Kabupaten Cirebon

Hasil Bahtsul Masail LBMNU Jabar soal Mafia Tanah

Jumat, 5 September 2025 | 19:44 WIB

Hasil Bahtsul Masail LBMNU Jabar soal Mafia Tanah

lahan atau tanah (Foto: NU Online/freepik)

Cirebon, NU Online Jabar
Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Barat menggelar bahtsul masail di Pondok Pesantren KHAS Kempek, Kabupaten Cirebon, Kamis (21/8/2025). Forum keagamaan ini menjadi bagian dari rangkaian Haul ke-36 KH Aqiel Siroj dan Harlah ke-65 Pondok Pesantren KHAS Kempek.

Salah satu isu yang menjadi perhatian khusus adalah praktik mafia tanah. Fenomena ini dinilai semakin meresahkan karena banyak menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat, baik dari sisi ekonomi maupun sosial. Kasus-kasus mafia tanah
bahkan kerap menyeret aparat negara yang seharusnya melindungi hak masyarakat.

Beberapa contoh kasus sempat mencuat ke publik. Di antaranya menimpa keluarga publik figur Nirina Zubir, di mana enam aset tanah dan bangunan senilai Rp17 miliar milik almarhumah ibunya beralih kepemilikan secara ilegal. Kasus lain terjadi di Bantul, Yogyakarta, dialami Mbah Tupon yang hampir kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi akibat sertifikatnya tiba-tiba berpindah nama dan dijadikan agunan oleh pihak lain tanpa sepengetahuan keluarga.

Kondisi ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan rawannya praktik manipulasi dalam administrasi pertanahan. Padahal, menurut Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, sertifikat tanah adalah alat bukti hukum yang sah atas kepemilikan. Oleh karena itu, bahtsul masail ini mencoba memberikan pandangan hukum Islam terhadap praktik mafia tanah yang semakin marak.

Berikut pertanyaan yang diajukan dalam forum bahtsul masail:
a. Bagaimana hukum menerbitkan SHM dan SHGB tanpa melalui prosedur yang sah?
b. Bagaimana hukum menyatakan cacat terhadap SHM tanpa pembuktian?
c. Siapa yang paling bertanggung jawab (berdosa) apabila terjadi proses hukum yang tidak sesuai dengan prosedur yang sah?

Adapun hasil bahtsul masail memutuskan:
a. Penerbitan SHM dan SHGB yang mengandung unsur manipulasi disertai kesengajaan atau kecerobohan dari BPN adalah haram dan tidak sah. Sedangkan jika tidak ada unsur kesengajaan atau ketidaktahuan maka hukumnya dianggap sah secara dzahiran (yuridis), namun BPN tetap bertanggung jawab penuh atas segala kerugian yang ditimbulkan.

b. Menyatakan cacat terhadap sertifikat asli tanpa melalui proses peradilan yang adil adalah haram dan tidak sah.

c. Semua pihak yang terlibat dalam penerbitan SHM dan SHGB ilegal dihukumi berdosa, namun yang paling bertanggung jawab adalah hakim, karena dia pelaku utama (al mubasyir) dalam wewenangnya menerbitkan SHM dan SHGB.

Hasil ini sekaligus mempertegas bahwa praktik mafia tanah tidak hanya bermasalah secara hukum positif, tetapi juga bertentangan dengan prinsip keadilan dan hukum Islam. Bahtsul masail menilai, tanggung jawab moral dan dosa terbesar berada pada pihak yang memiliki kewenangan penuh, dalam hal ini hakim dan aparat yang terlibat langsung dalam proses pengesahan sertifikat.

Sikap LBMNU Jabar ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memberantas mafia tanah. Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, dalam Rakor Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan 2024 menegaskan, "Ini adalah peringatan bagi siapa pun yang terlibat dalam mafia tanah. Jika menyangkut aparatur negara, terutama dari Kementerian ATR/BPN, saya tidak akan segan-segan. Bukan orang lain yang akan menghantarkan kepada aparat penegak hukum, tapi saya sendiri," ujarnya.

Dengan adanya bahtsul masail ini, diharapkan masyarakat semakin memahami bahwa kepemilikan tanah tidak hanya soal legalitas administrasi, tetapi juga menyangkut keadilan dan tanggung jawab moral. Forum ini sekaligus menjadi pengingat bagi aparat negara agar lebih berhati-hati dan tidak menyalahgunakan kewenangannya dalam mengurus sertifikat tanah.

Dokumen lengkap hasil bahtsul masail dapat diunduh melalui tautan berikut: [Unduh Dokumen Hasil Bahtsul Masail].