Kabupaten Cirebon

Jamaah Padati Haul Pesantren Ketitang Cirebon bersama Gus Ulil dan Habib Ja'far

Selasa, 2 Juli 2024 | 10:00 WIB

Jamaah Padati Haul Pesantren Ketitang Cirebon bersama Gus Ulil dan Habib Ja'far

Habib Ja'far bersama Gus Ulil Absar Abdala menghadiri Haul Ponpes Ketitang Cirebon (Foto: Doc. Pribadi)

Cirebon, NU Online Jabar
Ribuan Jamaah memadati malam puncak Peringatan Haul KH Salwa Yasin, KH Asror Hasan, dan KH Adnan Amin Asror, serta Haflah Imtihan Ke-45 di Pondok Pesantren Ketitang, Desa Japurabakti, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, pada Sabtu, 29 Juni 2024, malam. Mereka yang terdiri dari para santri, alumni, simpatisan, dan masyarakat umum tersebut tampak khidmat mendengarkan tausiyah dari Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla, serta dai yang tengah populer di kalangan anak muda, Habib Husein bin Ja'far Alhadar. 


Gus Ulil, sapaan karib KH Ulil Abshar Abdalla, menjelaskan, peringatan haul merupakan tradisi yang penting untuk terus dilestarikan. Sebab, pada dasarnya, substansi yang terdapat dalam agenda yang rutin digelar nyaris di seluruh pondok pesantren di Indonesia itu adalah tentang keteladanan generasi terdahulu terhadap kedudukan pengetahuan, terutama ilmu keislaman.


"Islam adalah agama ilmu. Ilmu dalam Islam dihargai dengan sangat luar biasa. Bahkan menurut Ibnu Abbas, oleh sebab ilmu, orang yang semula bertatus budak, ketika sudah alim, maka dia akan berubah menjadi raja. Sebaliknya, seorang raja yang tidak berilmu, niscaya ia akan menjadi budak," ungkap Gus Ulil. 


Menurut Gus Ulil, Islam juga memungkinkan untuk mengedepankan ilmu ketimbang urusan lainnya. Hal itu sebagaimana pernyataan Imam Syafi'i yang dikutip Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin. 


"Imam Syafii dawuh (berkata), 'Thalabul ilmi afdhalu min an nawafil. Mencari ilmu itu lebih baik dari salat atau puasa sunah.' Maka, kiai atau guru-guru saya, seperti KH Sahal Mahfudz, KH Maemun Zubair, termasuk ayah saya sendiri (KH Abdullah Rifa'i), kalau  ada santri yang lebih rajin puasa sunah senin-kamis, justru dimarahi. Beliau-beliau berpesan, tugas dari seorang santri itu bukan puasa sunah, tetapi belajar. Kalau puasa sunah kemudian lemas dan hal itu mengakibatkan malas mengaji, jelas tidak ada gunanya. Kalau malam tahajud, lalu paginya mengantuk dan tidak konsens dalam belajar, ya, sia-sia," katanya. 


Di sisi lain, ilmu menjadi penting demi mewujudkan generasi yang bijak. Melalui kecakapan ilmu, dakwah keislaman pun makin mudah dan cepat diserap masyarakat selayak fakta yang telah ditunjukkan dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia. 


"Dan itu motornya adalah pesantren. Di pesantren, ilmu dipelajari dengan serius melalui kurikulum berupa kitab-kitab yang berkualitas," jelasnya. 


Senada, Habib Husein bin Ja'far juga mengatakan bahwa berkat pengetahuannya yang luas dan kecakapan ilmu keagamaan yang mendalam, maka kiai-kiai di pesantren lazim dikenal sebagai sosok-sosok bijak yang mampu menghadirkan solusi untuk setiap persoalan yang muncul di tengah masyarakat. 


"Para masyayikh yang kita hauli hari ini pun telah berhasil menorehkan perubahan di tengah masyarakat, tanpa menjelekkan tradisi sebelumnya. Itulah mazhab dakwah yang dianut para pendahulu. Cara kerjanya seperti aplikasi Google Maps yang ketika seseorang salah belok, fitur itu tidak akan mencaci si pengguna, tetapi menunjukkan alternatif dan solusi," katanya. 

Pewarta: Fasfah Sofhal Jamil