Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya

Opini

Menjadi Muslim yang Baik

Menjadi Muslim yang Baik

Setelah saya renungkan, berbagai kontroversi mengenai ekspresi Muslim di ruang publik pada dasarnya berpusat pada penafsiran tentang yang baik.


Konsep ini, yang baik (the good), memang sangat multi-tafsir. Bagi sebagian pengamat sekuler, keinginan sebagian Muslim untuk mewujudkan apa yang mereka yakini sebagai yang baik itu dipahami sebagai konservatisme atau bahkan radikalisme. Sebagian lain menyebutnya sebagai impor budaya Arab atau Timur Tengah. Pengertian-pengertian seperti ini cukup dominan, termasuk di dunia akademis.


Baca Juga:
Menyambut Bulan Gus Dur; yang Lebih Penting dari Politik Kekuasaan adalah Kemanusiaan


Dalam filsafat Barat, setidaknya bagi kaum liberal, yang baik adalah sesuatu yang sangat personal. Tempatnya di ruang privat. Oleh karena itu, jika yang baik dipaksakan masuk ke ruang publik, menjadi nilai yang meliputi semua orang, maka yang terjadi adalah otoritarianisme dan bahkan totalitarianisme--sesuatu yang mengingatkan mereka pada Hitler di abad lalu.


Di dunia Muslim, yang baik mencakup tidak hanya perkara privat, tetapi juga publik. Pengalaman sekularisasi yang berbeda membuat mereka tidak memisahkan secara ketat mana privat dan mana publik. Keduanya beririsan.


Pertanyaannya, bisakah konsepsi yang baik sebagaimana diyakini oleh kaum Muslim, setidaknya sebagian dari mereka, bertemu dengan konsepsi yang adil seperti dimimpikan oleh para pemikir liberal?


Baca Juga:
Innalillahi, Mustasyar PCNU Kabupaten Tasikmalaya KH Endang Hidayat Meninggal Dunia


Amin Mudzakir, salah seorang Peneliti BRIN

Editor: M. Rizqy Fauzi

Artikel Terkait