorbankan hak-hak dan keselamatan masyarakat. Semua harus berperan serta dalam penanggulangan kondisi ini, masyarakat juga haris melakukan adaptasi dan adanya perubahan perilaku dengan pola hidup yang ramah lingkungan,” tuturnya.


Lebih lanjut, Uwa Dadang menjelaskan, terkait dengan hal ini saat ini LPBI PWNU Jawa Barat tengah bekerja sama dengan Save The Children Korea dan Save The Children Indonesia di 10 desa di kabupaten Bandung dalam upaya meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengahadapi perubahan iklim.


LPBI PWNU Jabar juga kerjasama dengan CRS Indonesia untuk isu pengurangan risiko bencana melalui program KUAT (Komunitas Perkotaan Untuk Aksi Tangguh) di Kabupaten Bogor.


Pewarta: Agung Gumelar


Kota Bandung Terbaru