Daerah LIPSUS COVID-19

Santri Pondok Pesantren Al-Mizan Majalengka Ngaji di Majelis dan di Ladang 

Ahad, 6 Desember 2020 | 15:00 WIB

Santri Pondok Pesantren Al-Mizan Majalengka Ngaji di Majelis dan di Ladang 

Seorang santri Al-Mizan saat di ladang (Foto: NU Online Jabar/Tata Irawan)

Majalengka, NU Online Jabar 
Usai Shalat Subuh dan setoran hafalan Al-Qur’an, belasan santri di Pondok Pesantren Al-Mizan, Jatiwangi, Kabupaten Majalengka berjalan menuju ladang. Mereka menyirami berbagai tanaman mulai dari bawang merah, cabe bahkan terong. Beberapa di antaranya mencabuti rumput yang tumbuh di sela tanaman itu. Mereka melakukan itu sampai waktu sekitar pukul 09.00. 
Usai merawat ladang, mereka kembali ke pondok, membersihkan diri untuk bersiap melaksanakan Shalat Sunah Dhuha dan kembali setoran hafalan Al-Qur’an kepada para guru ngajinya masing-masing. 

Kegiatan hafalan Al-Qur’an selama pandemi ini, dilaksanakan empat kali dalam sehari, yakni sehabis Shalat Subuh, sehabis Shalat Sunah Dhuha sekitar pukul 10.00, selepas Shalat Duhur dan selepas Shalat Isya. 

“Ya, beginilah suasana Pesantren Al-Mizan saat pagi. Para santri kami ajak ke ladang untuk bertani. Mereka ada yang menanam bawang merah dan sayur-sayuran,” kata KH Zaenal Muhyidin, salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Al-Mizan, Ahad, (6/11).

Menurutnya, Pesantren Al-Mizan sengaja mengajarkan santri bertani di samping kitab-kitab dan kuning dan Al-Qur’an serta hadits. Di ladang juga mengaji, para santri bisa belajar mengaji kehidupan dan keagungan Allah SWT. 

“Santri memahami betapa agungnya Allah sang pemberi kehidupan dan rezeki; menumbuhkan biji-bijian dan tanaman sehingga bisa kita nikmati. Maka kewajiban santri untuk menjaga alam agar tetap lestari,” katanya. 

Yang utama, lanjut santri tambah cerdas, memiliki keterampilan dan kemampuan bercocok tanam. Hal itu sangat berguna bagi santri, sehingga saat keluar mereka betul-betul siap bermasyarakat. 

“Tidak semua santri akan menjadi dai atau penceramah. Makanya, bekal ilmu tambahan sangat penting. Mereka bisa tetap mengajarkan Islam sesuai profesinya masing-masing kelak,” tandasnya.

Kegiatan bertani di Pondok Pesantren Al-Mizan diakuinya beda dengan petani pada umumnya, yaitu dengan pertanian organik, tidak menggunakan pupuk kimia sama sekali. Pupuk organik itu adalah seperti pupuk kompos dan pupuk kandang dari kotoran hewan.

Selain bercocok tanam, santri juga diajari keterampilan wirausaha lainnya seperti beternak ayam petelur, berdagang, membuat kerajinan gerabah, seni kaligrafi dan sebagainya. 

“Harapan kami, santri selesai mengaji betul-betul mandiri. Yakni, mandiri secara keilmuan dan secara ekonomi. Ketika berada di tengah masyarakat, mereka tidak menjadi beban, tapi sebaliknya menjadi pencerah yang bisa mengajarkan masyarakat ilmu agama dan ilmu ekonomi,” tambahnya. 

Untuk kegiatan ngaji kitab-kitab kuning alias Arab gundul atau Arab tanpa harakat, diakuinya selama pandemi ini dilakukan secara live streaming. Hal itu lantaran banyak santri yang sudah pulang  akibat pandemi virus korona. 

“Saat ini yang ada masih sekitar 30 santri dan pengurus yang tinggal di pondok. Itu pun rata-rata santri lokal sekitar Majalengka,” imbuhnya.

Sementara itu, Kanida salah satu santriwati merasa senang dan bangga akan menjadi seorang tani karena mampu menopang kebutuhan pangan umat.

“Menjadi petani sungguh mulia karena menopang kebutuhan pangan pokok umat serta menjadikan kebutuhan sehari-hari,” tandasnya.

Pewarta: Tata Irawan
Editor: Abdullah Alawi