• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 5 Mei 2024

Keislaman

Kajian Kitab Tijan Darori: Bagian I

Kajian Kitab Tijan Darori: Bagian I
Ilustrasi/NU Online Jabar
Ilustrasi/NU Online Jabar

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”

Penjelasan:

Penting bagi setiap yang hendak belajar suatu fan ilmu membahas “basmalah” oleh ilmu yang sesuai dengan fan tersebut. Dalam hal ini adalah fan ilmu tauhid. Maka yang dibahas adalah basmalah menurut fan Tauhid.

 
  1. Bismillah: saya memulai menyusun dengan memohon pertolongan kepada Dzat yang memiliki nama Allah. Atau
  2. Bismillah: saya memulai menyusun dengan berharap barokah dengan nama Allah.
  3. Adapun nama “Allah” yaitu nama-nama yang bersifat “taufiqi” yakni menunggu turunnya Wahyu dari Allah Swt. bukan hasil akal.
  4. Lafadz Allah juga disebut: asma al-Jalalah, asma al-‘Adzam, asma Al-Husna.


Diawali dengan Basmalah karena: 1) Mengikuti al-Qur’an 2) Melaksanakan hadis: setiap perkara yang baik yang tidak diawali dengan basmalah maka tidak ada barokahnya.


اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

"Segala puji adalah milik Allah"


Penjelasan

Pertama: Pelafalan hamdalah bukan sekedar menginformasikan “bahwa segala puji adalah milik Allah” akan tetapi disertai “menghaturkannya kepada Allah” berdasarkan kaidah:


لان الاخبار بالثناء ثناء


Kalau menurut fan balaghah disebut “khabariyyatan lafdzan Insyaaiyyatan ma’nan” (pengucapnya merupakan informasi tapi maksudnya menghaturkan pujian kepada Allah Swt”.


Kedua: “al” (alif lam) pada lafdz al hamdu merupakan alif lam li istigraqi afrodil jinsi yang menurut ilmu mantiq bisa digantikan dengan lafadz Kullun (كل) yakni:


كل فرد من افرد الحمد ملك الله


Isi dari pada afrodnya ada empat:

 
  1. Qodimun li Qodimin : Puji dari Yang Qodim kepada Yang Qodim (وهو العلي العظيم)
  2. Qodimun li Haditsin: Puji dari Yang Qodim kepada Yang Hadis (ان الله اصطفى ادم ونوحا وال ابراهيم وال عمران على العالمين)
  3. ​​​​​​Hadisun li Qodimin: Puji dari yang hadits kepada Yang Qodim seperti membaca “alhamdulillah” ​​​​​​​
  4. Hadisun li Hadisin: Puji dari yang hadits kepada yang hadits, seperti Rasulullah Saw. memberikan gelar al-Shiddiq kepada sahabat Abu Bakar.


Ketiga: Mushanif mengawali dengan hamdalah karena: 1) mengikuti sunnah Allah sebagai hadits qudsi (تخلقوا باخلاق الله) 2) mengamalkan hadis “setiap kalam yang tidak diawali dengan hamdalah maka tidak ada keberkahan. 3) basmalah disebut ibtida hakiki kalau hamdalah disebut ibtida idhafi. 4) Penggunaan lafadz Rab pada kalimat rabbil’alamin, karena lafadz rab lebih luas dibandingkan lafadz milkun atau maula, sedangkan lafadz rab di antara maknanya mengandung: menciptakan, mengerjakan, menguasai, Tuhan.


وَالصًّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

"Sanjungan Shalawat serta Salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Rasūlullāh s.a.w."


Penjelasan: 

  1. Shawalat kalau disandarkan kepada Allah Swt. maka maknanya adalah rahmat​
  2. Shawalat kalau disandarkan kepada malaikat maknanya adalah Istigfar​​​​​​​
  3. Shawalat kalau disandarkan kepada mukminin maknya adalah do’a.


