• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 17 Mei 2024

Daerah

Kisah Sedekah dan Pengais Koin di Jembatan Sewo

Kisah Sedekah dan Pengais Koin di Jembatan Sewo
Pengais rezeki di jembatan Sewo (Foto: NU Online Jabar/Iing Rohimin)
Pengais rezeki di jembatan Sewo (Foto: NU Online Jabar/Iing Rohimin)

Indramayu, NU Online Jabar
Jembatan Sewo adalah jembatan paling barat perbatasan antara Kabupaten Indramayu dengan Kabupaten Subang. Jembatan ini menjadi terkenal karena tradisi atau kebiasaan puluhan orang yang berjejer di pinggir jalan raya Pantura untuk mengais rezeki. 
Jembatan Sewo terletak di Desa Sukra Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, orang-orang di sekitar jembatan adalah pengais rezeki penyapu uang koin yang dilempar oleh pengendara roda dua maupun roda empat, para pengais rezeki masing-masing membawa sebuah sapu terbuat dari ranting kering yang digunakan untuk mengambil uang koin ataupun kertas yang dilempar oleh pengendara yang lewat.

Pandangan para pengais rezeki selalu menghadap ke arah kendaraan yang akan lewat dengan sapu yang siap siaga di tangannya. Sebab sewaktu-waktu orang yang ada di kendaraan tersebut akan melempar uang di sekitar jalan yang mendekati jembatan Sewo tersebut.

Apabila orang yang ada di dalam kendaraan melempar uang ke jalan, para pengais rejeki akan saling berebut uang yang telah di lempar oleh pengendara. Mereka akan terus mengejar uang tersebut hingga didapat.

Sebelum adanya sapu sebagai alat perantara pengambil uang atau koin, mereka menggunakan tangan kosong. Akan tetapi efek dari itu sering sekali terjadi kecelakaan lalu lintas hingga banyak menelan korban jiwa, baik dari pengendara maupun dari pengais rezeki. 

Seiring berjalannya waktu mereka pun mempunyai inovasi untuk membuat alat perantara pengganti tangan mereka sendiri jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Maka mereka pun membuat sapu dari ranting tanaman yang kering untuk dijadikan alat pengambilan uang kertas atau koin yang ada di tengah jalan. Dari hal itu semua dapat dirasakan dampaknya seperti berkurangnya kecelakaan lalulintas dan menciptakan rasa aman bagi pengais rezeki jembatan Sewo.

Tradisi pengais rezeki di jembatan Sewo dalam sorotan seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah dan Komunikasi Islam Nahdlatul Ulama (STIDKI NU) Indramayu, Nuryani bahawa awal mula peristiwa pelemparan uang koin di Jembatan Sewo hanya untuk mewujudkan rasa syukur para pengguna jalan karena mereka bisa selamat dan sehat sampai ke kampung halaman, tapi seiring berjalannya waktu hal ini berkembang menjadi kebiasaan dan kepercayaan orang-orang yang melintasi jembatan Sewo tersebut terutama para perantau yang berasal dari daerah Jawa Tengah.

“Karena kabar yang beredar di masyarakat, dulunya ada sebuah kisah yang tragis yang mewarnai jembatan Sewo seperti terbakarnya satu mobil bus dari Jawa Tengah yang akan melakukan Transmigrasi ke luar pulau Jawa. Kecelakaan tersebut menelan korban, seluruh penumpang bus meninggal kecuali anak kecil laki-laki yang selamat dari kejadian tersebut. Kejadian tersebut terjadi pada tanggal 13 Maret 1974 sekira Pukul 04.15 WIB di jembatan Sewo yang menjadi jembatan perbatasan antara Kabupaten Indramayu dengan Kabupaten Subang,” ungkap mahasiswa semester 7 Prodi Komunikasi Penyiaran Islam ini.

Sehingga semua perantau yang berasal dari Provinsi Jawa Tengah, menurut Nuryani setiap kali melewati jembatan Sewo selalu melempar uang koin atau kertas sebagai tolak bala atau rasa syukur untuk keselamatan dalam perjalanannya. 

“Akan tetapi karena kabar ini santer terdengar ke semua kalangan dan daerah, jadi sudah seperti tradisi untuk semua orang yang lewat di jembatan Sewo agar melemparkan uang kertas atau uang koin demi keselamatan dalam bepergian,” ujar Nuryani.

Tradisi pengais rezeki di jembatan Sewo dalam pandangan Nuryani tidak serta merta dipersalahkan atau dianggap sebagai tindakan khurafat yang mempercayai mitos, melainkan harus dipandang secara objektif dengan tinjauan luas dan memperhatikan berbagai aspek yang melingkupinya.

“Saya sendiri selaku mahasiswa STIDK NU Indramayu yang menjunjung tinggi nilai-nilai warisan para wali dan kiai Nahdlatul Ulama, salah satunya tidak mudah menyalahkan adat, tradisi, budaya dan kebiasaan sebuah kelompok masyarakat, tetapi sebuah kebiasaan harus dilihat sisi positif (maslahat) nya dan menghindari sisi negatif (mafsadat)nya. Artinya aktivitas para pengais rezeki di jembatan Sewo tidak bisa dipersalahkan, yang terpenting adalah para pengendara bisa bersedakah dan warga miskin setempat bisa mendapatkan rezeki,” tegas Nuryani.

Sementara soal aqidah, menurut Nuryani, kembali ke pribadi masing-masing, asalkan diniatkan dengan baik untuk bersedekah dan tidak dikait-kaitkan dengan sebuah mitos, maka semuanya menjadi biasa-biasa saja.

“Umat Islam jelas mempercayai bahwa sedekah bisa mencegah bala, maka tinggal diluruskan saja niatnya, sementara terkait keselamatan para pengais rezeki dan pengendara, saya kira aparat pemerintah setempat dan kepolisian sudah mengatur sedemikian rupa agar keselamatan pengendara dan warga tetap terjamin, di antaranya dengan memasang rambu lalu-lintas agar pengendara menurunkan kecepatannya dan memberikan sosialisasi kepada warga untuk menjaga keselamatan dan tidak mengganggu arus kendaraan yang melintas,” pungkas Nuryani.

Pewarta: Iing Rohimin
Editor: Abdullah Alawi 


Daerah Terbaru