• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Hikmah

Kolom Kiai Zakky Mubarak

Kaum Ibu dan Pendidikan

Kaum Ibu dan Pendidikan
Rais Syuriyah PBNU, KH Zakky Mubarak (Foto: FB Zakky Mubarak Syamrakh).
Rais Syuriyah PBNU, KH Zakky Mubarak (Foto: FB Zakky Mubarak Syamrakh).

Oleh: KH. Zakky Mubarak
Ketika ada seorang pemuda datang dan bertanya kepada Nabi SAW tentang siapa yang paling berhak mendapat penghormatan dan perlakuan yang baik darinya, Nabi langsung menjawab : “Ibumu”. Anak muda itu selanjutnya bertanya lagi : “Kemudian siapa?”.  Rasul menjawab : “Ibumu”. Hal ini berlangsung sampai tiga kali. Setelah anak itu bertanya yang keempat kalinya, Rasul menjawab: “Kemudian ayahmu”. (HR. Bukhari, No: 5971, Muslim, No: 2548). 

Peristiwa di atas tidak bisa dipahami secara ekstrim, bahwa kedudukan seorang ibu tiga kali lebih baik dari seorang bapak, karena keduanya harus sama dimuliakan. Dalam beberapa keterangan lain, baik dalam ayat al-Qur’an ataupun al-Hadis, ayah dan ibu sering disebutkan bersama-sama, yang menunjukkan bahwa keduanya memiliki kedudukan yang seimbang. Misalnya disebutkan :

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا. وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam memeliharamu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan pada keduanya perkataan “ah” dan janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan berdoalah: “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidik aku diwaktu kecil”. (Q.S. Al-Isra’, 17 : 23 – 24).

Hadis di atas menekankan pada kita, betapa mulianya kedudukan seorang ibu di samping ayah, bagi anak-anaknya, sehingga Nabi SAW menyebutkannya sampai tiga kali. Keikhlasan dan kesabaran ibu dalam mengasuh dan mendidik anaknya mendapat penghargaan yang luar biasa, bahkan dalam hal ini ia melebihi kebaikan seorang ayah. Salah satu contoh dari keikhlasan seorang ibu, ia tidak pernah mengeluh dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya, meskipun ia harus bekerja berat.

Kita bisa menyaksikan dalam kenyataan yang dijumpai di tengah-tengah masyarakat, betapa banyaknya para ibu yang sukses. Mereka membimbing anak-anaknya, sampai menjadi manusia yang sebenarnya, manusia yang bermanfaat bagi masyarakat, padahal suaminya wafat pada saat anak-anaknya masih kecil. Ibu dalam hal ini berperan ganda, selain mengasuh dan mendidik anak-anaknya, ia juga berusaha mencari nafkah untuk membiayai keluarganya. Sebaliknya banyak kita jumpai di tengah-tengah masyarakat, para bapak yang gagal mendidik anak-anaknya, karena istrinya atau ibu anak-anaknya wafat terlebih dahulu.

Menurut perhitungan akal yang sederhana, mestinya anak-anak yang ditinggalkan wafat oleh ayahnya akan mengalami kegagalan karena mereka tidak memiliki biaya untuk kehidupan sehari-hari apalagi biaya pendidikannya. Sebaliknya mereka yang ditinggalkan ibunya, menjadi tidak begitu sulit meraih sukses, karena ayahnya masih ada dan biaya kehidupan serta pendidikan bagi mereka tidak ada masalah. Namun kenyataannya tidak seperti yang diperhitungkan akal secara sederhana itu. Sungguh sangat wajar, apabila Nabi SAW menempatkan para ibu dalam kedudukan yang terpuji dan mulia.

Peran ibu dalam mendidik dan membentuk kepribadian anak sangat menentukan, karena merekalah yang lebih banyak bergaul dengan anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Manusia merupakan makhluk yang sangat memerlukan pendidikan dan dapat dibentuk dengan pendidikan yang diberikan kepada mereka. Semua manusia dilahirkan dalam keadaan suci, kedua orang tuanya, keluarga, lingkungan dan pendidikan yang diperolehnya baik formal maupun informal yang akan membentuk manusia itu. Dengan pendidikan ia bisa menjadi manusia yang baik dan terpuji, atau manusia yang buruk dan tercela. Manusia bisa menjadi pemimpin yang bijaksana, tokoh masyarakat, pemimpin agama, ahli ekonomi dan berbagai ahli lain yang beraneka ragam, tergantung pada pendidikan yang ditempuhnya.

Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam suatu hadisnya, mengenai pentingnya pendidikan, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah suci, sebagai berikut:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (رواه البخاري ومسلم)

“Setiap orang dilahirkan dalam keadaan suci, kedua orang tuanyalah yang membentuknya menjadi seorang Nasrani, Yahudi atau Majusi”. (HR. Bukhari, No: 1771, Muslim, No: 1944).

Dari hadis itu dapat diketahui betapa besarnya peranan orang tua, termasuk di dalamnya kaum ibu dalam mendidik generasi penerus. Lingkungan dan pendidikan yang diperoleh di luar rumah baik formal maupun informal juga memegang peranan yang sangat penting. Terakhir sekali perhatikan pepatah arab berikut ini: 

اُطْلُبِ اْلعِلْمَ مِنَ اْلمَهْدِ إِلَى اللَّحْدِ 

“Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai keliang lahad”.

Penulis merupakan salah seorang Rais Syuriyah PBNU


Hikmah Terbaru