Penjelasan tersebut didasarkan pada surat al-Ahzab ayat 56


إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا


Lafaz shalawat merupakan khabariyyah lafdzan insya’iyyah ma’nan, artinya sama dengan mengucapkan:


اللهم صل على سيدنا محمد


وَبَعْدُ فَيَقُوْلُ فَقِيْرُ رَحْمَةِ رَبِّهِ

"Dan setelah itu (membaca basmalah, ḥamdalah, shalawat dan salām: Berkatalah seseorang yang sangat memdambakan Rahmat Tuhannya"


Penjelasan:

Seluruh hamba Allah butuh atau fakir kepada Allah Swt. adapun makhluk dalam fakirnya kepada Rahmat Allah terbagi tiga tingkatan:

 

1. Mereka tidak percaya dan tidak butuh akan rahmat Allah Swt. bahkan merasa dirinya kaya dan Allah yang butuh kepada mereka sebagaiman diketahui pada surat ali Imron ayat 181:


لَّقَدْ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوْلَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَآءُ

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: "Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya"


2. Mereka percaya dan butuh kepada rahmat Allah hanya saja ia tidak merasakan butuhnya, tingkatan ini disebut mukmin iman ilmu (ilmu yakin)


3.    Mereka percaya dan butuh kepada rahmat Allah Swt. serta merasakannya, tingkatan ini disebut mukmin haqqul yaqin.


Mereka tingkatan ke 2 dan ke 3 sesuai dengan surat ali Imron ayat 97:


فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ


"Maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam."


Mua’llif yakni yang menyusun kitab Tijan al-Daruri termasuk pada tingkatan yang ke 3 sehingga pengakuan muallif  bahwa ia “faqir terhadap rahmat Tuhannya” tidak menggunakan kalimat “faqir terhadap Tuhan semesta alam”. Artinya ia mengkhususkan dirinya dari makhluk lainnya. Hanya antara muallif dan Allah Swt. ia merasakan terhadap hak rububiyyah yakni hak Allah yang ada pada diri muallaif dan hak ‘Ubudiyyah yakni hak pribadinya dalam bersikap kepada Allah Swt. 


Adapun yang dimaksud dengan hak Rububiyyah yaitu karunia (fadhol) selain jiwa raga, seperti ilmu, pengaruh atau kekuasaan, harta, keluarga dan lain sebagainya. Hak rububiyyah tersebut tidak boleh diaku secara mutlak milik pribadi akan tetapi mesti yakin itu semua titip Allah Swt. Sedangkan Hak ‘Ubudiyyah adalah sekujur tubuh jiwa raga wajib dibaktikan hanya kepada Allah Swt.

الْخَبِيْـرُ

"Yang Maha Waspada"


Penjelasan: 


الخبير هو العلم ببوطن الأمور


Al-Khabir yaitu yang mengetahui terhadap batin segala sesuatu baik dzahir hissi yang wujud atau yang wujud ‘aqli tapi belum dzahir


Sifat al-Khabir termasuk dalam asma’ul husna. Oleh para ulama aqo’id tidak dimasukkan kepada kepada sifat dua puluh sebab telah masuk pada sifat ilmu dan sifat basharnya Allah Swt. setiap yang diwaspadai oleh Allah Swt. pasti telah diketahui dan terlihat oleh Allah Swt. hanya beda ta’aluqnya. Kalau kalau al-Khabir ta’aluqnya tanjizi hadis sedangkan ilmu ta’aluqnya tanjizi qadim.

الْبَصِيْـرُ

"Serta Maha Melihat"


Penjelasan:

Al-Bashir artinya Dzat yang Maha Mengetahui akan segala sesuatu yang ada meskipun belum diketahui oleh manusia. Kaitan sifat Bashirnya Allah Swt yaitu terhadap segala sesuatu yang baru sebelum ada setelah adanya tanjizi hadis. Adapun terhadap dzat Allah dan sifatnya itu disebut tanjizi qadim.


Seluruh makhluk terkena sifat Bashirnya Allah swt. baik yang wujud aqli atau pun hissi. Baik terlihat menurut adat seperti yang terlihat dengan nyata ataupun yang wujud yang tidak terlihat seperti keadaan di dalam perut bumi atau sesuatu yang ada dalam kegelapan.


Adapun mushanif menggunakan sifat Allah Swt dengan iftiqar beliau dengan pelafalan al-Khabir dan al-Bashir tidak dengan sifat Qadiran atau Qahhar. Ini menunjukkan bahwa beliau ketika menyusun kitab Tijan ini sedang berada pada muraqabah iman ilmu yakin.


KH Ramdan Fawzi. Wakil Katib Syuriyah PWNU Jawa Barat


Keislaman Terbaru