Hikmah
Keadilan Basis Sukses
Kemarin, seorang teman kuliah asal Sulawesi, yang kini menjadi pengusaha besar, (aku memanggilnya bos), mengirim WA. Isinya begini :
Saya, sama Kiai Husen punya pandangan yang sama tentang China, bahkan Kiai Husein sangat mengagumi China. China sekarang sebagai Super Power di bidang ekonomi, cadangan devisa nya saja US$3.500 Milyar, bandingkan Indonesia cuma 140 Milyar US$. InsyaAllah akan menjadi Super Power di semua Sektor peradaban, begitu kata seorang Prof dari Munchen University saat bincang bincang diatas pesawat dari Frankfurt menuju KL. Suatu saat Amerika akan bangkrut karena pongahnya. Wallahu a'lam.
Aku membalas : Ya. Boleh jadi hal itu memperlihatkan kepada kita, bahwa bukan soal identitas diri, kebangsaan, warna kulit, bahasa, keyakinan personal dan sebagainya, yang membuat manusia, bangsa menjadi maju dan sejahtera. Tapi sistem sosial yang berkeadilan berbasis pendidikan yang tinggi dan semangat bekerja yang kuat untuk kemakmuran dan kesejahteraan manusia/rakyat.
Nah, lalu aku ingat pada bulan puasa atau "Ngaji posonan", beberapa tahun lalu. Aku membaca kitab karya, Imam Abu Hamid al-Ghazali (w. 1111 M), sang argumentator Islam, berjudul "al-Tibr al-Masbuk fî Nashihah al-Muluk”. Di dalamnya beliau antara lain menginformasikan :
وَفِى التَّوَارِيْخِ أَنَّ الْمَجُوس مَلَكَوا اَمْرَ الْعَالَمِ اَرْبَعَةَ آلافِ سَنَةٍ . وَكَانَتِ الْمَمْلَكَةُ فِيْهِمْ. وَإِنَّمَا دَامَتِ الَمَمْلَكَةُ بِعَدْلِهِمْ فِى الرَّعِيَّةِ وَحِفْظِهِمَ الْاُمُوْرَ بِالسَّوِيَّةِ. وَاِنَّهُمْ مَا كَانُوا يَرَوْنَ الظُّلْمَ وَالْجَوْرَ فِى دِيْنِهِمْ وَمِلَّتِهِمْ جَائِزاً. وَعَمَّرُوا بِعَدْلِهِمْ الْبِلَادَ وَاَنْصَفُوا الْعِبَادَ. وَقَدْ جَاءَ فِى الْخَبَرِ أَنَّ اللهَ جَلَّ ذِكْرُهُ اَوْحَى اِلَى دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام اَنْ أَنْهِ قَوْمَكَ عَنْ سَبِّ مُلُوكِ الْعَجَمِ فَإِنَّهُمْ عَمَّرُوا الدُّنْيَا وَأَوْطَنُوهَا عِبَادِى .
“Sejarah dunia telah mencatat bahwa bangsa Majusi (yang dalam praktik ritualnya menghadap api) pernah menguasai dunia, empat ribu tahun lamanya. Nah, mengapa bisa begitu lama bertahan?” Al-Ghazali menjawab sendiri : “Karena bangsa itu diperintah dan dipimpin oleh tangan-tangan yang adil dan orang-orang yang bekerja untuk kesejahteraan rakyatnya. Agama menurut mereka tidak membenarkan kezaliman dan penyimpangan. Ada sebuah hadits yang menyebutkan bahwa Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Daud, yang menyatakan : Hai Daud, hentikan kaummu mencaci-maki raja-raja/para penguasa asing. Karena sesungguhnya mereka telah berjasa memakmurkan kota dan melindungi hamba-hamba-Ku.” (hlm. 50).
Ia juga mengatakan : "Kekuasaan itu eksis manakala dibangun di atas dasar keadilan , meskipun mengaku "tak beragama" dan akan hancur bila dibangun di atas dasar kezaliman, otoriterianisme, penindasan, meskipun mengaku beragama".
Baca Juga:
Apa Kesalahan Imam Syafi’i?
Ibnu al Qayyim al Jauziyah, seorang ulama besar menyampaikan pandangan yang sangat menarik dalam bukunya : "al Thuruq al Hukmiyyah fi Siyasah al Syar'iyyah" :
إن الله أرسل رسله وأنزل كتبه ليقوم الناس بالقسط، وهو العدل الذي به قامت السماوات والأرض فإذا ظهرت أمارات العدل وتبين وجهة بأي طريق كان فثم شرع الله ودينه
Allah mengutus para Nabi dan menurunkan kitab suci-Nya (Wahyu) untuk menegakkan keadilan yang menjadi pilar eksistensi semesta. Maka jika tampak jelas indikator-indikator keadilan, dengan cara/mekanisme apapun dihasilkan, maka di sanalah syari'at (aturan) dan Agama Allah (sistem kemanusiaan).
KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU