Hikmah KOLOM BUYA HUSEIN

Membaca dan Menulis

Senin, 26 Februari 2024 | 08:00 WIB

Membaca dan Menulis

(Ilustrasi: NU Online).

Tadi siang sampai sore, di hadapan rombongan tamu santri yang silaturrahim dan para mahasiswa, aku mengatakan antara lain: Bukan sekolah formal yang paling utama untuk menjadi ulama, intelektual, atau pemikir, tetapi belajar dan mencari ilmu di mana saja dan kapan saja, dengan banyak membaca buku dan lalu menulis. 


Zaman dahulu, belum ada sekolah formal yang dilembagakan berjenjang menjadi Sekolah Dasar (SD), Menengah (SMP/SMA) dan PT yang terakreditasi. Yang ada adalah pendidikan dengan sistem "Halaqoh", lingkaran di masjid-masjid atau di halaman terbuka dan sejenisnya. Dan cara belajar seperti itu telah melahirkan banyak ulama, intelektual, pemikir, filsuf dan sufi besar yang menciptakan peradaban yang maju. Pengetahuan mereka diperoleh melalui aktivitas rajin membaca, berdiskusi, berbagi pengetahuan melalui cara dialektika socratik, bukan indoktrinasi.


Beberapa di antaranya yang dikenal di Pesantren: Imam Syafii, Imam Nawawi, Imam Abu al Hasan al Asy'ari, Imam al Ghazali, Imam Fakhr al Rozi, Ibnu Arabi, dan lain-lain. Ada juga komunitas intelektual yang disebut "Ikhwan al Shofa", semacam group diskusi ala forum "Majlus Reboan' Gus Dur-Cak Nur. 


Gelar atau titel kesarjanaan dengan beragam tingkatannya tidak selalu menunjukkan tingkat pengetahuan seseorang. 


Lalu diantara tamu itu bertanya tentang tingkat membaca masyarakat Indonesia. 


Aku menyampaikan informasi bahwa berdasarkan data UNESCO, hanya 0,001 masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca. Hal itu berarti, dari 1000 orang Indonesia hanya 1 orang yang suka dan aktif membaca.


Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program of International Student Assessment (PISA) pada tahun 2019, minat baca Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara. Dengan kata lain, Indonesia masuk dalam bagian 10 negara yang memiliki tingkat literasi terendah di antara negara-negara yang disurvei.


"Lalu negara mana saja yang masyarakatnya gemar atau rajin membaca?" kata santri yang lain. 


Aku bilang di sejumlah negara di bagian Skandinavia, yang terletak di wilayah utara Eropa. Skandinavia terdiri dari Finlandia, Islandia, Swedia, Denmark, dan Norwegia. 


Negara-negara itu mendapat predikat: Welfare State, negara sejahtera atau negara bahagia. 


Para tamu itu mendengar dengan penuh perhatian dan kadang mengangguk-angguk, senyum, terperangah, dan lain-lain. 


Terakhir aku pesan: "Jangan lewati hari-harimu tanpa membaca, menulis, nembagi pengetahuan dan menebarkan cinta. 


Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU