PBNU Tegaskan Humanitarian Islam sebagai Cerminan Keragaman Indonesia di Forum Internasional
Rabu, 6 November 2024 | 15:00 WIB

Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf saat memberikan sambutan pembukaan International Conference on Humanitarian Islam atau Muktamar al-Dawli al-Islam Lil Insaniyah pada Selasa (5/11/2024) di Balairung Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat. (Foto: NU Online/Suwitno)
Depok, NU Online Jabar
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, menegaskan bahwa konsep Humanitarian Islam merupakan refleksi dari pengalaman Indonesia dalam mengelola keragaman.
Pernyataan tersebut disampaikannya dalam sambutan pembukaan International Conference on Humanitarian Islam atau Muktamar al-Dawli al-Islam Lil Insaniyah pada Selasa (5/11/2024) di Balairung Universitas Indonesia, Depok.
Acara tersebut dibuka oleh Menteri Agama Nasarudin Umar, yang hadir mewakili Presiden Prabowo Subianto, dan menghadirkan cendekiawan serta agamawan dari berbagai negara. Konferensi ini merupakan hasil kerja sama antara PBNU, Universitas Indonesia (UI), dan Centre for Shared Civilizational Values (CSCV).
Dalam pidato pembukaannya, Gus Yahya menjelaskan bahwa wacana Humanitarian Islam pertama kali diperkenalkan pada 2017 di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
"Sejak itu, kami terus melakukan upaya sosialisasi kepada berbagai kalangan di komunitas agama, lingkaran pembuat kebijakan, dan akademisi di seluruh dunia," ujarnya.
Kiai asal Rembang ini menekankan bahwa Humanitarian Islam bukanlah konsep baru dalam ajaran Islam. "Ini adalah pesan ilahi yang inheren dalam ajaran Rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana firman Allah, wa maa arsalnaaka illa rahmatan lil 'aalamiin," jelasnya.
Gus Yahya menambahkan bahwa pengalaman Indonesia dalam mengelola keragaman layak dibagikan kepada komunitas internasional.
"Humanitarian Islam merupakan wacana yang menemukan alurnya dari pengalaman Indonesia dalam menemukan jalan keluar dari berbagai perbedaan," tegasnya.
Rektor Universitas Indonesia Prof. Ari Kuncoro juga menyampaikan bahwa filsafat antarbudaya yang berkembang di Indonesia dapat menjadi contoh bagi banyak negara untuk menampilkan Islam sebagai solusi konflik di ranah global.
"Dengan filsafat antarbudaya, Indonesia dapat menunjukkan kepada dunia bahwa Islam bukanlah ancaman, melainkan solusi bagi perdamaian dunia," ujar Prof. Ari dalam sambutannya.
Lebih lanjut, Prof. Ari menjelaskan bahwa berkembangnya Islam di Indonesia melalui filsafat antarbudaya yang diimplementasikan oleh Wali Songo turut menjaga persatuan dalam keberagaman.
"Filsafat antarbudaya berusaha memahami dan menghargai pandangan serta nilai-nilai yang dimiliki oleh berbagai budaya yang berbeda," ujarnya.
Pembukaan konferensi ini dihadiri oleh Sekretariat Liga Muslim Dunia (MWL) Asia Tenggara Abdurrahman Al-Khayyat, perwakilan duta besar negara sahabat, serta sejumlah menteri, antara lain Menteri Agama RI KH Nasarudin Umar, Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri BP2MI Abdul Kadir Karding, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Arifatul Choiri Fauzi, beserta pejabat dan akademisi lainnya.
Setelah pembukaan, para peserta konferensi internasional akan melangsungkan konferensi terbatas di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat