• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Hikmah

Kebenaran Jangan Diputarbalikkan

Kebenaran Jangan Diputarbalikkan
Rais Syuriyah PBNU, KH Zakky Mubarak. (Foto: Dakwah NU)
Rais Syuriyah PBNU, KH Zakky Mubarak. (Foto: Dakwah NU)

Oleh: Dr. KH Zakky Mubarak, MA.

Terdorong oleh banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi dan keinginan yang berlebihan, banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat, sekelompok orang yang suka menipu dan mengambil harta milik orang lain yang bukan haknya. Cara mengambil hak orang lain itu bisa dilakukan dengan tipu-menipu, memutarbalikkan fakta, memanfaatkan kelemahan orang lain, melakukan suap-menyuap dan cara-cara lain yang tidak terpuji. Tindakan itu sangat tercela menurut pandangan Islam, karena ia memakan harta yang tidak halal dan menyakiti orang lain, sehingga orang itu menderita kerugian lahir dan batin.
 
Ibnu al-Asywad al-Hadrami dan Imri’il Qais pernah terlibat dalam perselisihan yang keras mengenai masalah tanah. Keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah, dan masing-masing tidak dapat mengemukakan fakta dan bukti yang memberikan kejelasan. Nabi melarang salah seseorang memakan atau mengambil harta orang lain dengan tidak halal.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antaramu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah, 2: 188).
 
Dalam ayat tersebut, Allah melarang agar jangan memakan harta orang lain dengan jalan bathil. Yang dimaksud dengan memakan harta orang lain, dalam ayat ini ialah mempergunakan atau memanfaatkan harta tersebut, sebagaimana biasa digunakan dalam bahasa al-Qur’an atau bahasa lainnya. Sedang yang dimaksud dengan bathil ialah dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Termasuk yang terlarang dalam hal ini adalah memakan harta riba, menerima bagian zakat bagi mereka yang tidak berhak menerimanya dan makelar-makelar yang melakukan penipuan terhadap para pembeli atau penjual.
 
Pada bagian terakhir ayat ini, Allah melarang setiap manusia mukmin untuk mengangkat urusan harta ke pengadilan, dengan maksud untuk memperoleh sebahagian dari harta orang lain yang bukan haknya. Mereka melakukan cara itu dengan jalan yang bathil, seperti suap, memutarbalikkan fakta, dengan bersumpah palsu, mendatangkan saksi palsu dan cara-cara lain yang tidak layak. Semua perbuatan itu sangat terkutuk dalam pandangan Islam, karenanya harus dihindari sejauh mungkin. Terhadap kedua orang yang berselisih, yang mereka mengadukan perselisihannya kepada Rasulullah s.a.w. dan minta diselesaikan, Rasul bertindak sangat hati-hati agar jangan ada yang dirugikan. Nabi menyuruh mereka berdua pergi menyelesaikan urusannya secara kekeluargaan, masing-masing bersikap jujur dan tidak berkhianat. Nabi katakan kepada mereka berdua:

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ وَأَقْضِيَ لَهُ عَلَى نَحْوِ مَا أَسْمَعُ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا فَلَا يَأْخُذْ فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنْ النَّارِ (رواه البخاري ومسلم)

“Sesungguhnya aku adalah manusia seperti kamu, dan kamu datang dengan suatu perkara agar aku menyelesaikannya. Barangkali diantaramu ada yang lebih pintar dan lugas berbicara sehingga saya memenangkan perkaranya, berdasarkan argumen-argumen yang kedengarannya baik. Maka siapa yang mendapat keputusan hukum dariku untuk memperoleh bagian dari harta saudaranya yang bukan haknya, maka janganlah ia mengambil harta itu. Karena dengan demikian berarti aku telah memberikan sepotong api neraka kepadanya”. (HR. Bukhari, No. 6452, Muslim, No. 2232).
 
Mendengar ucapan dan pengarahan dari Nabi tersebut, kedua sahabat itu menitikkan air mata, mereka berdua menangis menginsafi petunjuk tersebut yang sangat bermanfaat. Masing-masing berkata kepada lawan perkaranya: “Saya bersedia mengikhlaskan harta bagianku untukmu”. Setelah itu Nabi bersabda kepada mereka: “Pergilah kamu berdua dengan penuh rasa persaudaraan dan lakukan pembagiannmu masing-masing dengan penuh keikhlasan.”
 
Kehidupan dunia modern, yang dihadapkan dengan berbagai kebutuhan dan kepentingan, persaingan dalam berusaha semakin ketat dan bebas, bisa mengakibaatkan manusia menjadi lemah dalam memegang amanah, apabila tidak mendapat bimbingan agama. Sebahagian di antara mereka yang tidak lagi mengindahkan petunjuk agama, berani melakukan penipuan, pemalsuan dan pemutarbalikkan fakta yang nyata-nyata dilarang Allah dan Rasul-Nya. Demikian kerasnya larangan yang diajarkan agama Islam terhadap perbuatan yang terkutuk itu, sehingga Islam menggolongkan pelaku yang bebuat curang dan gemar memalsu serta menipu digolongkan ke dalam yang dikucilkan dari kebenaran.
 
Islam adalah agama yang sangat memeperhatikan hak-hak individu  dan masyarakat. Ia memegang erat prinsip pemberian hak kepada pemiliknya secara bulat dan utuh, melarang penipuan antar sesama umat manusia. Agama pembawa rahmat bagi alam semesta itu, juga mengarahkan umatnya agar berterus terang dalam menyatakan kebenaran dan bermu’amalah dengan segala etika dan kejujuran. Tindakan memalsu barang, menipu dan memutarbalikkan kebenaran adalah perbuatan licik yang akan menjerumuskan manusia kepada kehinaan. Perbuatan tercela itu akan menimbulkan kebencian kepada sesama umat manusia, mewariskan kedengkian dan permusuhan dalam kalbu setiap insan.
 
Untuk menghindari tindakan yang curang dan penipuan, suatu saat Nabi mengadakan peninjauan langsung ke pasar-pasar sebagai pusat perdagangan. Di tengah perjalanan peninjauan itu, tiba-tiba Nabi mencurigai salah seorang pedagang kurma. Kemudian Nabi memeriksa bagian dalam dari tumpukan kurma.ternyata yang ada dibagian dalam, kualitasnya lebih rendah, kurma itu basah padahal diluarnya kering. Nabi bertanya kepada pedagang itu, kenapa engkau lakukan penipuan ini? Nabi melarang tindakan semacam itu, selanjutnya beliau mengatakan:

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي  (رواه مسلم)

“Siapa yang menipu bukan golonganku” (HR. Muslim, No. 147).

Siapa yang memegang prinsip kejujuran, senantiasa menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan, akan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kebahagiaan yang senantiasa diharapkan oleh setiap orang muslim. Kejujuran adalah amanah sedangkan dusta adalah perbuatan khianat. Dalam melaksanakan kejujuran dan menghindari sikap dusta, setiap orang harus berlatih dengan tekun dan senantiasa bersikap tabah. Sesungguhnya setiap perbuatan yang baik dan terpuji adalah memerlukan perjuangan yang ulet dan kesabaran yang maksimal. 
 
Banyak sekali pengarahan dari al-Qur’an ataupun al-Sunnah yang membimbing manusia agar mengarahkan dirinya pada perbuatan yang baik, kejujuran dan perbuatan yang bermanfaat. Sebagai khalifah, umat manusia harus melaksanakan amanah yang diberikan Allah, agar mereka mengelola alam semesta ini bagi kesejahteraan semua makhluk-Nya. Amanah Allah untuk mengelola alam bagi kemanfaatan semua makhluk-Nya, pernah ditawarkan kepada makhluk-makhluk lain, akan tetapi semuanya menolak amanah itu. Makhluk-makhluk lain tidak memiliki kemampuan untuk menerima tugas yang luhur dan berat itu, maka manusialah yang mampu menerimanya.
 
Sebagai makhluk yang paling sempurna, baik kejadian fisik maupun mentalnya, manusia berhak menjadi pemimpin bagi makhluk-makhluk lain dan tidak boleh mengkhianati amanat yang ditugaskan kepadanya. Perhatikan firman Allah:

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا 

“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (Q.S. Al-Ahzab, 33:72).
 
Selanjutnya status dan kedudukan manusia akan tergantung bagaimana ia dapat menunaikan amanah yang luhur itu. Bila ia menjalankannya dengan baik sehingga berhasil mengelola alam ini untuk kesejahteraan sesama makhluk, maka ia menjadi makhluk yang terbaik dan menduduki posisi yang labih tinggi dan mulia dari makhluk lain. Sebaliknya apabila manusia mengkhianati amanat itu sehingga menimbulkan kerusakan di muka bumi serta mencelakakan sesama makhluk, maka status dan kedudukannya merosot ke tempaat yang rendah. Ia menjadi makhluk yang paling hina dan tercampakkan ke dalam kerendahan, ia akan dimurkai oleh Allah s.w.t. Manusia seperti itu akan mendapat kutukan dari sesama makhluk yang dikhianati olehnya. 

وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ وَطُورِ سِينِينَ وَهَذَا الْبَلَدِ الأَمِينِ لَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ

“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, Dan demi bukit Sinai, Dan demi kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. 

Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”  (Q.S. Al-Tiin, 95: 1-6).

Penulis merupakan salah seorang Rais Syuriyah PBNU


Hikmah Terbaru