• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 5 Mei 2024

Keislaman

Kajian Kitab Tijan Darori: Bagian III

Kajian Kitab Tijan Darori: Bagian III
(Foto: NU Online Jabar)
(Foto: NU Online Jabar)

Muqaddimah

يَجِبُ عَلى كُلِّ مُكَلَّفٍ

Wajib atas setiap orang mukallaf (Muslim yang baligh lagi berakal)

Penjelasan:

1.    Wajib yang dimaksud adalah wajib menurut Syara’ yaitu sesuatu yang telah Allah janjikan pahala bagi pelakunya dan Allah mengancam dengan siksaan bagi yang meninggalkannya. 
 

ما وعد الله فاعله بالثواب وتواعد الله تاركه بالعقاب


2.    Mushnaif menggunakan lafaz ‘ala (على) tidak menggunakan lafaz li (ل), karena lafaz li (ل) menunjukkan makna hak, sedangkan lafaz ‘ala (على) menunjukkan kepada makna wajib yang tidak bisa ditawar. 


3.    Mukallaf yang dimaksud adalah orang balig, berakal, baik beriman atau tidak beriman ia tetap wajib ma’rifat. Karena kewajiban ini orang kafir di siksa. 


4.    Penggunaan lafaz kullun (كل) menandakan dilalah kuliyyah ( الصادق لكل أفراد الجنس) artinya setiap jenis mukallaf wajib ma’rifat baik laki-laki atau perempuan, pejabat atau rakyat, awam atau ulama, apapun suku dan bangsanya.

أَنْ يَعْرِفَ

Mengetahui (si mukallaf)

Penjelasan: 

1.    Lafaz (يَعْرِفَ) dimasuki an mashdariyyah  (ان مصدرية)  maka kedudukan makna dan tarkibannya seperti masdar yaitu sama dengan lafaz المعرفة


2.    Ma’rifat dalam ilmu tauhid berbeda dengan ma’rifat dalam ilmu tashawuf, ma’rifat dalam ilmu tashawuf iman tingkatan ‘arifin (ilmu yakin, haqul yakin, dan ‘ainul yaqin)


3.    Ma’rifat dalam ilmu’aqa’id bukan hanya sekedar tahu dan percaya tapi lebih lebih dalam ma’rifat dan kemutlakan iman. Yaitu:


ادرك جازم لا يقع معه تردد موفق للواقع ناشىء عن دليل


Mengetahui keyakinan yang pasti, tidak terdapat keraguan, sesuai dengan kenyataan dan timbul berdasarkan dalil. Menurut Aswaja, orang yang yang ma’rifat kepada Allah Swt tapi perilakunya tidak sesuai dengan sifat-sifat ketuhanan maka ia tidak disebut ma’rifat, bahkan disebut kufur. Karena golongan mujasimah dan fara “filsuf” meyakini adanya Allah, hanya saja mereka meyakininya bahwa Allah berada di alam, atau memiliki fisik.
Maksud mufiqun lill wa qi’i maka digunakannlah sifat Maha Suci Allah dari sangkaan golongan Khawarij dan Musyrikin. 


4.    Maksud nasyi’un ‘an dalililin adalah makrifat yang didasarkan pada dalil, baik dalil tafshili atau pun dalil ijmali. Dalil tafsili adalah dalil yang mendalam yang dapat menghancurkan aqidah yang batil. Menurut para ulama mengetahui dalil tafshili hukumnya fardhu kifayah. Sedangkan yang dimaksud dalil ijmali adalah dalil anu bersifat global dan hukum mengetahuinya adalah fardhu ‘ain.


Terkait mengetahui dalil ijmali, para ulama  terbagi kedalam lima pendapat.


1.    Ma’rifat tanpa dalil, maka imanya tidak sah (menurut syekh sanusi dan ibnu ‘arabi)


2.    Ma’rifat tanpa dalil, sah imannya baik orang pintar atau bodoh, tapi berdosa.


3.    Ma’rifat tanpa dalil, bagi yang bodoh sah imannya bagi yang pintar sah imannya tapi berdosa.


4.    Ma’rifat tanpa dalil, sah imannya dan tidak berdosa dengan syarat taqlid kepada al-Qur’an dan hadis.


5.    Ma’rifat tanpa dalil, sah imannya dan tidak berdosa, bahkan menjadi haram memikirkan dalil apabila tercampur dengan pemikiran para filsuf.

مَايَجِبُ فِى حَقِهِ تَعَالَى 
Hal yang wājib dalam ḥaqq Allah SWT


Penjelasan:


1.    Maksud (ما) pada kalimat di atas adalah sifat yang dua puluh yang wajib pada Allah SWT. 


2.    Wajib pada kalimat di atas adalah wajib ‘aqli bukan wajib syar’i atau wajib ‘adi


3.    Maksud ‘aqli adalah (مالايتصور في العقل عدمه) sesuatu yang tidak dapat digambarkan oleh akal gorizi kalau tidak ada. Perkara yang pasti adanya dan mustahil tidak ada. Seperti sifat 20 pada Allah SWT. Maka tidak dapat dimengerti apabila tidak ada pada Allah. 


4.    Sifat 20 yang wajib ada pada Allah tidak dimiliki oleh selainnya, kalau pun ada, maka pada hakikatnya mukhalafah dan hanya disebut tasybih tasmiyyah (hanya penyebutan saja). Seperti Allah kuasa, raja kuasa, kekuasaan Allah dengan kekuasaan raja tidak akan sama.


وَمَايَسْتَحِيْلُ

Dan yang mustaḥīl


Penjelasan:

1.    Bagian kedua yang wajib diketahui adalah sifat-sifat yang mustahil bagi Allah Swt. maka tidak cukup makrifat kepada Allah hanya ma’rifat dengan sifat yang wajib saja, tetapi juga ma’rifat sifat yang mustahil bagi Allah. 


2.    Mustahil adalah (مالا يتصور في العقل وجوده) sesuatu yang tidak tergambar oleh akal dalam pembuktiannya.

وَمَا يَجُوْزُ

serta yang jā’iz (boleh)


Penjelasan:

1.    Wajib ma’rifat yang ketiga yaitu mengetahui sesuatu yang mumkin bagi Allah Swt.


2.    Adapun yang dimaksud dengan mumkin menurut syara’ adalah sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan tidak akan diganjar atau disiksa


3.    Mumkin menurut hukum adat adalah kebiasaan ada dan tidak ada. Seperti nyala dan matinya lampu.


4.    Mumkin menurut hukum ‘aqli (مايتصور في العقل وجوده وعدمه) sesuatu yang tergambar oleh akal dalam pembuktian ada dan tidak ada. Meskipun menciptakan yang dilarang oleh hukum syara’ seperti orang kafir, meskipun keluar dari ada seperti perempuan jadi laki-laki, seperti dibakar tapi tidak gosong daln lain-lain. 


5.    Substansi sifat mumkin ini hanya satu bagi Allah yaitu membuat mumkin, membuat seluruh alam, mumkin ada dan tidak adanya.


KH Ramdan Fawzi. Wakil Katib Syuriyah PWNU Jawa Bara


Keislaman Terbaru